2.

Romance Completed 143720

Selamat membaca........

Dian kembali ke tempatnya dengan jantung berdegup kencang. Apa yang ada di otaknya tadi, pikirnya. Dian segera menyelesaikan pekerjaannya karena ia sudah berjanji pada Sandra untuk makan siang bersama.

Sementara didalam kantor, Rendra mengamati di layar ponselnya. Ia memasang aplikasi cctv di ponsel miliknya, memang agak aneh karena bukan untuk mengawasi kondisi perusahaan tapi untuk seseorang yang sudah menawan hatinya selama dua tahun ini.

Rendra memendam rasa karena takut akan statusnya. Tidak semua perempuan bisa menerima akan kondisinya. Seorang duda beranak satu meski ia pemimpin perusahaan ternama tak cukup membuatnya bisa menemukan wanita yang bisa memahami akan keadaannya.

Rendra sejatinya juga masih ragu dengan Diandra jika ia mengungkap perasaan sukanya, akankah Dian menerima. Rendra tersenyum simpul saat tahu sikap Dian yang suka gugup jika mereka hanya berdua saja. Lalu suara pesan masuk di ponsel Rendra.

Dian mengelus dada, ia selalu gugup jika berdekatan dengan sang bos entah kenapa. Apa mungkin dia jatuh cinta pada Rendra, Dian menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju. Lebih baik aku bekerja lebih giat saja, batin Diandra.

Pesan masuk di ponsel Dian, sebuah pertanyaan datang dari Sandra, teman kantornya yang juga teman masa kuliah dulu.

Sandra : Ayuk, makan siang bareng... :)

Diandra : Boleh, dimana? :)

Sandra : The Bites, mau nggak. Ini request dari teman-teman seruangan.

Dian tampak berpikir setelah Sandra menulis nama restoran mahal yang terletak di perumahan mewah. Belum selesai membalas pesan dari Sandra. Rendra memberitahukan bahwa dia akan mengadakan rapat diruangannya.

Dian bernapas panjang, ini sudah kedua kalinya ia membatalkan janji dengan Sandra. Tapi dengan batalnya janji tersebut Dian tak perlu mengeluarkan uang ratusan ribu untuk makan siang.

Ia harus berhemat agar bisa mengirimkan sedikit gajinya untuk orang tuanya. Dian segera mengirim pesan pembatalan makan siang. Dian menemui Rendra diruangan dan lumayan kaget dengan penampilan bos besar.

Rendra memainkan pulpen di tangan kanannya dan kemeja putih polosnya terbuka semua hanya menampilkan kaos sedikit ketat dibalik kemejanya. Nafas Diandra terengah-engah rasanya seperti tercekik padahal dia hanya melihat sang bos sedang duduk meneliti berkas-berkas. Mata mereka saling menatap.

Dian segera memutuskan pandangan tersebut dengan menunduk. Rendra segera bersikap normal dan menyuruh Dian untuk duduk.

"Bisa minta tolong kamu pesankan makanan untuk lima orang, sekalian tolong jemput Anjani disekolahnya", perintah Rendra.

"Hah, saya?', Dian menunjuk dirinya.

"Iya ada masalah?", tanya Rendra datar.

"Biasanya ada supir yang menjemput Pak?. Kenapa tiba-tiba menjadi tugas saya?", ujar Dian tidak terima.

"Pak Yanto sedang sakit dan aku rasa kamu sedang bebas sekarang, iya kan?", Dian mencebik mendengar alasan sang bos.

Memang iya, batin Dian.

"Tapi saya nggak bisa bawa mobil Pak", wajah Dian memelas.

"Ini kunci motor matic buat kamu", Rendra
mengangsurkan kunci. Dengan pasrah Dian menuju ke parkiran berbekal kertas catatan dari Rendra Dian dengan cepat menemukan matic berwarna merah.

**

Share this novel

Embun Embun
2019-07-20 17:30:56 


NovelPlus Premium

The best ads free experience