Chapter 1: Cahaya yang Redup di Tengah Kegelapan

Fantasy Series 16

Petir menggelegar tanpa henti, menyinari tanah yang bersimbah darah dan penuh reruntuhan. Udara dipenuhi jeritan kesakitan, deru pertempuran, dan bau anyir kematian.

Di tengah reruntuhan istana kekaisaran yang dulu megah, terdapat sebuah sosok mahkluk yang amat mengerikan Dan mahkluk itu adalah sumber kegelapan abadi sang Raja Iblis Malakar. Raja Iblis Malakar berdiri tegak, tubuhnya yang raksasa diselimuti aura gelap yang seperti api hitam yang sedang menyala nyala. Ia tertawa keras, suaranya menggema hingga ke sudut-sudut kehancuran.

“Manusia lemah!” Suaranya menusuk, penuh ejekan. “Kalian semua hanyalah serpihan kecil dari kehancuran yang lebih besar!”

Di hadapannya terdapat sebuah party yang babak belur Dan party itu adalah partynya pahlawan yang kini berjuang mati-matian untuk tetap berdiri. Kelihatan seorang  Elemental Swordmistress yang sedang menggenggam pedang sucinya yang hanya dapat dipegang oleh mereka yang memiliki jiwa yang murni. Pedang itu memancarkan cahaya terang yang menjadi satu-satunya sinar di tengah kegelapan. Namun, cahaya itu mulai redup, mencerminkan kondisi sang pahlawan yang kian melemah sekarang.

“Dia terlalu kuat…” bisik pahlawan, lututnya bergetar saat ia mencoba mempertahankan posisi. “Tapi kita tidak boleh menyerah!”

Kata seorang Bulwark of Eternity sambil maju dengan perisainya yang telah retak. “Selama aku masih bisa berdiri... tidak akan ada satupun serangan yang akan menyentuhmu Dan teman teman kita Lyra!” teriaknya kepada pahlawan. Ia menangkis gelombang energi gelap yang diluncurkan oleh Malakar, meskipun setiap benturan membuat perisainya semakin rapuh.

Di belakang mereka terdapat seorang  Flamebringer,  dia mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi lalu Mantra sihir tingkat tinggi mulai terbentuk di udara, lingkaran sihir besar berwarna emas berputar dengan cepat. “Beri aku waktu 10 minit! Aku akan menembaknya dengan semuanya yang kupunya!” teriaknya.

Terlihat seorang Lightweaver berdiri di samping Flamebringer itu, tangannya bergetar saat ia memancarkan cahaya penyembuhan ke arah Lyara dan Bulwark of Eternity itu. “tolong sembuhlah... Aku mohon... Sembuhkan lyra Dan Tharos!” kata Lightweaver itu dengan keringat yang mengucur deras dari wajahnya menunjukkan batas kekuatannya.

Di sisi lain, seorang Ghost Walker menyelinap dengan kecepatan luar biasa, bayangannya hampir tidak terlihat saat ia berlari ke arah Malakar dari sisi kiri. Seorang Beast God Shifter, berubah menjadi wujud serigalanya yang besar, mengeluarkan raungan yang mengguncang tanah Dan Tampa membuang masa langsung menyerang dari sisi kanan.

“Sekarang!” teriak Ghost Walker itu sambil melompat ke udara dengan dua bilah belatinya yang bersinar biru.

Malakar menyeringai. “Trik ini lagi?!” Dengan gerakan cepat, dia mengibaskan tangannya, menciptakan gelombang kejut yang menghancurkan tanah di bawahnya. Ghost Walker terpental, tubuhnya menghantam dinding istana yang sudah retak. Beast God Shifter juga terlempar jauh dan kembali ke wujud manusianya dengan luka besar di dadanya saat terpental.

Lyara berteriak, matanya dipenuhi air mata sambil melihat ke arah Beast God Shifter dan Ghost Walker. “Kael! Drayen!”

Namun Flamebringer itu tidak membiarkan kesempatan itu hilang. “Sekarang saatnya!” Dengan teriakan penuh kekuatan, ia melancarkan mantra sihirnya. “Solar Nova!”

Langit seolah terbakar oleh ledakan cahaya besar yang menghantam tubuh Malakar. Tubuh raksasa Raja Iblis terselimuti ledakan yang memancar begitu terang hingga matahari tampak redup.

“Apakah kita berhasil?” kata Flamebringer itu dengan terengah-engah, tubuhnya limbung setelah mengeluarkan sihir sebesar itu.

Namun, dari balik debu dan asap, suara tawa Malakar kembali terdengar. “Bagus sekali, manusia. Tapi itu belum cukup.” Saat asap menghilang, tubuh Malakar masih berdiri tegak. Luka-luka yang dalam memang terlihat di tubuhnya, tetapi senyumannya semakin menyeramkan.

“Tidak mungkin… sihir Alden...” bisik Lyara dengan mata terbelalak.

Malakar mengangkat tangannya, menciptakan bola energi hitam sebesar sebuah bangunan. “Eclipse Oblivion!”

Bola energi itu meluncur dengan kecepatan luar biasa, menciptakan tekanan udara yang membuat semua orang terjatuh. Tharos berteriak sambil mengangkat perisainya. “langkah mayat aku dulu!”

Saat bola energi itu menghantam perisainya, tanah di bawah Tharos retak. Ia menggertakkan giginya, mencoba menahan kekuatan besar itu. Namun, pada akhirnya, perisai Tharos pecah berkeping-keping, dan tubuhnya terpental jauh.

“sialan…” gumam Tharos, darah mengalir dari mulutnya.

Lightweaver itu segera berlari mehampiri Tharos Dan merapal sihir penyembuhan walaupun muka Lightweaver itu amat pucat kerna keletih, dia sudah benar benar mencapai batasnya namun tetap bersikeras menyembuhkan Tharos. "Sialan... Benar benar sialan..." Gumam Alden sambil Melihat kondisi timnya yang semakin terdesak Dan Malakar yang masih berdiri tegak di hadapan mereka dengan Luka-luka yang dalam di badannya. "Apakah hanya ini yang mampu aku lakukan?" Alden Mengertakan giginya Dan air matanya mula bercucuran di pipinya. "Maafkan aku semua... Maafkan aku..."

Raja Iblis Malakar tertawa geli kerna keputus asaan alden Dan party pahlawan itu. "Benar benar menyedihkan! Bahkan serangga saja lebih baik Dari kalian semua para manusia lemah!" Malakar mengejek Dan senyumannya semakin lebar.

Saat cahaya solar nova memudar, sisa-sisa api yang membara di langit perlahan mereda. Malakar masih berdiri tegak, meski tubuhnya terluka, seolah ia tak tersentuh oleh ledakan besar itu. Keheningan melanda medan pertempuran. Hanya suara napas yang terengah-engah dan deru angin yang mengalir di antara reruntuhan yang terdengar.

Dalam kehampaan itu, semua pahlawan tampak mulai kehilangan harapan. “Sepertinya aku masih belum bisa istirahat lagi…” Suara itu terdengar lemah, namun penuh dengan tekad. Dari balik puing-puing reruntuhan, sosok seorang lelaki tua perlahan bangkit. Tubuhnya terhuyung, langkahnya goyah, namun ia tetap mencoba berdiri.

Malakar menatap sososk itu dengan tatapan penuh ejekan, senyumannya yang lebar mencerminkan kebanggaannya atas penderitaan musuhnya. “Aku kira aku sudah menguburmu, orang tua!” Raja Iblis itu tertawa terbahak-bahak, suaranya bergema hingga ke setiap sudut medan pertempuran yang sunyi.

Sosok Lelaki tua itu keluar daripada bayangan puin puin reruntuhan bangunan Dan melangkah maju dengan langkah yang gemetar. Kelihatan seorang lelaki tua yang seangaran 50 an sedang berjalan mehampiri party pahlawan. Lelaki tua itu terus melangkah Dan setiap langkahnya terasa berat sekali. tubuhnya dipenuhi luka-luka serius yang mulai menginfeksi, darah mengalir di sepanjang tubuhnya. Wajahnya pucat dan matanya penuh kelelahan.

"Cain..." bisik Alden sambil melihat ke arahnya dengan air mata di pipi. Lelaki tua itu terus berjalan mehampiri Lyara Dan berhenti untuk berdiri tempat di samping Lyara sekarang. "Apakah kau bisa berdiri Lyara?" Kata Cain dengan muka pucat kerna terluka parah namun tenang. 

Langit yang penuh awan gelap tiba-tiba bergemuruh lebih keras saat Cain berdiri dengan tubuh yang hampir tak sanggup menopang dirinya sendiri. Napasnya berat, darah masih mengalir dari luka-luka di tubuhnya, namun matanya bersinar dengan tekad yang tak tergoyahkan.

Cain memandang Lyara yang sedang berlutut dengan tubuh gemetar, pedang suci masih dalam genggamannya. "Aku... Aku bisa... Paman Cain..." Kata Lyara sambil berusaha bangkit namun Lyara segera jatuh berlutut kembali ke tanah dengan kuat katika mengenggan erat Pedangnya ketika berusaha berdiri kembali.

"begitu..." kata Cain pelan sambil melihat ke arah Lyara yang jelas sudah tidak bisa bangkit berdiri lagi, suaranya hampir tenggelam oleh angin yang berembus kencang. Ia menoleh ke arah Malakar yang tertawa keras, lalu kembali menatap Lyara. "Sepertinya paman mu Masih punya 1 tugas terakhir yang perlu dia tuntaskan..." Cain mengengam tangan Lyara yang sekarang mengengam pedang sucinya.
"Lyara... Bisakah paman pinjam pedangmu?"

Lyara memandang Cain dengan air mata yang mulai membasahi pipinya. "Tapi paman... P-pedang ini hanya bisa digunakan oleh orang terpilih... Dan mana... Mana paman..."

"Paman tahu..." Kata Cain sambil  menggenggam pedang suci Lyara secara paksa, keajaiban terjadi—cahaya yang redup Dari pedang cahaya itu mula memancar dengan intensitas yang begitu besar hingga seluruh medan pertempuran tersinari oleh cahaya emas yang menembus gelapnya malam.

Tubuh Cain yang renta diselimuti oleh aura terang, membuatnya terlihat seperti matahari yang bersinar terang di dalam kegelapan.

Alden terperangah, matanya terbelalak. "Bagaimana ini...?"

Cain tersenyum lemah, mengangkat pedang itu ke langit. Malakar memperhatikan dengan tatapan bingung, yang segera berubah menjadi ejekan. "Hahaha! Jadi, manusia tua bangkak ini juga bisa mengunakan pedang mainan itu? Sungguh menggelikan!"

Cain tidak menjawab. Ia hanya menatap Malakar dengan tenang, lalu melangkah maju. Setiap langkahnya memancarkan energi yang semakin besar, hingga tanah yang diinjaknya mulai bersinar. "Tertawalah semau mu Malakar! Tetapi aku tidak akan berundur Dan menerima kematian aku Tampa bertarung!! Ini semua demi harapan dan dari jiwa-jiwa yang telah berkorban untuk melawanmu! Aku Cain akan menyeret mu bersamaku ke alam kematian!"

Cahaya yang memancar dari pedang itu semakin besar, melingkupi seluruh medan pertempuran. Semua anggota party pahlawan menatap dengan kagum dan takjub. Lyara memegang dadanya, hatinya berdegup keras melihat keajaiban yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

"Paman Cain..." bisik Lyara, air matanya mengalir tanpa henti.

Cain tersenyum kecil, lalu melesat dengan kecepatan yang tak terduga. Aura pedang sucinya membelah angin Dan cain langsung menuju Malakar yang berdiri dengan tangan terangkat, bersiap menghalau serangan itu. "Eclipse Oblivion!" teriak Malakar, menciptakan bola energi hitam yang begitu besar hingga langit terasa runtuh.

Namun, Cain tidak berhenti. Cahaya di pedangnya semakin terang Dan...

Terpotong!!

bola energi itu terbelah menjadi dua bahagian. Malakar menggeram, mencoba mengerahkan lebih banyak energi untuk melawan, tetapi pedang suci itu terus menerobos, memecahkan semua penghalang kegelapan.

"Ini untuk semuanya!" teriak Cain. Ia melompat tinggi, mengarahkan pedang langsung ke inti gelap di dada Malakar.

Dalam sekejap, waktu seolah melambat. Pedang itu menembus tubuh Malakar, menciptakan ledakan yang begitu besar hingga seluruh medan pertempuran terguncang. Cahaya emas dan hitam saling bertabrakan, memancarkan gelombang energi yang menghancurkan reruntuhan di sekitarnya.

"Ah... Jadi ini akhirnya..." bisik Cain, suaranya hampir tak terdengar. "Akhir Dari perjalanan aku sebagai seorang sword master..."

Tubuh Cain mulai bercahaya "padahal aku Masih ingin melihat Lyara tumbuh Dan membesar sebagai seorang pahlawan yang kuat..." perlahan Cain melebur menjadi bagian dari energi pedang suci. "Andai saja aku masih bisa hidup sedikit lebih lama untuk melihat cucuku berkembang...  pasti itu akan sangat menyenangkan..." Cahaya itu semakin terang hingga semua orang di medan pertempuran harus menutupi mata mereka.

Ketika akhirnya cahaya itu mereda, hanya ada keheningan. Tubuh Malakar tidak lagi terlihat, hanya menyisakan abu yang beterbangan di udara. Namun, Cain juga tidak ada di sana. Yang tersisa hanyalah pedang suci yang kini retak, tergeletak di tanah dengan cahaya yang telah padam.

Air mata Lyara membasahi tanah yang hangus. "Paman Cain..." bisiknya, suaranya pecah oleh tangis.

Alden, Tharos, dan anggota party lainnya  terdiam, sambil memedam rasa  kehilangan yang amat menyakitkan. Mereka telah menang namun dengan  harga yang mahal.

Langit perlahan kembali cerah, seolah memberikan penghormatan terakhir kepada Cain, seorang lelaki tua yang juga merupakan seorang paman kepada pahlawan bernama Lyara, yang akan di kenang sepanjang sejarah dunia.

harap kalian suka sama isi ceritanya soalnya aku akan gembira jika kalian juga menyukainya... (*>∆<*)

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience