Rate

Pertemuan

Romance Series 509

Sekelompok anak laki-laki yang menggunakan seragam putih abu-abu tengah mengerumuni seseorang yang berdiri di tengah-tengah mereka. Bagas Prabaswara Rahagi name tag di seragam anak laki-laki itu. Terpapat tujuh orang yang sedang mengeruminya, namun tak membuat nyali seorang Bagas menciut.

"Cih! Jadi lo beraninya keroyokan?" Desis Bagas sambil memperhatikan mereka satu persatu.

"Selama gue bisa menghancurkan lo, gue akan lakuin apapun!"

"Nyali lu kaya cewek, sukanya main keroyokan!"

"Serang!!!" Salah satu dari mereka langsung berteriak membuat teman-temannya pun menyerang Bagas. Bagas menghidar saat tinjuan dilayangkan ke arahnya. Bagas pentolan SMA Setia Budi, tak kenal takut ia juga seorang ketua gangster. Sebenarnya Bagas bisa meminta tolong kepada teman-temannya namun hal seperti ini sangat kecil baginya. Lawan Bagas satu persatu sudah tersungkur ke tanah. Tinggal Dipta rival Bagas, cowok itu tak akan pernah menyerah untuk menghacurkan Bagas.

"Lo masih belum nyerah? Anak buah lo sudah pada bonyok." Bagas menyeringai. Membuat Dipta semakin tersulut emosi.

"Brengsek!" Dipta langsung menyerah Bagas dengan sisa tenaganya. Bagas tak bisa memandang remeh Dipta, karena Dipta pernah menang di kejuaraan Taekwondo sebelum Bagas mengalahkan dirinya.

Dipta sudah mulai lelah, membuat kesempatan Bagas untuk membalas pukulan Dipta. Dalam sekali tinjuan Dipta sudah tersungkur ke tanah. Bagas menyeringai puas.

"Lo bukan tandingan gue! Mending lo balik, kasian nyokap lo nyariin." Bagas berucap datar, membuat Dipta semakin emosi. Bagas tau Dipta akan semakin emosi jika membahas tentang keluarganya.

Bagas beranjak dari sana meninggalkan Dipta," gue akan balas perbuatan lo." Hanya sebuah kesalahpahaman yang membuat mereka menjadi rival sampai saat ini.

Bagas berjalan ke arah halte, ia meninggalkan motornya di rumah Dika sahabatnya. Bagas membungkus kepalanya dengan Hoddie hitam karena ia tidak suka menjadi pusat perhatian di tempat umum. Tak membutuhkan waktu lama Bus pun datang, Bagas masuk ke dalam dan berdiri di samping  seorang gadis yang berseragam sama seperti dirinya. Bagas hanya memperhatikan sekilas, lalu ia memejamkan matanya.

Davina Grezelle Ayudia, gadis bersurai hitam pekat ini baru saja pulang sekolah. Saat ini ia sedang berada di dalam Bus. Ia sempat melirik ke arah pria yang berada di samping kanannya.

"Bagaimana bisa ia tertidur sambil berdiri seperti ini?" gumamnya pelan namun pria yang berada di sampingnya masih bisa mendengar. Keadaan Bus saat itu sangat rame, semua orang berdesak-desakan. Sampai Vina merasakan seseorang dari arah kiri belakangnya mencoba merangkul bahu Vina. Vina yang merasa takut pun bergeser ke arah pria yang tertidur itu.

Pria yang berada di belakang Vina semakin berani tangannya sudah bertenger manis di bahu mungil Vina. Bagas yang merasa terganggu pun membuka matanya dan tatapan mereka bertemu. Vina sempat tertegun sesaat, ia tenggelam dalam mata tajam milik Bagas sampai suara deheman Bagas membuyarkan lamunannya. Vina memang wajah seperti minta tolong, seharusnya Vina takut pada Bagas karena penampilan Bagas lebih mengerikan tapi entah kenapa hati kecilnya mencoba untuk percaya bahwa Bagas bisa menolongnya.

Bagas melihat ke arah tangan pria yang merangkul Vina, "Lo mau tangan Lo patah atau lepasin cewek gue?" Bagas langsung berucap membuat pria di belakang Vina menjauhkan tangannya. Bagas menarik Vina agar berdiri di depan Bagas, seolah melindungi Vina dari siapapun. Punggung Vina menempel di dada Bagas membuat detak jatung Vina berpacu lebih cepat. Untung saja ada tas Vina yang mengahalangi mereka jika tidak Vina sudah pasti malu akan hal itu.

Tak beberapa lama halte berikutnya pun sampai, Vina turun dari Bus di ikuti oleh Bagas. Ternyata arah tujuan mereka tak jauh. Vina berjalan lebih dulu di depan Bagas, detak jantungnya semakin tidak karuan. Setelah cukup lama berjalan dan tanpa ada percakapan Vina mencoba memberanikan dirinya.

Vina mencoba menetralkan detak jatungnya terlebih dahulu, lagi pula ia belum mengatakan terima kasih kepada Bagas karena telah menolongnya. Vina membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Bagas. Bagas yang melihat itu pun langsung berhenti berjalan.

"Hmm ... terima kasih. Tadi kamu sudah nolongin aku." Vina berucap sambil menundukkan kepalanya karena ia tidak siap harus bertatapan langsung dengan Bagas.

"Iya." Walaupun singkat suara berat Bagas sanggup membuat kaki Vina seperti yelly. Bagas berjalan mendahului Vina dan beberapa saat Vina berbalik sosok Bagas sudah menghilang dari padangannya. Vina terkejut, "Dimana dia? Kenapa cepat sekali? Apa jangan-jangan dia hantu? Tapi mana mungkin cowok tampan seperti dia hantu?" Bulu kudu Vina meremang, dan ia baru sadar jika hari sudah senja dan malam jumat. Vina langsung berlari masuk ke dalam komplek perumahannya tanpa menghiraukan panggilan dari satpan di tempatnya.

Saat rumahnya mulai terlihat, Vina memlerlambat larinya. Peluh keringat sudah membajiri keningnya. Vina memperhatikan sekelilingnya banyak tetangganya yang sedang berada di depan rumah masing-masing.

"Loh Neng Vina kenapa kaya gini? Kaya habis liat setan aja, Neng?" tanya salah satu penjual seblak langganan Vina.

"Hah! Memang habis liat setan, Mang. Tapi setan yang ini ganteng," ucap Vina sambil mengantur nafasnya yang masih tak beraturan.

Mang seblak hanya menggelengkan kepalanya, "Mana ada Neng, setan sore-sore gini sudah gentayangan."

"Ishh Mamang gak tau aja sih. Dah Vina pulang dulu, hari ini seblaknya libur dulu." Vina berjalan dengan lelah ke arah rumahnya.

"Assallamualaikum, Bunda. Vina pulang."

"Wa'allaikum sallam, sudah pulang Nak? Loh kok kamu berantakan gini? Baju kucel, penuh keringet. Kamu dari mana?"

"Nanti aja Bun tanyanya. Vina mau kekamar, mau mandi gerah banget ini."

"Ya sudah kamu mandi, jangan lupa sholat. Nanti baru turun kita makan sama-sama."

"Ayah hari ini sudah pulang, Bunda?"

"Iya sayang. Kak Nirmala sama Bang Adit juga sudah pulang dari liburan mereka."

"Bang Adit pulang, Bun? Horeeee, pasti banyak bawa oleh-oleh untuk Vina. Ya sudah Bun, Vina kekamar dulu." Vina berlari ke arah kamarnya, lalu ia mejatuhkan dirinya di atas kasur. Kakinya sungguh sakit karena berlari tadi, namun senyuman manisnya tak luntur setiap kali mengingat cowok misterius itu.

Tbc ....

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience