Bab 50

Romance Completed 25593

BAB 50

“Jangan lirak-lirik sana sini, langsung pulang kalau sudah selesai mengajar.” Kueratkan dasi yang kini melingkar di leher Vian membuat dia meringis karena kekencangan.

“Fey ... arghhh ini terlalu kencang,” tunjuknya ke arah dasi yang masih belum aku longgarkan itu.

Vian pagi ini harus ke kampus karena ada jadwal mengajar, sedangkan Evan dan Rasya entah hilang ke mana. Katanya hari ini mereka ingin berputar-putar kota Bandung untuk mencari oleh-oleh buat Putri dan Bunda, sedangkan Rasya akan menitip baju bayi untuk adik kecilnya yang baru saja lahir dan berumur 1 bulan itu. Sayang juga dia dengan adiknya itu.

Sedangkan Ryan dipaksa Vian untuk beristirahat meski dia memaksa untuk pulang ke Yogya. Tapi mengingat tubuhnya yang penuh luka itu, Vian tak tega dan meminta Ryan untuk istirahat di sini beberapa hari lagi.

“Fey, ih kejam, kan,” sungut Vian sambil melonggarkan dasinya sendiri.

Aku terkekeh melihatnya merajuk seperti itu.

“Ya sudah sana, aku mau ke café, kasian Radit,” ucapku pamit, Vian tapi dia menahan pinggangku.

“Mau apa lagi?”

“Fey tadi berpesan apa aku tak dengar?” Dia mencondongkan tubuhnya dan kini menempelkan telinganya di bibirku.

Tuh kan aneh-aneh aja kelakuannya.

“Cepetan pulang, jangan banyak lirik-lirik cewek apalagi sama itu Vani, atau Vina itu,“ ujarnya sambil menyeringai lucu lalu mencubit pipiku dengan gemas.

“Dih, pesannya itu loh, mana mungkin lirik sana sini, satu aja ga bosenin gini kok yang laen mah lewat,“ ucapnya lalu mengecup bibirku.

Kudorong tubuhnya, sebelum dia mengajakku bercinta di sini juga. Tak tahu apa dia kalau hormon ibu hamil itu cuma di sentuh saja sudah langsung ..., aiiiihhh, absurd kan otakku ini.

“Ya udah jangan kecapekan, diminum vitamin dan susunya, jangan telat makan juga, udah ya aku pergi,“ ucapnya lalu mengecup keningku dan segera melangkah ke arah mobil. Tapi ketika membuka pintu mobil dia tiba-tiba kembali berlari kepadaku. Lalu dengan cepat menunduk dan mengecup perutku.

“Daddy lupa kasih salam buat dekbay,” ucapnya lalu segera berlari lagi ke arah mobilnya.

Kulambaikan tangan membalasnya saat dia akhirnya melajukan mobil. Damai terasa kalau terus seperti ini.

Kubalikkan badan dan melangkah menuju café, tapi kulihat Ryan sudah berdiri tegap di depanku dengan memasukkan kedua tangannya ke saku celana.

“So sweet,“ ucapnya membuatku tersipu.

Jadi dia melihat adegan mesraku dengan Vian??

“Apaan sih, Yan, kamu gimana lukanya?” Kulihat wajahnya yang lebam mulai membiru.

Dia meringis dan memegang wajahnya tapi kemudian tersenyum. “Dua berondong itu telah menghajarku telak,” ucapnya lalu tersenyum tipis.

Dia kembali mengaduh karena sudut bibirnya memang sedikit robek. Aku tak terkejut karena Evan sendiri sudah lama menggeluti taekwondo dan akhirakhir ini dia sedang berlatih capuera. Ckckckck anak itu pasti hantamannya sangat kuat. Rasya sendiri juga ternyata punya keahlian beladiri taekwondo.

“Maaf ya, mereka membuatmu hancur seperti ini.”

Ryan tersenyum kali ini kulihat matanya ikut

“Mau cappucino?” tawarku ke arahnya dan dia mengangguk mengiyakan.

*****

“Mbak Aline, itu wajahnya mas Ryan parah ya, kemarin Adik mbak Aline sama Rasya menghajarnya ngeri,” bisik Radit sambil membuatkan cappucino pesananku sedang aku sendiri menyesap susu ibu hamil yang baru saja aku buat.

“Hooh, wajahnya jadi kayak gitu.”

Radit mengulas senyumnya, ”Tapi benar sudah baikan ya, Mbak?”

Aku mengangguk sambil menerima uluran cappucino darinya. “Tapi kuharap semuanya akan tetap seperti ini ya baik-baik saja,” Dan kuangkat cappucino yang kupegang lalu keluar dari pantry dan menuju meja tempat Ryan duduk.

“Nih, cappucino istimewa dari DeRosse café.” Kuletakkan di depannya dan kududuk di depannya.

Dia tersenyum lalu segera menyesapnya.

“Line, kau bahagia?” tanyanya.

Kuhentikan kegiatanku yang sedang menyesap susu strawberry.

“Sangat,“ jawabku singkat, lalu menatapnya lekat. Ada luka di sana, aku bisa melihatnya kalau matanya menyiratkan kesedihan.

“Aku tak menyangka akan dikalahkan adik kecilku itu,“ ucapnya lalu tersenyum tipis.

Kuangkat bahu dan tersenyum. “Tadinya aku juga tak menyangka dia akan bisa mengalihkan hatiku, tapi ternyata dia bisa.”

Ryan memejamkan matanya dan menghela napasnya, lalu membukanya lagi dan menatapku.

“Di sini terasa sangat sakit dan menyesakkan, Line,“ tunjuknya ke arah dadanya. “Tapi semuanya setimpal, aku tahu aku terlalu pengecut selama ini, aku sadar, Line, aku yang bodoh, kalau saja dulu aku bisa lebih berusaha pasti kejadiannya tak seperti ini. Ehmm,... tapi seperti yang kau bilang jodoh itu tidak ada yang tahu, aku sendiri tak pernah membayangkan kau akan menjadi adik iparku, Line.”

Aku tersenyum miris, sudut hatiku juga bergetar mendengar ucapannya, bagaimanapun juga dia pria yang selama ini menggenggam erat hatiku.

“Belajarlah ikhlas,“ ucapku akhirnya, membuat dia tersenyum lagi, pagi ini rupanya dia sudah banyak tersenyum meski wajahnya penuh luka begitu.

“Sebelum ke sini aku sudah ikhlas, Line, aku ikhlas kau dengan Vian sungguh, meski aku masih harus belajar pelan-pelan melupakanmu,“ ucapnya.

Aku sedikit merasa bersalah mendengar ucapannya itu.

“Cintamu kepadaku itu semu, Yan, hanya obsesi, belajarlah untuk mencintai orang yang selama ini peduli kepadamu.”

Ryan mengalihkan pandangannya ke arah jendela café.

“Aku tahu arah pembicaraanmu, Line, kau membicarakan Sisca, kan?” jawabnya tepat sasaran.

“Yan, Sisca dari dulu setia denganmu, kau tak ingat meski kau tak mempedulikannya dia selalu ada di sisimu, belajarlah cintai istrimu, Yan, aku yakin dia itu tulang rusukmu.”

Ryan kembali menatapku.

”Aku masih belum bisa memikirkan apapun saat ini, Line semua butuh waktu. Saat ini aku hanya ingin memperbaiki hubunganku dengan Vian, aku bersalah dengannya dan juga denganmu,” ucapnya lalu memegang wajahnya lagi dan kulihat ada darah di sudut bibirnya itu.”

“Lukamu terbuka lagi.“ Kusentuh bibirnya itu dan dia kembali mengaduh.

Aku jadi panik melihatnya.

“Sebentar aku ambilkan obat.“ Aku langsung

Like a Roseberanjak menuju rumah.

*****

“Mamiiiiiii.” Suara Rasya membuatku terkejut dan

Ryan kembali meringis karena aku menahan lukanya terlalu

“Eh maaf,“ ucapku ke arahnya.

“Miiiiii ... itu kenapa? Eh, kak Ryan tak boleh dekat-dekat dengan Mami,” celetuknya yang melihatku sedang sibuk mengobati luka di wajah Ryan.

“Rasya, sana-sana bau matahari tuh, cuci muka dulu gitu,“ ucapku ke arah Rasya yang kini memberengut dan meninggalkanku dan Ryan.

“Dia kenapa, sih?” tunjuk Ryan ke arah Rasya.

Aku hanya mengangkat bahuku dan menempelkan plester di lukanya.

“Rasya menyukaimu ya, Line?” Duganya membuatku tergelak.

“Masih hormon ABG, Yan, nanti juga ketemu wanita cantik dan seksi juga beralih.”

“Wuah, kau ini ternyata laris manis juga di kalangan berondong,“ ucapnya membuatku reflek mencubit tangannya.

“Mamiiiiii, Rasya diobatin, nih terluka.” Tiba-tiba Rasya berlari ke arahku dengan menunjukkan luka di wajahnya.

“Aiiihhh, ini kenapa, Sya?” Aku ngeri melihat wajahnya yang sudah bersimbah darah itu.

Pletaaaaakkkkk

Tapi tiba-tiba kulihat Rasya mengaduh dan memegang kepalanya.

“Moduuuuussss, mau bohongin Fey, ya..., ini sirup strawberrynya yang di pantry kenapa lu habisin, heh?” Tiba-tiba Vian sudah berdiri di samping Rasya.

Lah dia kapan pulang kok aku tak tahu, ya.

Rasya menyeringai lucu dan menjilat sirup strawberry yang kukira darah itu.

“Habisnya Rasya juga mau dipegang-pegang wajahnya kayak kak Ryan sama Mami cantik,” ucapnya lucu.

Membuat Ryan tergelak dan Vian kembali menjitaknya.

“Syaaaaa, ada yang cari tuh,“ teriakan Evan yang baru saja sampai di ambang pintu café membuat kami menoleh bersamaan.

Dan Rasya langsung meringkuk di sampingku begitu melihat siapa yang kini berada di samping Evan.

Fans baru Rasya, Tante Anita yang kini tengah mengerling genit ke arah Rasya.

“Miiiii, lindungi Rasya, takuuuutt,” ucapnya di sebelahku.

Tapi kemudian tiba-tiba muncul sosok tinggi tegap dengan badan seperti bodyguard di samping tante Anita.

“Mana Mah, cowok yang pengen Mamah cipok? Sini Papah bantuin, kalau tak mau Papah jadiin pepes tu bocah, istri cantik bahenol begini kok ditolak,” ucap pria itu garang membuat Rasya kini memandangnya dengan tatapan horor.

Haduuuh, kasian Rasya sekalinya dapat fans ibu hamil dengan suaminya yang mengerikan itu.

“Udah sana, Sya, buruan aja dicipok kalau ga kamu bakal dijadiin pepes loh,” goda Vian membuat Rasya langsung menggeleng-gelengkan kepalanya.

Tante Anita sudah menunjuk Rasya dari kejauhan, membuat Rasya kini beringsut ke arah Vian dan Ryan.

“Kak Ryan, help me, Kakak kan pengacara, belain kek adiknya ini,” ucapnya membuat Ryan terkekeh.

Vian sudah duduk di sebelahku lalu mengecup keningku, kebiasaannya kalau pulang dari luar.

“Wani piro???” ucap Ryan membuat Rasya makin menjerit frustasi.

Haduh ada-ada aja sih berondong cilik ini.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience