Bab 1

Romance Series 4332

Kelas X IPA Satu hari ini sedang melakukan jadwal pelajaran olah raga di halaman khusus untuk aktifitas sport.

Seorang gadis yang bernama Nora sedang asyik bermain basket dengan beberapa temannya. Meski tinggi badannya hanya 154cm namun dirinya cukup bagus melakukan aktifitas olah raga tersebut.

Tidak ada guru yang mendampingi karena memang hari ini adalah jadual di mana para guru sedang melakukan rapat. Dan semua kelas akhirnya hanya di berikan tugas sesuai jadual mata pelajaran yang sedang berlangsung.

Untuk kelas X IPA Satu, beberapa di antaranya memang ada yang tidak menyukai olah raga. Ada yang memilih bersantai dan mengobrol dengan teman lainnya. Juga ada pula yang memilih untuk tetap asyik bermain ponsel sambil sesekali memperhatikan temannya sedang bermain basket.

"Nora! Lempar sini bolanya!" seru salah seorang teman yang turut bermain bersamanya.

Menuruti permintaan temannya itu, akhirnya Nora melempar bola itu. Sebagai perempuan yang memiliki tinggi badan yang tidak cukup ideal seperti teman pe-basket lainnya, namun itu tidak mengurangi rasa percaya diri Nora. Justru dirinya semakin tertantang dengan kenyataan itu.

Namun siapa sangka, bola yang dilempar oleh Nora justru tidak berhasil ditangkap oleh temannya. Sehingga benda bundar itu melayang bebas dan menghantam tangan seorang siswi dan mengakibatkan ponsel miliknya jatuh hingga pecah berserakan.

Tersadar akan hal buruk sedang terjadi karena dirinya, Nora berlari menghampiri si primadona junior di sekolahan elit ini.

"Maaf, Tasya. Aku tidak sengaja," lirih Nora sambil turut berjongkok di hadapan temannya yang bernama Tasya. Menatap nanar wajah teman satu kelasnya yang saat ini sedang shock karena ponsel lambang apel dengan tiga kamera di belakang miliknya pecah.

Sedangkan Tasya tidak langsung menjawab karena masik terkejut melihat gawai mewah miliknya berakhir dengan sangat menyedihkan. Terkena bola basket hingga jatuh dan beberapa bagian terpisah dan berserakan.
Melirik kesal ke arah Nora, Tasya akhirnya memilih untuk membuka suara.

"Iya, gue maafin. Tapi lo tetap harus ganti rugi," jawab Tasya dengan smirk kejamnya.

"A-apa? Tapi bagaimana bisa aku mengganti ponsel kamu yang harganya pasti sangat mahal," sahut Nora dengan segala perasaan yang bergemuruh di dalam dadanya.

Uang puluhan juta bisa dia dapatkan dari mana? Bahkan gaji ayahnya yang hanya menjabat sebagai petugas kelurahan tidak mungkin bisa menghasilkan uang sebanyak itu bahkan dalam beberapa bulan.

"Ya, gue tidak mau tahu, Nora. Ini ponsel harganya mahal. Dan gara-gara lo benda mahal ini pecah." Tasya mulai kesal karena Nora menjawab tidak akan mampu membayar ganti rugi.

Lapangan olah raga SMA Trisakti kini mulai ramai dengan anak-anak yang mulai berkerumun untuk melihat kejadian yang membuat seluruh murid X IPA 1 bergerombol dan membuat Nora semakin sesak dan hampir tidak bisa bernafas.

"Ta-tapi aku sungguh tidak bisa,Tasya. Ayahku akan marah kalau aku minta uang sebanyak itu. kami tidak punya uang sebanyak itu." Nafas Nora mulai tersengal. Di dalam hatinya sudah terasa sangat sesak karena merasa bersalah dan takut.

Tasya mulai marah, gadis cantik primadona kelas sepuluh di sekolahan itu berdiri lalu dengan melipat tangannya di dada.

Nora semakin takut dibuatnya karena dia tidak nampak seorang guru pun yang keluar untuk menolong dirinya dalam lingkaran para siswa yang seolah sedang menatapnya penuh intimidasi.
"Baiklah, kau bisa membayarnya dengan cara lain." Tasya menghela nafas kasar. Dia tahu kalau Nora si anak beasiswa itu tidak akan pernah mampu untuk mengganti ponsel mahal miliknya.

"Benarkah? Katakan, aku harus berbuat apa?" tanya Nora dengan mata yang berbinar. Dia menganggap Tasya adalah orang yang sangat baik karena mau mengampuni dirinya.

Meski mereka baru saling mengenal dalam satu bulan ini, tapi Nora tetap berharap agar Tasya mau memaafkan dirinya.

Bunyi bel tanda istirahat akhirnya terdengar dan berhasil menginterupsi semua murid yang sedang berada di lapangan olah raga samping gedung sekolah. Beberapa mulai bubar untuk menuju kantin dan ada juga yang masih penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh Tasya terhadap Nora.

"Jadi budakku dalam tiga tahun sekolah di sini, bagaimana?" tanya Tasya bernegosiasi. Tersenyum pura-pura ramah terihat di bibir pink milik Tasya.

Kalimat yang terdengar datar dan biasa saja itu berhasil membuat Nora seperti disambar petir di siang bolong.
"A-apa, Sya? Ak-aku tidak salah dengar?" Nora tergugu dan mendengar kalimat kejam yang keluar dari bibir temannya.

Dia tidak menyangka kalau Tasya tega mengucapkan kalimat itu di hadapan temannya yang lain.

Dalam hati dia sangat malu. Merutuki kesederhanaannya yang membuat nasibnya seperti sekarang ini. Bisa masuk di sekolah elit seperti ini saja pun karena beasiswa.

***

Sedangkan secara bersamaan di sebuah ruang kelas XII IPS 1 muncul segerombolan siswa yang
keluar paling awal dari yang lainnya. Dia adalah Kenan si ketua geng, Aldi, Dimas dan Austin adalah anggotanya. Mereka ber empat berjalan menuju kantin untuk makan siang.

"Nan, cewe lo tuh. Kayaknya lagi ribut sama si anak beasiswa deh," tunjuk Austin saat mereka melintasi halaman olah raga.

"Bukan urusan gue," sahut Kenan tidak menggubris Austin.

Tasya semakin murka karena Nora keberatan dengan syarat yang diajukanmya. Menjadi budak, menuruti segala kemauannya serta mengerjakan apa pun tugas Tasya. Bukankah itu termasuk penindasan? Sehingga Nora menolaknya. Meski dirinya sendiri tidak tahu bagaimana cara lain untuk mengganti rugi benda mahal itu.

"Lo pikir lo siapa, hah? Kalau gak mau jadi budak gue yaudah. Ganti rugi sekarang juga, dan gua gak mau tahu alasan miskin lo itu!" hardik Tasya setengah berteriak karena sangat kesal hand phone mahal miliknya rusak fatal.

Nora hanya tertunduk menangis meratapi kesalahannya.

"Jawab! Ganti rugi, atau menjadi budak dan turuti semua kemauan gue!" bentak Tasya lagi sampai membuat pundak Nora berjingkat.

Tanpa mereka sadari sisi utara kerumunan tiba-tiba terbuka. Seolah menandakan bahwa ada orang penting yang ingin masuk dalam lingkaran itu.

"Gue akan ganti rugi." Suara bariton tiba-tiba menginterupsi keduanya yang tidak menyadari akan kedatangan orang itu.

Seketika semua yang ada di lapangan itu mengucap kata 'Waaah' hampir bersamaan dengan menutup mulut mereka masing-masing agar tidak terlihat kalau sedang menganga. Takjub dengan keadaan yang ada karena seseorang terkesan sedang membela Nora, si anak beasiswa.

"A-apa!" teriak Tasya sambil menoleh ke arah sumber suara bariton.

Nora yang tidak kalah terkejut mendongak ke arah orang yang ingin membantu dirinya. Dan saat melihat siapa yang sedang bersikap bagai pahlawan itu, Nora tidak kalah shock dari teman yang lainnya.

Dengan mulut masih terbuka, tangan yang mengepal erat, Tasya meneriaki orang tersebut.
"Tidak bisa! Dia harus membayar dengan uangnya sendiri!"

Bola Petaka Kelas X IPA Satu hari ini sedang melakukan jadwal pelajaran olah raga di halaman khusus untuk aktifitas sport. Seorang gadis yang bernama Nora sedang asyik bermain basket dengan beberapa temannya. Meski tinggi badannya hanya 154cm namun dirinya cukup bagus melakukan aktifitas olah raga tersebut. Tidak ada guru yang mendampingi karena memang hari ini jadual di mana para guru sedang melakukan rapat. Dan semua kelas akhirnya hanya di berikan tugas sesuai jadual mata pelajaran yang sedang berlangsung.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience