Rate

BAB 2

Mystery & Detective Completed 356

“Selamat datang di Wayward Mansion.” Ucap Darwin ketika ia membimbing Karla melalui pintu ganda besar di bagian depan, dan kini ia berdiri di foyer rumah itu yang terlihat megah dan klasik.
“Wayward Mansion?”
“Aku Darwin Wayward.” Ucap lelaki itu.
“Dan tempat ini adalah peninggalan kakekku.”

Darwin kemudian membimbing kembali Karla , sambil menunjukkan benda-benda antik dan ruangan-ruangan yang ada di dalam rumah besar itu. Anehnya, tidak ada orang lain kecuali mereka berdua.
Apakah Darwin melakukan pekerjaan rumahnya sendirian? Rumah sebesar ini?

“Aku akan ambilkan pakaian kering. Kau sebaiknya segera hubungi bengkel terdekat. Nomornya ada di buku telepon.”
“Ya. Terima kasih.” Ucap Karla seraya bergerak mengarah ke sebuah telepon gagang tua yang terletak bersanding dengan sebuah asbak antik.

Karla segera menjelaskan mengenai segala sesuatu mengenai mobilnya pada bengkel yang berhasil ia hubungi. Sayangnya, kerana ada badai, mereka baru boleh membetulkan mobilnya besok pagi. Dan Karla sadar, bahwa untuk malam itu ia harus menghabiskan waktunya di dalam rumah tua itu.

Darwin kembali beberapa saat kemudian sambil membawa satu setel pakaian usang yang segera ia serahkan pada Karla .
“Dulu milik adikku. Kini sudah tidak terpakai lagi. Semoga muat kau pakai.”
“Terima kasih.” Ucap Karla seraya menerima kemeja dan celana jeans biru usang itu.
“Di mana bilik mandinya?”
“Di ujung koridor.”
Karla segera melepaskan pakaiannya yang basah, dan menggantinya dengan baju yang Darwin berikan. Memang tidak nyaman rasanya memakai pakaian orang lain. Tapi apa boleh buat. Ia juga tidak mau terus kedinginan dengan pakaian basahnya.

Karla kembali ke foyer, dimana Darwin masih berdiri di anak tangga terbawah.
Ia memandang ke arah Karla sambil mengangguk-angguk puas. Pakaian yang ia berikan ternyata cocok berada di tubuh Karla .
“Kau mengingatkanku akan Trace, adikku.” Ucap Darwin . “Sayangnya, hal itu tinggal kenangan.”
“Kemana dia?”
“Dia meninggal. Akibat sakit parah yang ia derita.”
“Oh! Maaf!”
“Jangan dipikirkan!”

Darwin membawa Karla masuk ke dalam ruang tengah yang luas dan banyak dipenuhi dengan barang-barang tua yang antik. Terdapat sebuah karpet berwarna marun di tengah ruangan, di depan sebuah perapian besar yang menyala menghangatkan suasana. Darwin meminta Karla untuk duduk di salah satu sofa antik yang ada di tempat itu.
“Sebentar lagi kita akan malam malam.” Ucap Darwin . “Sebaiknya kau di sini, menunggu, sementara aku menyiapkannya.”
“Boleh aku bantu?”
“Kau di sini saja!” ucap Darwin . “Baca buku, atau lakukan apa yang mau kau lakukan. Aku akan baik-baik saja.”

Karla merasakan aura yang aneh ketika ia berada di ruangan antik itu sendirian. Perasaan yang tidak menyenangkan entah kenapa hadir ke dalam dirinya. Ia merasa seperti tengah diawasi oleh seseorang. Padahal tidak ada seorang pun di sekelilingnya. Pajangan kepala rusa yang ada diatas perapian entah kenapa terlihat hidup. Sorot kedua matanya seolah memperingatkan Karla , akan adanya bahaya yang mendekat. Namun apa?

Jarum jam menunjukkan pukul tujuh malam, dan hujan diluar sana semakin deras. Petir beberapa kali menyambar, membuat langit terlihat terang selama beberapa detik. Karla tidak dapat duduk diam. Perasaan cemasnya terasa semakin besar, dan ia tidak berhenti mondar-mandir di depan perapian.

Karla menggigil kedinginan. Entah kenapa. Padahal ia sudah tidak memakai pakaian basahnya. Ia merasa bahwa ada yang tidak beres. Setiap sudut dari ruangan yang ia tempati terlihat seolah hidup, dan ada sesuatu yang bergerak di antara bayangan-bayangan benda antik di dalam ruangan itu.

Karla dengan cepat menghentikan langkahnya saat secara samar ia mendengar sebuah suara jeritan. Terdengar samar, namun Karla yakin bahwa apa yang ia dengar seperti suara jeritan seorang wanita. Namun Karla tidak yakin darimana datangnya jeritan itu. Apakah dari dalam hutan? Bukan. Rasanya lebih dekat.

Karla yang sudah tidak betah berada di ruang antik itu memutuskan untuk berjalan-jalan. Ia ke luar, bergerak di koridor sambil mengamati lukisan-lukisan yang ada di dinding. Entah kenapa, semua lukisan yang ada di rumah itu adalah lukisan abstrak yang tidak jelas. Semuanya nyaris bernuansa merah, seperti api neraka atau cipratan darah. Dan tidak ada satu pun dari lukisan-lukisan di tempat itu yang dapat membuai perasaan Karla . Wanita itu malah semakin ngeri dengan apa yang ia lihat.

Karla sampai di ujung koridor, dimana di tempat itu terdapat sebuah jendela besar dengan tirai tebal. Tanpa bermaksud apa-apa, Karla menyingkap tirai merah itu dan yang ia lihat adalah pemandangan bagian belakang rumah yang terlihat gelap. Namun sesaat ketika petir menyambar, ia dapat melihat bahwa halaman belakang rumah itu dipenuhi dengan mobil-mobil. Mobil-mobil bekas yang sudah berkarat dan tidak terawat lagi. Namun masih ada satu mobil yang kelihatan baru. Anehnya, terdapat sebuah noda merah di kaca depan mobil itu. Seperti darah. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa mungkin Darwin baru saja mengalami kecelakaan dengan mobil itu? Tapi Karla tidak melihat adanya luka di tubuh lelaki itu.

Dengan penuh pertanyaan, Karla menutup kembali tirai besar itu. Ia kembali berjalan, hingga tanpa sadar ia telah berada di depan sebuah ruangan dengan pintu yang sedikit terbuka. Rasa penasaran Karla tak dapat terbendung saat ia merasakan aura tidak menyenangkan dari dalam ruangan yang berlampu merah itu. Karla memutuskan untuk mengintip ke dalam. Dan ia temukan…

Karla menahan nafasnya. Keduanya matanya membelalak seketika saat ia melihat adanya horor di dalam ruangan itu. Semua benda nyaris terlihat seperti telah diguyur dengan darah. Merah, bercampur warna hitam dan terlihat seperti sebuah bilik penyiksaan. Tapi, bukan. Ruangan itu adalah sebuah galeri, atau ruang lukis. Dan cat merah berhamburan ke segala tempat. Satu lukisan terlihat masih berada di atas tempat lukis, belum terselesaikan.

“Karla ?”
Karla melonjak ketika suara itu tiba-tiba saja terdengar di telinganya. Ia lihat, Darwin telah berdiri di dekatnya.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Darwin sambil menarik pintu galeri itu dan menutupnya rapat-rapat. “Kau tidak seharusnya…”
“Maafkan aku!” ucap Karla cepat. “Aku tidak sengaja melihat ke dalam.”
“Makan sudah siap.” Ucap Darwin .
“Sebaiknya kita makan.”

Aura tidak menyenangkan kembali dapat Karla rasakan saat ia duduk di meja makan besar bersama lelaki itu. Darwin , kini seolah terus mengawasinya. Semenjak lelaki itu memergokinya berada di depan galeri, Darwin tidak pernah lagi melepaskan pandangannya dari Karla .
“Makanlah! Kau pasti lapar.” Ucap Darwin .

Karla tidak yakin apakah ia mau memakan apa yang sudah Darwin siapkan. Makanan yang ada di piring terlihat seperti tumpukan daging mentah yang disiram dengan saus berwarna merah. Terlihat menjijikkan, dengan aroma yang begitu tajam.

“Aku memasaknya sendiri.” Ucap Darwin lagi. Lelaki itu mulai menyendok makanannya, dan makan dengan lahap. Tatapan kedua matanya masih mengarah pada Karla , menunggu wanita itu untuk juga memasukkan makanan ke mulutnya.
Karla merasa tidak enak untuk menolak. Dengan sangat terpaksa, ia menyendok gumpalan merah di piringnya itu, dan dengan cepat memasukkannya ke dalam mulut. Aroma yang tajam membuat Karla nyaris muntah. Tekstur dari makanan itu terlalu lembut dan lengket. Karla mungkin boleh menyemburkannya jika saja Darwin tidak mengawasi.

Makan malam kala itu terasa seperti sebuah siksaan bagi Karla . Makanan yang menjijikkan itu akhirnya masuk ke dalam perutnya, dengan usaha yang cukup keras. Karla meraih gelas anggurnya, dan meminum isinya. Paling tidak, anggur itu masih terasa seperti anggur normal.

“Bagaimana dengan mobilmu?” tanya Darwin beberapa saat kemudian. Suaranya yang berat terdengar mencurigakan di antara suara gemuruh di langit. Karla memandang ke arahnya. Dan perlahan, mulut Karla terbuka.
“Besok baru boleh diperbaiki.” Ucapnya.
“Maaf! Tapi boleh aku tinggal di sini sampai…”
“Apa yang kau bicarakan? Tentu saja.” Potong Darwin cepat. “Aku senang boleh punya teman malam ini. Aku biasanya sendiri.”

Tidak ada yang dapat Karla lakukan selain berdiam di dalam rumah besar itu untuk semalam. Ia tidak boleh pergi kemanapun, kerana ia tengah berada di tengah hutan Bokoye. Namun satu sisi di dalam dirinya mengatakan bahwa ia tidak seharusnya tinggal seatap dengan lelaki yang ada di hadapannya itu. Perasaannya mengatakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres, dan diluar keadaan normal.

Karla mempermainkan gelas anggurnya. Ketika tiba-tiba saja ia dikejutkan kembali dengan adanya sebuah teriakan yang asalnya dari bagian lain rumah itu. Seketika itu juga ia arahkan matanya pada Darwin .

“Apa itu?”
“Bukan apa-apa!” ucap Darwin berusaha bersikap normal. Namun Karla sadari bahwa ada yang tidak beres dengan ekspresinya barusan. Saat itu juga Darwin bangkit dari kursi yang ia duduki.
“Hanya peliharaanku. Biar aku tangani.”

Karla tidak percaya dengan ucapan itu. Jeritan yang baru saja ia dengar bukanlah jeritan hewan. Terdengar lebih mirip seperti teriakan manusia. Seorang wanita.

Karla bergerak meninggalkan meja ketika Darwin sudah menghilang dari pandangan. Dengan aksi penuh rasa penasaran, Karla mulai menjelajah rumah itu. Ia kembali mengarah ke ruang galeri tadi, dan berhasil masuk. Didapatinya lagi lukisan-lukisan bernuansa merah yang menggambarkan kematian. Dan rasanya tidak normal. Lukisan-lukisan itu memberikannya perasaan yang begitu buruk.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience