18

Romance Series 965

Hany tidak pernah tahu mengobrol dengan seseorang yang juga menyukai orang yang sama dengannya bisa menjadi sangat menyenangkan. Mereka selalu mendapat topik obrolan menarik, bisa tertawa bersama, bahkan juga mengerti perasaan masing-masing. Hany sangat senang karena kemarin sudah mengajak Ana main ke rumah.

Lain kali dia pasti mengajak Ana ke rumah lagi, atau Hany yang gantian main ke rumah Ana. Yang mana saja boleh, Hany senang karena ada teman yang mau mendengar isi hatinya.

Mungkin Hany harus berterima kasih pada Ilham karena sudah memiliki pacar yang begitu menarik.

"Aw," Hany meringis saat tangannya secara paksa ditarik oleh seseorang dengan kasar.

Nabila yang menjadi pelaku penarikan menatap Hany dengan kesal, "Gue udah peringatin lo ya! Jadi berhenti kecentilan di depan Arka."

Dengan bingung Hany mengerutkan dahinya. Dia kan baru sampai sekolah, bertemu dengan Arka juga belum, tapi kenapa sudah dilabrak? "Gue nggak kecentilan kok."

"Emang lo pikir gue nggak tahu semua yang udah lo lakukan? Pergi ke cafe setelah pulang sekolah, sok melakukan dinner bareng, bahkan di sekolah lo juga terus nempel ke Arka tanpa malu."

Banyak ternyata ya yang sudah dilakukan? Tapi Hany tidak mengharapkan semua itu terjadi, kenapa dia terus yang disalahkan sih? Apa tidak bisa Arka yang gantian disalahkan juga? "Bukannya lo bilang mau jauhin gue dari Arka? Jadi seharusnya lo tuh bersama dengan Arka terus saat di sekolah ataupun di luar sekolah."

Nabila terlihat semakin marah, "Lo tuh ya-"

"Hany!!"

Hany dan Nabila sama-sama dibuat terkejut mendengar panggilan itu. Secara kompak mereka melihat ke arah pemilik suara, Ilham.

Nabila langsung menjauh dari Hany agar Ilham tidak mengetahui kejadian barusan. Sedangkan Hany malah merasakan firasat buruk. Ilham yang terlihat marah memang sebuah pertanda buruk.

Ilham menghentikan langkahnya saat sudah di hadapan Hany, ekspresinya terlihat kesal, "Kemarin lo melakukan apa ke Ana sih?"

Hany kemarin hanya melakukan makeover pada Ana lalu mengirimkan banyak foto dan video pada Ilham, "Mendandaninya biar lo makin suka dia."

Ilham meletakkan tangan kanannya di dekat wajah Hany, mengunci gadis ini agar tidak kabur ke mana pun, "Jangan melakukan yang aneh-aneh."

Urghhh... Hany melirik ke arah lain karena merasa sedikit takut mendengar nada rendah yang dipakai Ilham saat bicara, "Ana nggak protes kok, tapi kenapa Ilham yang malah marah?"

Tangan Ilham mencubit pipi kiri Hany sejenak, "Dia terlalu manis, gue jadi pengen peluk tahu. Lo harus tanggung jawab."

"Kayaknya kebalik deh, Il."

Ilham menjauh dari Hany kemudian mengusap wajahnya dengan frustasi, "Kenapa lo harus menembus batas kesabaran gue sih, Han?"

Hany menepuk kepala Ilham beberapa kali, sadar yang telah membuat kesalahan adalah dirinya sendiri, "Maaf, gue nggak bermaksud. Dan walau gue udah menghindari mengatakan kalimat itu, tapi Ilham malah mengatakan sendiri."

Ilham cukup sensitif dengan kata 'tanggung jawab'. Mungkin Hany sudah sedikit berlebihan sampai kata itu diucapkan sendiri oleh Ilham.

Dan lagi seharusnya kata itu lebih cocok dikatakan oleh cewek ke cowok, bukan malah terbalik.

"Apa yang sedang kalian lakukan?"

Hany menghentikan mengusap kepala Ilham untuk menatap ke arah orang yang kini sudah ikut berdiri di dekat mereka, Arka.

"Arka."

Arka menatap Nabila yang menyapanya kemudian kembali menatap Hany dan Ilham yang masih dalam posisi yang sungguh membuat curiga.

"Mulai besok akan gue buatin lagi lo kue, kalau perlu setiap hari," tanpa peduli dengan kehadiran Arka, Ilham kembali menatap Hany sambil menyeringai puas.

Hany terperangah mendengar ancaman tidak biasa yang dilakukan, "Kenapa harus melakukan balas dendam yang manis begitu? Dan gue bukan pacar lo, jadi sana lakukan pada Ana aja."

"Gue udah sering kasih Ana kue kok."

"Mustahil."

"Kenapa lo nggak percaya?"

Karena tubuh Ana lebih kurus dibanding Hany, mana mungkin dia sudah dulu diberikan banyak kue oleh Ilham, "Dia pasti udah gemuk jika lo keseringan kasih kue apapun jenisnya."

"Maaf menyela, tapi yang gue khawatirkan adalah lo membuat Ana dan Hany terkena diabetes, Il," ujar Arka yang masuk dalam pembicaraan.

Ilham mengalihkan pandangannya ke Arka sejenak sebelum kembali menatap Hany, "Gue udah mengurangi memberi banyak gula untuk mencegah diabetes, dan Ana bukan tipe yang mudah gemuk walau ngakunya makan tiga hari sekali plus makan kue buatan gue juga."

Hany ternganga, ini serius? Kok bisa sih Ana lebih langsung meski mempunyai jam makan lebih banyak dibanding dirinya? Apa rahasianya? Hany juga mau begitu, "Mintain resep dietnya."

"Nggak ada. Dan niat gue untuk kasih lo kue nggak berubah. Setimpal kan dengan perang batin yang gue rasakan gara-gara foto yang lo kirim?"

Memangnya Hany peduli dengan dilema yang dirasakan Ilham hanya karena foto Ana? Dia jauh lebih peduli dengan berat badannya tahu! "Kalau gue sampai gemuk lagi, lo harus tanggung jawab, Il. Tanggung jawab!"

Ilham mengambil jarak untuk menjauhi Hany, "Gue nggak bisa nikahin lo, Han."

Ini ke tiga kali Ilham melakukan penolakan. Hany memutar bola matanya dengan malas, lama-lama dia kebal ditolak berkali-kali, "Siapa juga yang mau punya suami yang cuma buat gue gemuk doang? Yaudah, lebih baik kita ke kelas sebelum bel masuk berbunyi."

Mencoba mengabaikan kehadiran Arka dan Nabila, Hany menarik Ilham pergi untuk menaiki tangga menuju kelas yang berada di lantai dua.

"Gue nggak ngerti dengan mereka deh," gumam Arka sambil menatap kepergian dua orang itu yang sukses mengabaikan keberadaannya.

"Gue lebih senang jika tuh cewek dekat dengan Ilham daripada lo, Ka."

Mata Arka beralih menatap Nabila yang sekarang sedang memegang ponsel untuk memposting sesuatu di grup Fac sekolah.

'Ternyata Ilham bisa marah juga. Dan dia mau kasih kue buat Hany setiap hari, gw iri'

"Ilham marah?" Arka membaca hasil ketikan Nabila dengan pandangan tidak percaya.

Nabila mengangguk, "Dia tadi mojokin Hany sambil memprotes sesuatu mengenai Ana. Gue terlalu terpaku sampai lupa ngambil fotonya."

Baru-baru ini Arka malas melihat Ilham diberitakan di grup sekolah, dia merasa kalah populer. Tapi untuk yang satu ini, Arka benar-benar merasa penasaran dan ingin lihat, "Ngomong-ngomong, lo suka kue buatan Ilham? Seharusnya kan lo suka dengan gue."

Nabila menatap Arka dengan mata berbinar senang, "Lo cemburu?"

"Gue nggak suka harus disamakan dengan Ilham."

"Tenang aja, jika ada pilihan harus makan kue buatan Ilham atau kencan dengan Arka. Gue lebih milih kencan dengan lo kok."

Arka mengelus kepala Nabila karena merasa sedikit puas, "Makasih udah selalu menjadikan gue nomor satu."

Dengan senang Nabila mengikuti langkah Arka yang langsung pergi setelah mengelus kepalanya, "Jadi Arka setuju nanti kita kencan?"

Kesimpulan macam apa ini? Arka hanya merasa jengkel karena tidak pernah menjadi nomor satu dalam hal apapun, dia hanya merasa puas karena masih bisa menjadi nomor satu untuk seseorang, "Gue nggak mau."

•

Hany menghela napas dengan jengah, "Kenapa lo harus ngikutin gue ke kantin sih, Ka? Gue capek menghadapi Nabila."

"Dia nggak bakal ngerjain lo lagi kok."

Apanya? Tadi pagi saja Nabila sudah berniat melabrak, dan penyebabnya tentu karena Arka dengan egois terus mendekati, "Kenapa lo dan Nabila nggak pacaran aja sih? Dia kan sangat, terlalu mencintai lo."

Arka memperhatikan seisi kantin seolah sedang memastikan keberadaan Nabila, "Dia teman gue sejak kecil. Karena terlalu sering bersama, gue malah nggak bisa suka dia. Dan sejak dia semakin berlebihan menunjukkan rasa suka, gue makin malas menghadapinya."

"Lo ternyata tipe yang cepat bosan ya? Kalau begitu cepatlah merasa bosan mendekati gue, gue pengen menjalani masa SMA dengan tenang."

Seolah merasa lucu dengan yang Hany katakan, Arka tertawa, "Kalau tenang nanti jadinya malah monoton dong? Gue akan buat masa SMA lo penuh warna."

Bewarna apanya? Keberadaan Arka hanya membuat Hany merasa lelah, "Gue udah terlanjur malas sama lo, Ka. Dan kenapa lo dengan seenaknya mentraktir gue segala? Lo pengen kayak Ilham yang mau buat gue gemuk lagi?"

Tadi saat masuk kantin, Arka langsung memesan dua piring nasi goreng tanpa persetujuan dari Hany. Sekarang mau tidak mau Hany harus memakan nasi goreng ini agar tidak mubajir.

"Gue cuma nggak mau lo kelaparan. Lagian nggak perlu diet segala, lo udah cantik kok."

Hany menatap Arka yang sedang tersenyum dengan pandangan aneh, "Ka, gue serius, cepet deh ketemu Ilham dan bertanya padanya. Gue benar-benar pernah gemuk tahu, dan gue nggak mau punya berat badan seperti dulu lagi."

= bersambung =

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience