Rate

Bab 1

Young Adult Series 981

(Assalamualaikum sayang, kamu lagi ngapain? Besok kita keluar mau?)

Nana membaca pesan dari Agus dan membalasnya.

(Waalaikumsalam Gus. Iya bisa, kamu jemput ya?)

Nana melihat emoji love yang dikirim kekasih hatinya itu sambil tersenyum lebar. Dia kemudian meletakkan ponselnya kerana mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. "Iya bentar".

Dia membuka pintu dan melihat mama dan papanya berdiri dengan wajah yang sulit untuk diartikan. "Ma, pa, ada apa? Kok tegang gitu?", tanya Nana yang penasaran.

"Besok kamu ga usah kemana-mana. Papa tahu kamu besok akan bertemu sama pria itu kan? Sudah berapa kali papa bilang jangan temuin dia lagi tapi kamu tidak pernah mau mendengarkan nasihat papa. Apa tidak ada pria lain selain pria miskin itu Nana?, kata papanya.

Nana memutar bola malas mendengar kata-kata sang papa. Dia selalu berusaha untuk meluluhkan hati kedua orang tuanya agar mau menerima Agus, pria yang berhasil mencuri hatinya itu.

"Pa, sudah berapa kali Nana bilang nama dia Agus pa. Kenapa papa selalu memaksa aku untuk meninggalkannya? Adakah dia seburuk itu dimata papa dan mama? Kalau begitu aku mau pergi. Duduk dirumah juga ga da hasil apa-apa selain mendengar hinaan papa sama mama ke Agus", jawapnya lalu menutup pintu membuat kedua orang itu tersentak kaget.

Dia merasa risih kerana setiap kali pasti ada saja yang akan papa dan mamanya bilang soal Agus. Dia juga terkadang diancam akan dijodohkan sama anak teman mereka namun itu semua hanya membuat dirinya semakin memberontak untuk keluar rumah. Dia kemudian mengambil tasnya dan bersiap untuk pergi. Dia langsung berlalu pergi tanya menghiraukan keberadaan papa dan mamanya diruang tamu. Sungguh dia merasa terkongkong jika lama-lama berada didalam rumah itu.

(Assalamualaikum Gus. Aku sudah berada didepan rumah kamu. Ayuh kita keluar sekarang, aku akan menunggumu). Nana menghantar pesan kepada Agus. Agus yang mendengar dering ponselnya langsung meraihnya dan melihat pesan dari Nana. Dia bergegas membukanya dan terkejut dengan isi pesan tersebut.

(Waalaikumsalam sayang, iya tunggu aku,sebentar lagi aku keluar), balasnya. Agus langsung merapikan dirinya untuk bertemu pujaan hatinya itu.

"Hai sayang, tumben kamu kesini? Ada apa sayang? Kok muka kamu cemberut gitu?", tanya Agus.

"Hai juga, gimana ga cemberut sih, papa sama mama asyik menekan soal kita. Aku risih dengan hinaan dan cemuhan mereka terhadap kamu", jawap Nana sembari menghela nafas panjang. Agus merasa kasihan dengan Nana kerana setiap kali bertemu pasti Nana akan mengadukan soal kedua orang tuanya dan menceritakan bagaimana mereka menghina dirinya sebagai pria miskin.

"iya sudahlah sayang, mau bagaimanapun semua yang dibilang sama om dan tante itu benar. Aku memang pria miskin yang ga punya apa-apa, beda dong sama kamu. Cantik, kaya dan pintar lagi, siapa sih yang ga tertarik sama kamu sayang", kata Agus berusaha menenangkan Nana.

"Iya sih tapi aku tuh ga mandang kamu kaya kek, miskin kek, yang aku kira itu cuma hati dan ketulusan kamu. Buat apa ganteng dan kaya kalo ga bisa bikin aku bahagia? Itu semua ga menjamin aku bisa dirawat dengan baik. Kamu sabar dalam melayan karenahku saja aku sudah bersyukur. Harta kan bisa dicari, kalau pria setia, baik dan tulus kayak kamu mau nyari dimana? Kalau bisa dicari ga akan sama sih", ucap Nana membuat wajah Agus bersemu merah.

"Kita mau kemana sih sayang? Ntar nanti dicari sama mereka gimana?, tanya Agus yang khawatir tentang keadaan mereka sekarang.

"Iya benar juga, kita pergi ke tempat biasa aja deh, ntar aku kabarin sama papa dan mama. Sekarang kita berangkat kesana yuk", rengek Nana pada Agus.

Agus mengusap lembut kepala sang kekasih dan mereka pun berangkat ke tempat yang biasa mereka pergi jika ada masalah. Seperti biasa Agus yang akan menyetir mobil milik Nana dan Nana akan menjadi penumpangnya. Dia sentiasa memikirkan soal hubungan mereka sekarang. Sungguh dia pun merasa lelah untuk membujuk kedua orang tua Nana tapi dia masih memikirkan hati sang kekasih dan tidak mau mengecewakannya.

"Kita sudah sampai, ayo turun sayang", kata Agus membukakan pintu untuk Nana. Nana tersenyum dan langsung turun dari mobil. Mereka memilih tempat duduk paling ujung dan memesan beberapa makanan kesukaan mereka. Tanpa mereka sedari, ada sepatang mata menatap tajam kearah mereka. Sosok itu kemudian menghilang dibalik ramainya orang yang lalu-lalang.

"Kamu yang sabar ya sayang, aku pasti orang tua kamu nanti bakal luluh juga satu hari nanti. Aku sudah menyiapkan kado buat ka,u sayang, semoga kamu bisa menerimanya dengan baik", kata Agus lalu menyodorkan sebuah kotak kecil pada Nana.

"Apa ini? Kado? Perasan ulang tahunku masih jauh deh", dia menerimanya dengan sebuah penasaran. Dia membuka kotak tersebut dan kaget melihat isi kotak itu. Sebuah cincin yang sanat cantik dan selalu dia ceritakan pada Agus. Dia menatap tak percaya pada sang kekasih. Dia kemudian meletakkan kotak tersebut dan menatap tajam kearah Agus.

"Agus, ini buat aku? Ini cincin mahal loh, kamu dapat uang darimana?", Nana merasa hairan dengan Agus dan penasaran darimana dia mendapatkan uang sebanyak itu untuk membelikan cincin buat dirinya. Agus hanya tersenyum dan menarik nafas panjang mendengar soalan Nana.

"Sabar ya sayang, nanti kamu akan tahu siapa aku sebenarnya. Aku pengen berusaha buat kamu ngerasa nyaman dan bahagia. Aku harap kamu bisa memanggilku dengan sebutan 'mas' satu hari nanti", kalimat Agus yang terakhir berhasil membuat Nana berpikir. Sebetulnya memang dia selesa memanggil dengan sebutan nama namun permintaan Agus benar-benar membuat dia kembali berpikir.

"Iya sih, tapi janji ya kalo kami ga mencuri semata-mata buat beliin aku cincin semahal ini", bisik Nana membuat Agus ketawa kecil. Dia merasa gemas dengan wajah polos Nana dan ingin menggigitnya namun mengingat belum ada ikatan diantara mereka membuat Agus mengurungkan niatnya itu.

"Iya sayang, aku janji", Agus mencubit pelan pipi Nana dan merasa senang melihat wajah bahagia sang kekasih. Mereka menghabiskan masa bersama dan memutuskan untuk pulang setelah Asar. Nana merasa orang yang paling beruntung bisa mendapatkan seorang lelaki bernama Agus. Dia berdoa didalam hati agar hubungan keduanya bisa direstui oleh kedua orang tua mereka.

Baru saja hendak melangkah keluar, tiba-tiba.........

"Eh cewek jalang! Dasar cewek pelakor!", Nana sontak menoleh kearah sumber suara untuk melihat siapa yang memanggilnya. Dia melihat sebuah tangan melayang di udara hendak menamparnya namun terkena wajah Agus. Agus meringis kesakitan setelah mendapat tamparan hebat itu. Dia mengurut dadanya menahan amarah melihat wajah manusia yang ingin menampar kekasihnya itu.

"Mas Agus? Aku minta maaf mas, aku ga sengaja! Aku ingin menampar dia tapi kamu yang menghalangku mas!", kata perempuan itu yang tidak lain adalah Sara. Seorang perempuan yang menyukai Agus namun terhalang kerana Agus mencintai wanita lain. Sara menatap nyalang kearah Nana dan beralih menatap Agus yang tengah menatap wajahnya dengan tajam.

"Kamu ga apa-apa? Merah sekali wajahmu Agus!", Nana berubah panik setelah melihat bekas tamparan yang melekat di pipi Agus. "Aku tidak apa-apa, hanya saja telingaku berdengung kerana dahsyatnya tamparan maut ini. Jika kamu yang terkena ini tadi, akan aku pastikan tangan orang itu ku patahkan menjadi dua", Sara yang mendengar ucapan Agus seketika menciut ketakutan.

"Siapa dia Agus? Adikmu? Atau masa lalu kamu yang belum selesai?", tanya Nana namun Agus membalasnya dengan senyuman.

"Dia bukan siapa-siapa, cuma seorang perempuan yang menyukaiku dari dulu namun aku ga mau menerimanya kerana sikapnya yang buruk. Aku sudah pernah bilang kamulah orang pertama yang menjadi pacarku dan selamanya itu adalah kamu. Sara, mending kamu pergi dari sini sebelum aku patahkan tanganmu. Pergi!", teriak Agus sekaligus membuat Nana kaget.

Sepanjang mereka bersama, dia tidak pernah mendapat perlakuan dan nada suara sebegitu rupa dari Agus. Dia kemudian menoleh pada Sara yang menatapnya tajam. Nana menatap Sara kembali dan membuat perempuan itu kemudian bergegas pergi. Sungguh dia tidak mengetahui ada seorang perempuan yang menyukai pacarnya. Dia merasa risih namun mencoba untuk bersikap tenang.

"Kamu duduk disini dulu, aku mau ke sana belikan obat untuk pipimu ini", kata Nana namun Agus menahan tangannya dan menyuruhnya duduk. Nana kemudian duduk disampingnya dan menatap sendu pada Agus.

"Tidak apa-apa, ini hanya sedikit saja. Usah khawatir, aku hanya ingin menjelaskan padamu bahawa aku dan dia bukan siapa-siapa. Aku hanya mengenali dia itupun dari teman ibuku. Sebetulnya ibuku memang tidak menyukai dia namun dia terus mendesak dan sampai kini masih mengejarku. Maafkan aku, aku hanya ga mau bikin kamu kecewa dan sakit. Maaf", Agus menjelaskan tentang siapa Sara dan meninta maaf.

"Iya aku percaya sama kamu. Ya sudahlah, lagipun tante juga memilih aku kan, hehe", Nana tersenyum dan mengusap bahu Agus. Dia kemudian menempelkan telapak tangannya ke pipi Agus. Mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan pulang ke rumah masing-masing.

"Maafkan ak belum bisa membeli mobil untuk membawa kamu jalan-jalan. Aku hanya punya motor namun aku ga mau kepanasan jika menaikinya bersamaku", kata Agus namun Nana melingkarkan tangannya di lengan Agus dan tersenyum.

"Panas sama kamu ga apa-apa sih, putih bersama, hitam pun bersama hahahaha", jawap Nana membuat Agus tertawa.

Nana pulang kerumah dan mendapati papa dan mamanya masih duduk diruang tamu. Baru saja ingin mengucapkan salam, Herman langsung menampar wajahnya. Nana yang belum bersedia langsung kaget dan menringis kesakitan. Dia menoleh kearah papanya dan tersenyum.

"Assalamualaikum, aku pulang. Terima kasih untuk sambutan ini papa. Aku menghargainya. Aku pamit dulu ke kamar, mau solat. Permisi", Nana berlalu pergi meninggalkan papanya yang masih syok. Dia mempercepat langkahnya tanpa menghiraukan panggilan Herman dan Laila.

'Apa yang sudah aku lakukan pada Nana? Ya Tuhan, apa yang sudah ku lakukan', Herman berkata dalam hati dan menatap nanar kearah pintu kamar sang anak.

Selesai chapter satu nya gais. Semoga sudi membaca.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience