Dua Puluh Satu

Romance Completed 140097

1800 words! Semoga bisa sedikit bayar kesabaran kalian buat nungguin update cerita ini ????

Tengcuuu buat semua Komentar di part kemarin yang support Shin dan ngerti keadaan emak2 rempong ini
???????????????????????????

Always, diusahakan buat nyicil nulis kalo ada waktu luang!!!

Happy Reading ya bebs ??

??????????

Hal yang paling dibenci Darko saat ini adalah pulang ke rumahnya. Entah mengapa akhir-akhir ini, hal itu lah yang ia rasakan. Ia benci merasakan keheningan di dalam rumah.

Kakinya melangkah menuju kamar tidur. Ia segera pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Tidak sampai 10 menit, Darko keluar dan memilih pakaian untuk ia kenakan. Ia akan berangkat menuju Seoul dari New York.

Pria itu sudah menyiapkan mental yang kuat saat bertemu Amanda nanti, si wanita pemarah. Darko yakin, wanita itu akan semakin sulit diluluhkan, mengingat ia sudah melakukan kesalahan fatal. Meninggalkan Amanda saat tengah berada di puncak gairah.

Hanya menggunakan T-shirt hitam, celana jeans robek, kacamata hitam serta topi, Darko siap pergi bertemu dengan Amanda. Penampilan di luar jam kerja begitu berbanding terbalik dari keseharian Darko sebagai seorang CEO.

Saat ia melewati ruang tengah rumahnya, Darko berdiri sejenak. Memejamkan matanya lalu menghembuskan napas beratnya.

"Kau pasti bisa, Darko!" gumam pria miskin ekspresi itu menyemangati dirinya sendiri.

??????????

Pria tampan itu telah sampai pada landasan pacu pesawat yang akan mengantarkannya bertemu dengan Amanda. Satu pria dengan memakai jaket kulit berwarna cokelat berjalan mendekati Darko dan menyerahkan amplop besar.

"Semua laporan beberapa minggu terakhir ini tentang Ms Amanda, sudah lengkap di dalam amplop tersebut, Sir," ucap pria yang ternyata menjadi salah satu mata-mata suruhan Darko.

"Aku akan mengeceknya nanti." kata Darko.

Pandangan Darko lurus menatap burung besi miliknya yang tengah bersiap-siap membawanya terbang ke Korea Selatan.

"Kau yakin jika Amanda berangkat ke Seoul?" Darko memastikan kembali informasinya.

Pria tersebut mengangguk mantap.

"Pasti! Ms Amanda sekarang sudah di dalam pesawat menuju ke Seoul. Empat orang penjaga, sudah berada dalam pesawat yang sama dengan Ms Amanda. Jadi, saya yakin, kami tidak akan terkecoh lagi." jawab pria yang menjadi ketua tim mata-mata yang dipekerjakan Darko.

"Bagus kalau begitu,"

Darko masuk ke dalam pesawat meninggalkan pria yang telah memberikan laporan penting padanya.

Pria tampan bertubuh kekar itu membuka amplop dan mengeluarkan semua foto-foto hasil bidikan kamera tersembunyi. Darko meraba salah satu foto Amanda yang sedang berjalan santai menuju parkiran.

Seketika pria itu teringat dengan pakaian santai yang menjadi favorit Amanda saat berada di rumah dan sering kali dipakai dalam kesehariannya. Darko tersenyum samar.

Ia mencintai Amanda. Itu fakta yang tidak terbantahkan lagi. Segala upaya akan ia perjuangkan untuk mendapatkan dan meluluhkan hati wanita itu lagi. Beberapa minggu terakhir ini sudah cukup bagi Darko untuk menyendiri dan terpuruk. Mulai hari ini, ia akan bangkit dan menjemput cintanya.

Karena tidak akan ada cinta yang datang jika hanya berpangku tangan. Apalagi ia adalah seorang pria, yang memang harusnya berjuang. Meskipun seharusnya akan lebih baik jika kedua belah pihak yang berjuang untuk cinta mereka.

Darko memasukkan kembali semua foto Amanda ke dalam amplop. Ia memilih untuk mengambil laptopnya dan memantau pekerjaannya selagi ia masih dalam perjalanan yang cukup panjang. Mengejar cinta dan mengurus pekerjaan harus seimbang.

??????????

Amanda sudah mengijakkan kaki di tanah kelahirannya lebih cepat dibanding Darko. Jarak Indonesia ke Seoul lebih dekat dan waktu tempuhnya lebih singkat dibanding New York ke Seoul.

Wanita berkulit putih mulus itu menggeret kopernya dengan santai keluar dari pintu kedatangan di bandara Gimpo. Wanita itu tidak tahu jika dalam beberapa minggu terakhir, bahkan pada saat itu sedang diawasi oleh mata-mata suruhan Darko.

Pada dasarnya memang Amanda tidak begitu peduli terhadap sekitarnya.

"Akhirnya aku pulang juga!" gumam Amanda ketika menunggu taksi berhenti di depannya.

Amanda sengaja tidak memberitahu kedua orangtuanya mengenai kedatangannya yang sangat mendadak ini. Ia juga memilih untuk menginap di hotel ketimbang pulang ke rumah orangtuanya. Ia butuh waktu menenangkan diri.

Amanda mengambil ponselnya dan terlihat menelepon seseorang.

"Annyeong. Apa appa sedang ada di Korea?" tanya Amanda to the point pada seseorang di seberang sambungan teleponnya.

"Oh! Baiklah. Gomawo informasinya," Amanda mematikan sambungan ponselnya.

Amanda menelepon asisten ayahnya, menanyakan keberadaan ayahnya. Tapi ternyata kedua orangtuanya secara kebetulan tidak sedang berada di Korea. Mereka sedang melakukan perjalanan bisnis ke Venezuela.

Kenyataan orangtuanya tidak berada di Seoul adalah hal yang melegakan bagi Amanda. Ia bisa menenangkan diri dengan leluansa tanpa dibumbuhi ceramah dari kedua orangtuanya.

Taksi membawa Amanda menuju Grand Walkerhill Seoul, salah satu hotel mewah yang berada di daerah Walkerhill-ro, Gwangjin-gu. Amanda berharap semua beban pikirannya sejenak menghilang. Ia akan menghabiskan waktu untuk melakukan sauna dan berjalan-jalan sambil menonton pertandingan baseball.

Amanda mulai berpikir, mungkin saja jodohnya bukan pria asing tapi seperti apa yang ayahnya katakan waktu dulu. Jika ia berjodoh dengan pria korea, ketika pertunangannya gagal. Bagaimana tidak pemikiran seperti itu muncul, buktinya sampai sekarang ia selalu dipermainkan oleh pria asing. Sialan!

Sesampai di hotel Amanda merebahkan tubuh, mengistirahatkan badan dan pikirannya sebelum besok ia memulai melakukan aktivitas.

??????????

- Ms Amanda sudah sampai di Gimpo Airport dengan selamat -
- Ms Amanda sudah berada di dalam taksi -
- Ms Amanda memilih untuk stay di Grand Walkerhill Seoul -
- Tidak terlihat tanda-tanda jika Ms Amanda ingin keluar dari kamarnya -
- Ms Amanda hanya memesan makanan ke dalam kamarnya -

Deretan laporan mengenai aktivitas Amanda, masuk ke dalam ponsel Darko. Pria itu tersenyum samar membacanya.

"Tunggu aku. Aku kembali!" gumam Darko.

'Sebentar lagi. Sebentar lagi aku akan bertemu denganmu. Kali ini, aku tidak akan melepaskanmu lagi. NEVER!!!' Darko bertekat dalam hatinya.

Pria itu menaruh ponselnya di meja, lalu kembali sibuk dengan pekerjaannya.

??????????

Setelah hampir seharian penuh Amanda hanya mendekam di dalam kamar hotel, malam ini ia memutuskan untuk keluar. Ia akan berkeliling di kota kelahirannya itu.

Hampir beberapa tahun terakhir, Amanda memang tidak pernah pulang ke Seoul. Dalam satu tahun terakhir ini, ia hanya bertemu kedua orangtuanya secara langsung satu kali, itupun ketika mereka menghadiri undangan salah satu perusahaan besar di Vietnam.

Amanda dan ayahnya adalah sosok yang gila kerja. Untuk itu, waktu mereka sulit sekali cocok satu sama lain untuk bertemu. Ibunya bahkan sudah tidak bisa berkata apapun untuk menasehati Amanda agar mengurangi jam kerjanya dan bersenang-senang sambil mencari pasangan hidup. Namun, Amanda tidak menggubris ucapan ibunya tersebut.

Dengan menggunakan sweater lengan panjang berwarna hitam, rok jeans yang hanya menutupi setengah pahanya, serta dipadu padan dengan tas yang senada dengan warna sweater dan sepatu sneakers, Amanda berjalan penuh percaya diri.

Penampilannya terbilang cukup santai namun, tetap saja terlihat cantik dan menarik. Pandangan mata yang berada di lobi hotel pun tak lepas darinya.

Saat ia sedang berjongkok, membenarkan tali sepatunya yang terlepas, secara tiba-tiba ada anak kecil berlari menabraknya. Gadis kecil itu jatuh terduduk di lantai sukses membuat Amanda terkejut sekaligus cemas. Wanita itu menaruh minuman yang tengah ia pegang di lantai begitu saja lalu mengangkat tubuh gadis kecil yang mungkin usianya hampir tiga tahun.

"Gwenchana? Ah---, maksudku, kau baik-baik saja gadis kecil?" Amanda bertanya sambil menelisik setiap bagian tubuh anak kecil itu.

Anak kecil itu hanya diam, menatap Amanda tanpa berkedip. Amanda berbalik menatapnya dan bingung.

"Kau bisa mendengarku?"

Anak kecil itu mengangguk.

"Di mana orangtuamu?" Gadis kecil itu mengangkat bahunya. Amanda mendesah.

"Bagaimana mungkin anak usia tiga tahun begini, dibiarkan berkeliaran sendirian. Di mana otak orangtuanya!" gumam Amanda sambil berdiri dan memandang sekitarnya untuk mencari keberadaan orangtua gadis kecil yang sedang berdiri di dekatnya.

"Felizya!"

Suara yang begitu familiar di telinga Amanda. Amanda dengan cepat menggeleng, memastikan jika telinganya salah dengar dan ia hanya berhalusinasi.

"Felizya! Kau di sana?" Gadis kecil itu menatap ke arah belakang punggung Amanda dengan mata berbinar. Ia segera berlari, Amanda yang tampak gamang tidak menoleh ke belakang. Degup jantungnya berdetak lebih cepat dari keadaan normal biasanya.

"Daddy!" seru gadis kecil itu.

"Terima kasih Nona. Kau sudah menolong anakku," ucap pria yang berada di belakang Amanda.

Amanda mengepalkan kedua telapak tangannya dan memejamkan matanya.

'Please! Bukan dia! Kau hanya berhalusinasi, Amanda!' Amanda bermonolog dalam hatinya.

Dengan ragu, wanita itu menoleh dan apa yang ia rasakan sama sekali tidak meleset. Pria itu, pria yang mencampakannya dan memilih wanita lain, kini berdiri di depannya dengan menggendong gadis kecil yang ditolong Amanda tadi.

Antonio! Mantan tunangan Amanda. Pria itu juga terlihat shock, ketika Amanda membalikan tubuhnya, berhadapan langsung dengannya.

"Aman--- da," kalimat pertama yang diucapkan oleh Antonio.

Amanda segera merubah mimik wajahnya dengan ekspresi angkuh. Ia tidak ingin terlihat terpuruk pasca ditinggal pergi oleh tunangan sialannya itu.

"Lain kali, urus anakmu dengan benar. Jangan pertontonkan sikapmu yang tidak becus mengurus anakmu yang berkeliaran sendirian." ucap Amanda ketus.

Antonio tertawa seakan terpaksa ketika mendengar ucapan Amanda.

"Kau sudah berubah ternyata. Aku pikir kau wanita yang sama dengan tiga tahun lalu," ucap Antonio.

"Wanita yang bodoh karena mengharapkan cinta dari seorang pria licik itu sudah MATI!" tegas Amanda.

"Oh yah? Aku pikir, dia belum move on. Masih suka mencari tahu segala hal tentangku." kata Antonio pongah.

Amanda berdecih mendengarnya.

"Amanda... Amanda. Sudah ku katakan berulang kali, jangan berharap padaku lagi. Aku sudah bahagia dengan keluarga kecilku. Aku memiliki istri dan anak yang cantik. Lupakan aku dan carilah pria lain. Begitu menyedihkan kau selalu sendirian." ucapan Antonio terdengar santai namun, sukses membuat percikan api emosi Amanda.

Amanda tidak habis pikir, bagaimana mungkin ia bisa dengan bodohnya bertahun-tahun jatuh cinta dan sulit move on dari orang seperti Antonio.

Wanita itu menggeram. Mulut kejamnya Antonio ternyata tidak pernah berubah dari saat terakhir mereka bertatap mata.

"Tolong Anda tarik kembali kata-kata Anda, Mr Antonio." Amanda tersentak kaget saat sebuah lengan kokoh memeluk pinggangnya erat dari samping.

Hari yang penuh kejutan untuk Amanda. Dua pria brengsek di matanya muncul di saat yang bersamaan. Detak jantung Amanda yang tadinya berdetak cukup cepat kini berlipat-lipat lebih kencang saat Darko berada di sampingnya dan tengah memeluk erat pinggangnya.

Sudah beberapa minggu tidak melihatnya, wajah pria itu tampak lebih kurus tapi tetap tampan dan menggairahkan. Oh, sialan!

"Wanita ini sudah bahagia bersama saya. Jadi, simpan saja rasa percaya diri Anda yang cukup tinggi itu. Dia tidak menyedihkan sama sekali. Sebagai informasi untukmu, wanita di sebelah saya ini selalu terlihat sendirian, itu dikarenakan saya yang terlalu sibuk di New York."

"Ah- satu lagi untuk Anda ketahui. Saya sudah mengakusisi sebagian saham di dua perusahaan Anda yang berada di London. Perkenalkan, saya Darko Dio Rajasa, Owner Rajasa's Corp."

Ucapan santai Darko membuat Amanda semakin terkejut. Bukan hanya Amanda tapi Antonio pucat pasi. Pria itu menggeleng pelan sambil melontarkan gumaman, "Tidak mungkin,"

"Saya tidak becanda mengenai akusisi itu. 70% pemegang saham perusahaan Anda dengan senang hati menyetujui penawaran yang saya berikan,"

'Pria yang mengerikan!' batin Amanda.

"Tidak... tidak mungkin! Lelucon Anda sangat tidak lucu," ucap Antonio panik.

Darko hanya menaikkan bahunya santai tanpa ekspresi apapun. Antonio dengan menggendong anaknya segera berjalan cepat meninggalkan Amanda dan Darko tanpa ucapan pamit.

Darko melempar tatap pada Amanda yang meliriknya dengan pandangan tak percaya.

"Long time no see. I miss you so bad!" ucap Darko.

Seolah pulih dari kesadarannya. Amanda menarik lengan Darko yang tengah memeluk pinggangnya lalu menghentakannya kuat.

Tatapan penuh emosi muncul begitu saja di kedua bola mata Amanda saat menatap Darko.

"I hate you so much! Lebih baik kau enyah dari hadapanku! Bastard!" desis Amanda.

'Sudah ku duga semua ini akan terjadi. Bersiaplah Darko, neraka sudah di depanmu,' batin Darko.

??????????

Bikin konfik kecil-kecilan aja ya ????
Aku ga pinter bikin konfik macem ala2 sinetron itu
?????????????????????
Semoga aja Konflik secuil itu ada feelnya
??????

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience