Rate

BAB 3

Drama Completed 375

Oik’s POV
Aku yang terpejam dan terkulai lemas di atas ranjang berseprei putih itu seperti mendengar sesuatu yang membawaku untuk membuka mata yang terkatup ini.
Perlahan, aku berusaha untuk membuka mataku. Pelan untuk melihat seberkas cahaya di balik kelopak mataku. Memang susah payah sampai aku boleh melihat mata sahabat yang berlinang air mata. Aku membalas genggaman Revan .
“Kka, jangan menangis boleh aku. Aku tak ingin ditangisi. Jangan buang buliran bening di matamu itu. Simpanlah untuk orang yang lebih pantas.” ucapku menghiburnya.
“Seharusnya bukan kamu yang menghiburku. Seharusnya aku yang menghiburmu dan menyemangatimu untuk hal ini.”
“Maaf aku telah menyembunyikan semua ini darimu. Maaf… aku hanya tak ingin kamu bimbang dan membebani hidupmu dengan segala permasalahan dan persoalan tentangku.’’
“Ssttt…” Revan meletakkan telunjuknya di depan bibirku. “Kamu tak boleh berkata seperti itu. Aku tak merasa terbebani olehmu. Seharusnya… kau katakan itu dari dulu jadi, aku boleh menjagamu. Tapi mau berbuat apa lagi. Nasi sudah berubah jadi bubur dan tidak dapat menjadi nasi lagi.”
“Sekali lagi maafkan aku, aku bukan sahabat terbaik untukmu. Maaf. Tapi aku sudah lelah menjalani semua ini.”
“Kamu tetap menjadi yang terbaik untukku. Selamanya dari awal hingga akhir hidupku.”
Aku hanya tersenyum. Aku sudah tak mampu menahan semua ini. Aku sudah cukup lelah… lelah…
Perlahan aku menutup kelopak mataku untuk terakhir kalinya dan hari ini tepat tanggal 14 Februari. Aku mengakhiri semuanya semua tentangnya dan tentang cinta. Cinta yang terpendam dan aku tak akan pernah mendapat bulan yang penuh cinta itu.

AUTHOR’s POV
Revan berjongkok di depan gundukan tanah basah yang bertabur bunga setaman. Ia mengelus elus sebuah nisan yang tertulis nama Oik Safena. Ia masih belum boleh melepas kepergian Oik

Revan merasakan tebukan tangan yang mendarat di bahunya. Ia menoleh kepada si pemberi tepukan.
“Kka, ikhlaskan Oik. Kalau kau terus seperti ini dia tidak akan tenang.”
“Aku masih belum boleh melupakannya, Cha. Kenapa dia pergi begitu cepat? Saat aku sebelumnya telah menghilang begitu saja.” Onucha merogoh dalam tasnya mengambil sebuah kertas berbentuk hati.
“Kka, aku nemu ini di kelas sebelum Oik dibawa ke rumah sakit. Bukalah.” Revan menerima surat itu dan membukanya lalu membacanya.

Dear, Revan …
Aku masih tak yakin jika surat ini sampai di tanganmu. Aku sudah begitu lelah. Sudah begitu lama aku memendam semua ini hingga aku berhasil menutup rapat dan tak ada orang yang tau selain aku dan tuhan.

Perasaan yang sangat menyiksa hidupku. Mungkin memang aku berharap terlalu tinggi dengan kondisiku yang seperti ini. Hanya 2 kata yang aku pendam selama ini dan ingin aku ucapkan untuk terakhir kali “AKU MENCINTAIMU” Aku tak berharap kau membalas cintaku ini. Aku sudah lega jika kata-kata itu sudah tertuliskan saat aku tak mampu mengucapkannya. Sudah tak ada beban lagi yang ada di hidupku tak ada rahasia lagi antara aku dan kamu.

Untuk terakhir kalinya aku ucapkan selamat tinggal. Maafkan aku. Aku sudah tak punya banyak waktu lagi. Terima kasih kau telah menghiasi hidupku selama ini. Terimakasih kau telah mengenalkan cinta padaku walau akhirnya aku tak dapat mmilikimu. Aku hanya mampu berada di sampingmu. Semoga kamu dapat menemukan bintang yang bersinar seterang milikmu. Aku yakin kau pasti menemukannya. Percayalah

Love
Oik Safena

Revan menutup kertas itu dan kembali memandang batu nisan Oik dan mengelusnya lembut.

“Aku sudah menemukan bintang itu dan ternyata bintang itu selalu di sampingku dan menemaniku. That star is you, Oik”

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience