Chapter 36

Romance Series 2718

Aulia menggengam ponselnya dengan erat. Dia terlihat bingung. Otaknya di paksa untuk berpikir keras. Lalu ia menatap koper yang sudah siap bawa oleh suaminya.

Aulia akhirnya keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Tawa canda antara cucu dan Kakek Nenek terdengar apalagi saat ini sudah dua Minggu Aulia berada di rumah mertuanya.

"Aulia! Hati-hati sama kandunganmu nak Ya Allah.." Aisyah bergidik ngeri melihat menantunya berjalan cepat menuruni anak tangga. "Kehamilan 3 Minggu itu masih rawan."

Aulia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merasa malu karena di tegur oleh Aisyah. "Em maafin aku Ma. Mas Fay dimana ya?"

"Diruang kerja Papa." sambung Farhan lagi yang kini mengajak bicara burung didalam sangkarnya.

"Ada apa? Wajahmu terlihat panik?" tanya Aisyah.

Aulia menggeleng. "Tidak Ma. Baiklah, aku izin menemui Mas Fay dulu."

Aulia sempat memperhatikan ketiga putranya yang sedang akur dalam bermain mobil-mobilan baru beserta arena permainannya yang baru saja di belikan kakeknya. Karena itu Aulia segera menuju ruang kerja dan disanalah Fay berdiri yang kini sedang sibuk memasang dasi.

Fay menoleh ke arah pintu. Aulia langsung masuk dan mengambil alih ikatan dasi suaminya.

"Mas."

"Hm?"

"Mas jadi ke Dubai?"

"Jadi. Bukankah semalam kamu sudah menyiapkan beberapa pakaian Mas?"

Aulia mengangguk. Wajahnya terlihat gelisah. Mengetahui hal itu Fay memegang pergelangan tangan istrinya. Menatapnya serius.

"Ada apa? Apakah terjadi sesuatu?"

Aulia terlihat diam. Keduanya sama-sama menatap tanpa berbicara. Fay berlalih memasang sendiri ikatan dasinya.

"Bicaralah Aulia. Aku tidak bisa pergi dalam keadaan kamu seperti ini. Kamu sedang hamil. Anak ke 4 kita. Oke? Jadi jangan banyak pikiran."

"Kalau gitu apakah aku boleh ikut?"

Fay menatap Aulia lagi setelah menyelesaikan ikatan dasinya. "Ikut?"

Aulia mengangguk. "Jika boleh aku ingin ke dokter kandungan sebentar meminta surat izin penerbangan."

"Kenapa kamu mau ikut? Ini terlalu dadakan. Apakah terjadi sesuatu?"

Bukannya menjawab, Aulia malah memunggungi Fay. Ia menggigit ujung kukunya karena sedang bingung sekaligus gelisah. Bingung harus menjelaskannya dari mana. Karena ini terlalu rahasia.

"Sayang?"

Fay mendekati istrinya. Membawanya ke dalam pelukannya. "Semuanya akan baik-baik saja oke?"

Fay memegang kedua pipi istrinya. "Jangan khawatirkan apapun dan jangan pikirkan sesuatu yang memberatkanmu."

Lalu Fay mencium bibir Aulia dengan lembut. Hal yang selalu ia lakukan jika istrinya sedang gelisah.

"Aku pergi." bisik Fay. "Kamu disini saja ya. Sama Papa dan Mama."

Lalu Fay memeluk istrinya sekali lagi, merengkuh pundaknya dan keluar ruangan. Sampai akhirnya Aulia mengantarkan Fay ke teras rumah 15 menit kemudian.

Aulia berusaha untuk tidak menangis. Aulia berusaha untuk tenang. Tapi tidak bisa. Aulia berusaha untuk semuanya baik-baik saja. Tapi rasanya mustahil karena ia memikirkan Aifa di belahan negara lain.

????????

Semilir angin dan suasana indah membuat Aifa tak bisa berhenti tersenyum sejak tadi. Dihadapannya, ada Ray yang kini terkekeh geli melihat ekspresi Aifa yang duduk sambil memakan cemilan turkist delight dalam kemasan. Sebuah cemilan manis dan begitu dingin di lidah.

Mereka terus bercanda dan tertawa didalam sebuah kereta mini yang berjalan di atas rel kota Turki.

"Ray mau?" Aifa menoyodorkan Turkist delight kearah pria itu.

"Tidak kak. Terima kasih."

"Yakin?"

"Hm."

"Kalau gak Aifa habisin nih."

"Habisin saja kak. Aku sudah kenyang."

Lalu Aifa menghabisi Turkist delight dengan lahap. Ray hanya menggeleng kepalanya karena merasa lucu Aifa itu menggemaskan.

Aifa mengunyah Turkish delight sambil menatap Ray sejak tadi yang kini sibuk dengan ponselnya.

Sudah hampir seminggu dan Ray membuat efek berbeda dari sebelumnya. Pria itu secara tidak langsung mengobati luka yang menganga lebar di hati Aifa.

"Ray?"

"Ya?" Ray memasukan ponselnya.

"Aifa senang Ray disini."

Ray tersenyum tipis. "Sama. Aku juga senang bisa bersama kakak disini."

"Ray baik hati dan tidak sombong. Aifa suka sama Ray yang buat Aifa nyaman."

Jantung Ray berdegup kencang. Hatinya menghangat. Ia bahagia. Lalu Aifa ikut tersenyum juga.

"Kata Daddy, kita harus jujur dengan apa yang kita rasakan. Jangan disembunyikan. Jadi Aifa jujur sama Ray. Ray gak marah kan?"

"Tentu. Tentu saja aku tidak marah kak. Aku malah senang."

"Boleh Aifa jujur lagi?"

"Hm?"

"Aifa tidak pernah sebahagia ini selama 4 tahun terakhir."

Lalu Aifa tersenyum miris. Mengingat semua kenangan buruk dan ketidakpercayaan dirinya lagi.

"Tapi Aifa berusaha sabar kok. Aifa hidup didunia ini hanya sementara dan harus menerima ujian dari Allah."

"Lagian ini semua kesalahan Aifa." Kedua mata Aifa berkaca-kaca. Suasana yang tadinya ceria berubah menjadi sendu. "Apapun yang terjadi Aifa tidak ingin menyalahkan keadaan. Ujian hidup Aifa begitu berat. Kata mommy, tandanya Allah sayang sama Aifa."

Kereta api kini berhenti. Lalu Aifa kembali ceria. Ia pun berdiri diikuti dengan Ray.

"Ayo Ray! Kita sudah sampai."

Lalu Aifa dan Ray keluar kereta. Aifa berjalan didepannya. Terlihat sudah kembali seperti sebelumnya jika dilihat dari luar. Tapi tidak dengan hati wanita itu. Yang berusaha menutupi kepedihannya.

Ray mengepalkan salah satu tangannya disaku celananya. Ia benci. Ia benci dengan semuanya. Kenapa berakhir seperti ini. Kenapa dia ikut terlibat?

Lalu perasaan itu semakin membuatnya bersalah tanpa Aifa sadari selama ini.

"Maafkan aku kak. Semoga kamu tidak kecewa begitu mengetahuinya."

Dan Franklin menatap ekspresi wajah Ray dari kejauhan dengan bingung sekaligus bertanya-tanya. Ada apa dengan pria itu?

????????

"Masya Allah.. huaaaaaa indahnya!"

Aifa terlihat takjub. Lalu ia segera mengeluarkan ponselnya dan memfoto langit yang mulai senja dengan puluhan balon udara di langit.

"Ray hebat! Ray tahu banget cara bikin Aifa senang."

Ray terkekeh geli. "Karena kita mulai sehati kak."

Aifa terdiam. Jantungnya berdegup sangat kencang. Ia kembali menurunkan ponselnya.

"Ma-maksud Ray?"

"Sehati karena kita sama-sama baik dan tidak sombong. Makanya Ray tahu kesukaan kakak."

Lalu Aifa tertawa sumbang. Ray terkekeh geli. "Memangnya kakak pikir apa?"

"Tidak apa-apa kok." Aifa tersenyum tipis. "Tapi sekali lagi makasih Ray. Aifa terhibur."

"Sama-sama kak. Em, besok aku harus balik."

Aifa terkejut. "Ke Indonesia?"

Ray mengangguk. Ia memaksakan senyumannya. "Pekerjaan menungguku disana."

Dan semua keindahan yang ada disekitar Aifa mendadak sirna. Hatinya tiba-tiba sesak. Tubuhnya melemas. Ia begitu nyaman dengan Ray. Tapi secepat itu rasa nyaman yang ia rasakan akan pergi.

Lalu ia kembali teringat Rex. Rex yang sudah menorehkan luka untuknya. Rex yang sudah membuatnya jatuh secara perlahan-lahan.

"Aku mencintaimu Aifa."

Aifa menatap Ray dengan terkejut. Seketika degup jantungnya semakin membuatnya tidak karuan. Air mata mengalir di pipi Aifa.

"Aku mencintaimu Aifa. Sejak dulu. Hingga sekarang. Aku menahan perasaan ini selama bertahun-tahun." ucap Ray dengan serius.

Dan Rex hatinya merasa hatinya panas dari kejauhan melihat keduanya.

"Sial!"

????????

Cek detak jantung kalian. Deg-degan atau gak? Masih chapter 36 loh ini ??

Makasih sudah baca. Sudah ya, jangan bingung. Jangan mikir keras. Jangan menerka-nerka. Ntar pusing sendiri ??

Sehat selalu buat kalian.
With Love ??
LiaRezaVahlefi

Instagram
lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience