Rate

Betrayed-1

Romance Series 376

?

Malam semakin dingin saat tetes demi tetes air dari langit turun membasahi bumi. Suara burung malam yang biasanya terdengar syahdu kini tergantikan suara guntur yang menggetarkan. Duduk diam sembari menunggu dengan coklat panas menjadi satu-satunya cara ampuh untuk menghangatkan diri dan terjaga hingga yang ditunggu-tunggu tiba.

Jam dinding berdetak pelan seirama dengan detak jantung yang berdetak saling bersahutan. Suara deru mobil yang mendekat membuat sebuah senyuman muncul di wajah putih itu. Dalam diam dirinya turun dari atas ranjang tanpa mau mengganggu malaikat kecilnya yang sedang terlelap dalam damai diantara gulungan-gulungan selimut dan bantal.

Di kegelapan yang remang-remang dirinya berjalan sembari mengawasi sekitar hingga kini di depannya kini sudah ada pintu yang pasti akan dilewati Aland, suaminya. Ia hanya perlu menunggu beberapa detik sebelum gagang pintu itu bergerak.

Tepat pada detik ke lima setelah dirinya berdiri di sana, gagang pintu itu bergerak pelan diikuti pintu yang terbuka menampakan seorang pria dalam keadaan basah karena tertimpa hujan di luar sana.

Mata pria itu nampak terperanggah kaget saat menemukan istrinya berdiri di balik pintu dengan senyum manis yang mengembang di bibirnya. Dirinya melirik pada jam tangannya yang menunjukan pukul 11 malam.

"Belum tidur? Udah malem loh." Aland berjalan mendekat, mengecup sekilas dahi Arshi lalu menghela Arshi ke kamar mereka.

Arshi menggelengkan kepalanya manja sebelum berucap, "dari tadi cuma tidur ayam-ayam," bohongnya.

Aland tersenyum mendengarnya, dirinya membuka pintu yang menghubungkan dengan kamar mereka lalu mendudukan Arshi di sofa yang berada di sebelah pintu. Dirinya lalu kembali berjalan mendekati ranjang, mencium sekilas buah hatinya kemudian membuka jas dan dasinya.

"Aku mau mandi dulu," ucapnya pada Arshi yang masih setia menyunggingkan senyum di bibirnya.

Arshi mengangguk sebagai jawaban, lalu membiarkan Aland memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah memastikan Aland masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri, Arshi berdiri dari duduknya, mengambil dasi juga jas yang Aland letakkan di atas ranjang lalu memindahkannya ke keranjang pakaian kotor yang ada di dekat pintu kamar mandi.

Dirinya sedikit mengernyit saat membaui bau aneh dari jas yang dipakai Aland, namun membiarkannya dan melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.

"Mama!"

Panggilan dari arah ranjang membuat Arshi segera menjatuhkan jas dan dasi yang dibawanya ke keranjang dan berjalan mendekat ke arah seorang bocah laki-laki yang duduk di ranjang sambil mengusap-usap matanya.

"Kenapa sayang?" tanyanya pelan sambil mengelus rambut berantakan anaknya.

"Ini di kamar Mama ya? Aku mau ke kamarku."

"Loh kenapa? Tadi katanya mau tidur sama Mama," goda Arshi sambil mencubit pelan pipi anaknya.

"Di sini dingin, enak di kamar aku," ucapnya sambil memeluk dirinya sendiri dengan ekspresi kekanak-kanakannya.

"Di kamar kamu kan ada penghangatnya. Di kamar mama penghangatnya cuma pelukan Mama." Arshi terkekeh mengulangi kalimatnya dalam hati sambil memeluk Erland yang ada di hadapannya.

Cklek

Pintu kamar mandi terbuka menampakkan Aland dengan handuk yang membalut tubuh bagian bawahnya dan rambut basah yang menetes-netes di lantai.

"Ayah, kata Mama kalau rambutnya basah di keringin dulu, nanti kalau netes-netes di lantai, lantainnya bisa licin!" Teguran dari anaknya itu membuat Aland memutar arah pandangnya dan tersenyum merasa bersalah.

"Yah, Ayah lupa. Kalau gitu Ayah mau masuk lagi terus ngeringin rambut dulu." Aland membalikan tubuhnya hendak masuk ke kamar mandi lagi sebelum teguran kedua dari anaknya membuatnya terkekeh.

"Udah terlanjur basah lantainya Ayah!"

"Udah Erland, jangan gangguin ayah kamu terus, katanya mau balik ke kamar kamu?" teguran dari Arshi membuat Erland segera menutup mulutnya dan berlari keluar kamar meninggalkan dua insan yang kini saling bertatapan dan melemparkan senyum penuh makna masing-masing.

"Berapa?" tanya Aland sambil mengambil sebuah handuk lain yang tergantung di sebelah lemari

"Apanya?" tanya Arshi balik tak paham dengan pertanyaan Aland.

"Umur Aland, 5 atau 6?"

"5 bulan depan udah 6 tahun. Kenapa emangnya kamu tanya itu? Kamu gak inget umur anakmu sendiri?" Arshi menyipitkan mata curiga ke arah Aland yang sudah memakai bajunya.

"Bukan gitu sayang, aku kadang-kadang lupa umur Erland itu 5 atau 6 tahun." Aland berjalan mendekati Arshi dan duduk di sebelah Arshi lalu menarik tubuh Arshi agar bersandar padanya.

"Tahun pelajaran baru besok aku mau masukin Erland ke sekolah."

Kalimat yang keluar dari bibir Aland membuat Arshi langsung mendongakkan kepalanya.

"Jangan di sekolah kamu!" ucapnya membuat Aland menaikan sebelah alisnya.

"Aku gak mau Erland jadi kaya Arshan."

Arshi teringat dengan Arshan, adik Aland yang merupakan teman sekalasnya waktu SMA. Tak tau aturan, suka membantah, dan tak punya sopan santun. Itu adalah beberapa gelar yang selalu Arshan sandang saat masa sekolahnya.

Dia selalu membawa-bawa nama keluarganya saat terlibat masalah dengan teman dan guru. Selalu mengancam siapapun yang mencari masalah dengannya. Dikeluarkan dari sekolah dan dipecat menjadi ancaman yang paling ditakuti oleh anak-anak dan guru-guru dengan keimanan rendah.

Arshi tak mau anaknya menjadi seperti itu karena bersekolah di sekolah milik keluarganya. Arshi tak mau membuat Arshan kedua di kehidupannya.

"Hei!" guncangan pelan di bahunya membuat Arshi mengerjap dan menyadari bahwa dirinya mulai melamun lagi.

Dirinya menatap Aland penuh harap semoga Erland tidak di sekolahkan di salah satu yayasan miliknya.

Aland yang tau akan tatapan itu tersenyum dan menjatuhkan dirinya juga Arshi di ranjang abu-abu miliknya.

"Masih ada beberapa bulan lagi sebelum tahun ajaran baru. Kita pikirin nanti oke? Ini udah malem. Tidur!" Dengan kakinya, Aland mengambil selimut yang menggumpal di bawah sana lalu menyelimuti dirinya juga Arshi yang sudah bergelung nyaman di pelukannya.

***

Bau harum dari dapur membuat Aland yang sedang menikmati kopi hangatnya juga korannya di minggu pagi langsung memutuskan untuk berhenti membaca dan memasuki ruang makan. Di sana sudah ada Erland yang duduk di kursi tinggi sambil memukul-mukul meja dengan sendok dan garpunya seolah itu adalah stik untuk memainkan drum.

Arshi masih sibuk dengan nasi goreng juga cumi gorengnya tak terlalu meributkan Erland yang membuat kebisingan di ruang makan. Berbeda dengan Aland yang langsung memelototkan matanya berusaha menakut-nakuti anaknya agar diam. Tapi, bukannya berhenti melakukan kegiatannya, Erland justru tertawa senang melihat wajah ayahnya dan semakin keras memukul-mukul meja itu.

"Ayah gak cocok kalau melotot-melotot kaya gitu!" Seruan Erland membuat Aland menggaruk pelipisnya dan mengubah raut wajahnya seperti biasa lalu duduk di sebelah Erland yang masih setia dengan akat musik abal-abalnya.

"Dari kecil aja sifatnya udah kaya ayahnya," gumaman lirih itu ternyata sampai ke pendengaran Aland membuat Aland mengernyitkan dahinya.

"Kenapa?"

"Ehm?" Arshi membalikan tubuhnya lalu berjalan mendekat dengan 2 piring nasi goreng di tangannya. "Engga apa-apa," ucapnya sembil megulurkan nasi goreng di kedua tangannya.

"Pendengaranku masih berfungsi." Aland tersenyum jail yang tak dipedulikan Arshi. Dirinya lebih memilih untuk kembali ke meja dapur dan mengambil nasi gorengnya dan sepiring cumi goreng.

"Mama, aku mau cuminya!" teriakan Erland membuat Arshi mempercepat langkahnya dan memberikan sepiring cumi itu pada Erland.

"Nanti siang kamu kosong?" tanya Aland sambil memperhatikan ponselnya dan sesekali menyuapkan makanan ke mulutnya.

"Aku kosong terus Aland!" Arshi memutar bola matanya malas dan menyuapkan sebuah cumi goreng ke mulut Erland.

Aland tersenyum dan meletakan ponselnya lalu berdiri untuk mengecup dahi Arshi dan Erland bergantian. "Ayah mau pergi sebentar, kalian siap-siap nanti siang setelah Ayah pulang kita pergi. Oke?" ucapnya sambil berlari menuju kamar dan tak lama keluar dengan celana jeans panjang dan hoodie abu-abu.

"Ayah, beliin coklat!" Teriakan Erland dihadiahi dengan acungan jempol dari Aland yang sudah hampir keluar rumah.

***

Aland mengenakan kaca mata hitamnya dan menutup kepalanya dengan hoodie yang dia kenakan. Saat dilihatnya wajahnya sudah tersamarkan di balik gelapnya kaca mata, Aland turun dari mobil sambil menenteng paperbag berwarna coklat lalu berjalan sembari menundukan kepalanya melewati loby rumah sakit yang tak terlalu terkenal di kota ini.

Lorong demi lorong ia lewati tanpa dicurigai siapapun. Hingga kini dirinya berdiri di depan sebuah ruangan dengan nama seseorang tersemat di pintunya. Tanpa menunggu lama, dirinya segera membuka pintu itu dan menemukan seorang wanita yang tengah menggendong seorang bayi di pelukannya.

Wanita itu tampak kaget sebelum akhirnya senyum manis keluar dari bibirnya. Dengan pelan dirinya meletakan bayi yang digendongnya ke dalam box bayi yang ada di sebwlah kiri ranjang rumah sakitnya.

"Aku membawakan sarapan untukmu," ucap Aland dingin lalu meletakan paperbag yang dibawanya ke atas nakas.

Dirinya berjalan mendekati box bayi dan menatap bayi mungil yang tampak lelap dalam tidurnya.

"Dia tampan sekali, sama seperti mu," kalimat yang keluar dari bibir wanita itu membuat perhatian Aland teralihkan. Dirinya menatap wanita itu masih dengan tatapan dinginnya.

"Jangan lampaui batasanmu Adrila!" Aland mendesis.

Wanita itu  mengendikan bahunya tampak tak peduli. "Memang itu kenyataannya."

"Oh ya, aku sudah diperbolehkan pulang pagi ini."

Kalimat itu membuat dahi Aland mengernyit.

"Lalu?"

"Tolong urus semua pembayarannya. Ambil uangnya dari rekeningku. Kau masih ingatkan?" Adrila menatap Aland menunjakan bahwa dirinya  tengah bertanya.

Aland menghela napas berat namun tak urung keluar untuk memenuhi semua administrasinya. Dirinya sama sekali tak menyentuh uang yang dimaksud wanita itu. Semua pembayaran dirinya ambil dari uang pribadinya.

Selesai dengan pembayaran-pembayaran itu, Aland kembali ke kamar wanita itu. Kini wanita itu sudah mengenakan dress selutut dan duduk di kursi roda dengan seorang suster yang tengah membantunya membereskan barang-barang.

"Kau harus mengantarku pulang!"

***

"Ma, Ayah kok belum pulang? Katanya kita bakal jalan-jalan." Seruan dari Erland yang tengah menendang-nedang bola membuat Arshi mengalihkan perhatiannya padanya.

Jam sudah memperlihatkan pukul 1 siang dan Aland belum menampakkan batang hidungnya. Erland yang sedari tadi tidak sabar untuk pergi sudah menyiapkan diri sejak pukul 11 tadi. Bahkan dirinya terus bertanya tentang coklat yang membuat Arshi terpaksa untuk pergi ke toko dan membelikan Erland sebantang coklat.

"Mungkin kerjaan Ayah belum selesai. Yuk masuk aja. Kita makan siang!" Arshi berjalan mendekat ke arah Erland dan menghela anaknya itu menuju ruang makan.

"Aku mau nunggu Ayah dulu baru makan!" serunya sambil menjauh dari Arshi dan menjulurkan lidahnya membuat Arshi menghela napas pasrah.

Arshi merogoh saku celananya dan mengetikkan pesan untuk dikirim kepada Aland yang sejak tadi belum memberi kabar.

Arshila_
Land, anak kamu nyariin kamu terus.
Kamu juga udah buat janji tapi kamu malah gak pulang-pulang. Erland belum mau makan kalau kamu belum pulang.

Arshila_
Jangan buat janji janji kalau gak bisa menuhi:)

Arshi dengan cepat mengirim pesan itu dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam sakunya dan berlari mengejar Erland yang berlari menuju taman belakang.

***

Aland tersentak kaget saat membaca pesan yang dikirimkan Arshi. Dirinya segera melirik pada jam yang melingkar di pergelangkan tangannya dan segera membating kepalanya pada stir di depannya.

"Astaga!"

Aland memperhatikan sekitar dan menyadari bahwa dirinya ada di dalam mobil. Dan seketika dirinya teringat bahwa dirinya terlalu sibuk menata semua barang yang ada di rumah wanita tadi hingga kelelahan dan akhirnya tertidur di dalam mobil yang berhenti di dekat taman.

"Argh!" Aland memukul setir di depannya lalu mulai menghidupkan mesin mobilnya. Dengan kecepatan yang cukup tinggi Aland segera melajukan mobilnya membelah keramaian di kota.

Butuh sekitar setengah jam perjalanan sebelum akhirnya ia akan sampai di pusat kota. Rumah sakit juga rumah wanita yang ia datangi itu cukup jauh dari pusat kota bahkan bisa dikatakan pinggiran.

Setengah jam yang harus ia tempuh terasa sangat lama dari biasanya. Dirinya terus saja melirik jarum jam di tangannya yang terasa berputar semakin cepat.

Tepat saat mobilnya berhenti di depan rumahnya, Arshi keluar dari rumah dengan wajah kecewanya.  Aland yang melihat itu segera turun dari mobil dan mendekati istrinya itu.

"Kamu talat 2 jam. Erland udah tidur di kamarnya," ucap Arshi dengan senyum tipis yang membuat Aland semakin merasa bersalah.

Aland berjalan mendekat dan menatap mata Arshi yang mendongakan kepalanya. "Maaf tadi aku terlalu sibuk sampai lupa," ucap Aland sembil menangkup kedua pipi Arshi dengan tangannya.

"Kamu harusnya minta maaf sama Erland, bukan sama aku." Kini tangan Arshi yang bergerak untuk mengelus tangan Aland yang ada di wajahnya. Wajahnya menyiratkan kekecewaan walau senyum tipis terus tersungging di bibirnya.

"Masuk dulu yuk, aku udah buat makan siang buat kamu."

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience