Rate

Bab 1

Romance Series 1631

"Frank & Co. ?"

"Yes."

"Wow!"

"Do you like it?"

"Very, babe. Thankyou so much!"

Robin tertawa menatap gadis di hadapannya yang sedang terkagum-kagum dengan kotak blurdu berisi kalung silver putih yang barusan diberinya. Robin sudah tahu kalau kalung silver berbandul mutiara itu adalah kalung limited edition yang sangat ditunggu oleh Belinda, calon istrinya.

"You know what? I'm so happy today." Belinda menatap Robin dengan beribu perasaan. Robin tertawa kembali. Lalu ia memotong Quarter Roasted Chicken With Mashed Potato nya dengan pelan. Dan memasukan satu potong ke dalam mulutnya. Belinda yang melihatnya, tersenyum. Dan ia pun menyeka mulut kekasihnya dengan tissue.

"Berantakan. Like a kids." Gumam Belinda sedikit kesal. Lalu ia pun melanjutkan memakan Grilled Sirloinnya.

"Merry Christmas, dear." Belinda mengangkat kepala, dan ia pun menggelengkannya, tersenyum menatap Robin. "You have already thaught that many times before, dear."

"I love to look at your face while you are replying me with the words 'merry christmas too, babe.' so I said that many times."

"Ok so stop replay that words and focus on your meal." Belinda berdecak dan ia pun mulai tenang dengan mashed dan fried potatonya.

Robin memandang Belinda dengan pikiran yang berlalu lalang. Belinda adalah satu-satunya gadis yang menurutnya sangat unik dari wanita lainnya. Belinda tidak pernah takut untuk mengonsumsi makanan berlemak ataupun tinggi kalori seperti steak atau semacamnya. Bahkan ia tak segan-segan untuk menyantap potato dengan nasi goreng yang baru dipesannya barusan. Herannya, Belinda masih bisa memiliki badan yang ideal seperti wanita diet pada umumnya. Mungkin keturunan.

Malam ini, mereka berdua sedang menyantap makan malam di The Foodhall Kitchen, dimana sama sekali bukanlah sebuah tempat romantis untuk makan malam bagi mereka berdua, mengingat dua hari kemarin, mereka baru saja bertunangan.

"Dimana kau memesannya? Aku tahu di cabang Jakarta belum ada edisi ini."

Robin melihat Belinda masih terkagum dengan kalung silver itu yang kini sudah berada luar kotaknya lagi.

"Kau tahu kalau agen ku tidak pernah membuatku kecewa?"

Belinda menggelengkan kepalanya, "dasar sombong." Ucapnya sambil tertawa.

"Kau tahu aku juga tak akan membuatmu kecewa?" Tanya Robin sambil mengusap tangan Belinda.

"Aku tahu sayang, terima kasih. I love you."

***

Robin memandang kesibukan kota Jakarta yang terpampang jelas di hadapannya dari kaca bening itu. Laki-laki itu menghirup sebatang rokok di sela-sela jarinya dan ia pun menghembuskannya perlahan-lahan. Merokok. Itulah yang menjadi kebiasaan Robin ketika sedang banyak pikiran.

"Kau berpikir untuk menikah dengan wanita ular itu? Jangan pernah! Ia hanya mengincar uangmu!" Itu kata-kata Daniel yang paling diingat oleh Robin.

Robin menghela nafas panjang, benarkah Belinda Vagailera adalah seorang wanita yang mata duitan? Ia jelas cukup mengenal Belinda karena mereka adalah satu kampus dulu. Namun mengapa Daniel berkata kalau Belinda sudah meniduri banyak laki-laki di klub? Ah. Belinda memang sudah tidak perawan lagi ketika Robin memutuskan untuk memacarinya. Robin tidak ingin tahu masa lalu Belinda. Ia hanya ingin wanita itu mencintainya dengan tulus, seperti ia mencintai wanita itu. Ia ingin percaya dengan Belinda, namun persiapan sebelum pernikahan, apa salahnya?

Maka ia pun menggerakan tangannya, menelpon detektif bawahan kepercayaannya.

"Bisakah engkau mengikuti Belinda? Ehem. Mungkin hanya untuk beberapa minggu saja."

Hening sejenak.

"Baiklah. Kabari aku secepatnya saja."

Setelah mematikan telepon, Robin kembali memandang lurus ke arah kaca depan nya. Sepertinya ia memang harus melakukan sesuatu.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience