Perkenalan Yang Tanpa Sengaja

Romance Series 272

Waktu sudah menunjukan pukul 10 malam. Tidak terasa mereka berdua menghabiskan 2 jam lamanya duduk di tempat itu. Nampak para pelayan kedai kopi mulai merapihkan meja dan kursi; kedai kopi itu sudah mau tutup.

Aksa dan sahabatnya beranjak menuju kasir; membayar tagihan pesanan. Aksa merogoh saku dan mengeluarkan uang dari dalam dompetnya, lalu memberikan uang pecahan 100 ribu kepada kasir.

"Asyik! ditraktir. Nggak sia-sia aku bersahabat dengan Bank keliling," ucap Arvin meledek.

Tiba-tiba, Aksa menyadari seperti ada yang hilang dari tangannya. Benar saja. Ternyata jam tangannya sudah tidak mengait di tangannya. Astaga. Aksa meninggalkannya di pinggir wastafel tempat ia mencuci tangan.

"Tunggu di sini dulu, Vin," ucap Aksa kepada sahabatnya.

Aksa terburu-buru menuju toilet, mengingat banyak sekali pengunjung yang keluar-masuk menuju toilet sejak daritadi. Aksa tidak ingin jam tangannya hilang diambil orang lain. Aksa harus segera mengambilnya.

Sesampainya aksa di wastafel tempat aksa mencuci tangan tadi, Aksa sontak panik. Jam tangannya sudah tidak berada ditempat sewaktu Aksa menaruhnya.

Aksa sudah mencari disetiap sudut toilet itu. Mencari kesana-kemari tetapi sama sekali tidak menemukannya.

Ah sudahlah. Pasti sudah diambil orang lain. Mau bagaimana lagi. Batinnya berkata.

Lalu Aksa kembali menuju kasir untuk menemui Arvin lagi.

"Aksa..."

Belum sampai Aksa berjalan menuju kasir, tiba tiba, ada seseorang yang memanggil namanya. Aksa menoleh ke sumber suara. Dan ternyata, barista itu yang memanggilnya barusan.

"Ini jam tangan kamu, kan?"

Barista itu menunjukkan jam tangan yang dia pegang kepada Aksa.

Aksa mengambil jam tangan yang ditunjukkan wanita itu, tanpa menjawab pertanyaannya.

Benar saja. Itu adalah jam tangan milik Aksa. Bagaimana jam tangan ini bisa ditangannya? Dan bagaimana dia bisa tahu nama Aksa? Aksa sangat heran.

"Dinda. Namaku Radinda Aprilia."

Barista itu menunjukan senyum merekah, dan mengulurkan tangannya, mengajak Aksa berkenalan secara tiba-tiba.

Kini Aksa mengetahui namanya. Radinda Aprilia—nama yang sangat bagus.

"Eee... Aksa. Namaku Aksa Melviano."

Jawab Aksa canggung menyambut uluran tangan darinya, tanpa membalas senyum.

Aksa sangat gugup.

"Aku udah tahu namamu," ucap barista itu.

Aksa mengernyitkan dahinya, nampak terlihat bingung dengan apa yang dikatakan barista itu.

Jika diperhatikan Barista itu memang menarik. Betul apa yang dikatakan sahabatnya Arvin, wajahnya memang benar-benar menggemaskan.

Bola matanya coklat, rambutnya panjang terurai hingga sampai pundak, pipinya sedikit chubby, ditambah senyumannya yang manis seperti apel merah yang baru dipetik dari tangkai. Kecantikan alami. Aksa seolah mencium wangi surga karena bidadari tepat berada dihadapannya sekarang. Aksa telat menyadari semua itu.

"Eheeemmm..."

Aksa menoleh ke sumber suara. Datanglah si perusak suasana.

"Gimana, udah ketemu jam tangannya?" Tanya Arvin.

"Udah kok. Barista ini yang menemukan."

Aksa menunjuk Radinda yang berada di depannya.

"Kalian udah saling kenal, kan?"

Yang ditanyakan menganggukkan kepala secara bersamaan.

"Gimana, udah sayang atau belum?"

Arvin menanyakan hal yang tidak mereka mengerti apa maksud dari pertanyaan itu.

"Kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Sekarang kalian udah saling kenal, udah mulai tumbuh rasa sayang belum?" Ucap Arvin.

"Ngaco kamu!"

Aksa memprotes.

"Oh iya, kenalkan, namaku Arvin. Putra tunggal pewaris tahta kerajaan majapahit. Sahabat Aksa."

Arvin mengulurkan tangannya kepada Radinda. Mengajak Radinda berkenalan.

"Hahaha... Siap pangeran. Namaku Dinda. Radinda Aprilia".

Dinda tertawa mendengar perkataan Arvin barusan.

Perkenalan singkat yang tanpa disengaja itu memberi kesan tersendiri bagi Aksa. Karena memang Aksa seperti merasakan ada hal yang berbeda dari sebelumnya.

Belum pernah ada wanita yang mau berkenalan lebih dulu dengan seorang lelaki. Terlebih lagi, Aksa dikenal sebagai sosok lelaki yang cuek, bersikap dingin, dan memiliki wajah jutek seperti yang orang-orang nilai; walau pada kenyataannya Aksa bukan lelaki yang seperti itu; mereka hanya belum mengenali Aksa lebih jauh saja.

Siapa sebenarnya wanita dibalik nama Radinda itu—Aksa ingin mengenali dia lebih jauh.

Seperti apa dia sebenarnya? Apa yang membuatnya istimewa, sehingga Aksa merasakan sesuatu yang berbeda di hatinya.

Aksa dibuat mematung dihadapannya. Terpaku oleh perasaan yang tak sempat diwakili oleh kata, dan tak sampai diwakili oleh syair.
Baiklah, akan kita persingkat; Aksa menyukai Radinda.

***

Mari racik kopi terbaikmu malam ini; aku ingin mencicipinya.
Jangan lupa tambahkan sedikit lengkung senyumanmu; agar kopi itu terasa manis di lidah.

—Aksa Melviano

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience