" Blaam!!"+
" Selamat pagi Lana.." Lana mengangguk pelan pada Rei, kapster muda yang
memiliki tubuh tegap, berkulit halus dan tampan itu dari balik meja
kasir, suasana salon masih lenggang hanya ada beberapa pegawai yang
sibuk menata barang-barang. +
" Dimana Suri?" Lana membuka buku absen dan membubuhkan tanda tangan di
bagian kolom absen pegawainya. +
" Suri..kurasa dia ada di atas, apa hari ini kita akan ada kedatangan
tamu spesial?" Rei berbalik dan menghadap ke samping Lana yang masih
memeriksa buku absen.+
" Hanya tamu biasa."sahutnya datar. +
" Ayolah sayang..bukankah dia itu spesial?" Rei mengerlingkan matanya
yang lentik. Lana menatap sekilas, seandainya Rei adalah lelaki yang
maskulin dan normal mungkin ia akan memilih untuk jatuh cinta padanya,
tapi sayang Rei terlalu sangat maskulin dan secantik apapun wanita di
depannya Rei tidak akan pernah tertarik.+
" Kalau kau mau, kau saja yang menjamunya, aku akan ada di atas kalau
kalian perlu sesuatu." Lana menepuk pundak Rei dan melenggang santai
naik ke lantai atas. Rei memandang punggung wanita muda itu dengan
tatapan sedih.+
" Kasian kau Lana..semoga mimpi burukmu cepat berlalu." +
....+
Lana Aster seorang wanita karir yang memiliki kehidupan bahagia saat
ini, seorang manajer tunggal dari usaha salon kecantikan dan beberapa
bisnis lainnya, wajahnya yang teramat cantik dengan postur tubuh
semampai, mampu memikat hati para lelaki, tapi sayang Lana memiliki
sifat yang tak begitu di sukai, sepasang mata indahnya selalu bersinar
dingin dan sangat jarang tersenyum bahkan tak jarang ia bersikap acuh
dengan sekitarnya, bukan hal wajar bagi sebagian mereka yang belum
mengenalnya, namun di balik itu semua Lana selalu bisa di andalkan oleh
orang sekitarnya, banyak klien dan sahabatnya yang selalu berada di
sampingnya, meski terkadang mereka harus mengelus dada setiap kali Lana
berubah kasar. +
Sebulan yang lalu. +
" Maaf aku terlambat!" Lana mengelap keringat di dahinya, wajahnya
bersemu merah, di depannya seorang lelaki dengan tubuh tinggi tegap,
memakai setelan jas hitam memandangnya tersenyum. +
" Tidak apa, aku juga baru saja datang." Lana mengangguk. " Kita pergi
sekarang?" Lana menunjuk sebuah caffe di depan mereka. +
Suasana caffe nampak sepi. Lana memilih kursi di sudut caffe, aroma
dedaunan basah membuatnya rileks.+
" Bagaimana pekerjaanmu?" Lana menghirup secangkir kopi panasnya sebelum
menjawab. +
" Alhamdulillah baik..kamu?" +
" Yah seperti itu, minggu depan aku harus keluar kota." +
" Keluar kota..berapa lama?"tanyanya. +
" Hanya seminggu." +
Lana terdiam. " Lalu..apa aku bisa ikut denganmu?"lelaki di depannya
memandang sejenak ke arahnya. +
" Kurasa bisa kalau kamu tidak sibuk, aku akan pesan satu kamar hotel
lagi." Lana mengangguk senang. Mereka berbincang banyak hal, tanpa
terasa sudah dua jam mereka menghabiskan waktu. +
" Aku harus pulang.." Lana memasukan ponselnya ke dalam tas dan berdiri.+
" Aku antar?" Lana tersenyum dan menggeleng. " Kamu tahu kan bagaimana
situasinya?" Lelaki itu terdiam. +
" Aku akan menghubungimu lagi Panji, hati-hati di jalan yah!" Lana
memeluk tubuh Panji sesaat kemudian berjalan tergesa ke arah parkir
mobil. +
Rumah nampak sepi ketika Lana membuka pintu, nampak Mbok Min berjalan
tergesa ke arahnya.
" Non..mau minum apa?" Lana menatap Mbok Min yang tua dengan sinar mata
redup. +
" Tidak mbok, saya ingin istirahat.. mama papa mana?" Lana memutar
matanya menatap sudut rumah. +
" Bapak ibu baru saja datang, sekarang di kamar." +
" Faren?" +
" Den Faren sedang keluar bersama temannya Non." Lana mengangguk,
kemudian melangkah masuk ke dalam kamarnya yang berada di bawah tangga,
sengaja ia memilih kamar bawah, karena lebih banyak membantunya untuk
keluar masuk dengan mudah dari rumah. +
Suara dentingan sendok garpu yang beradu memecah keheningan di ruang
makan. Lana duduk santai, melahap makanan di piringnya dengan antusias,
di seberangnya mama duduk sembari mengobrol pelan dengan papa. Mata Lana
melirik kursi di sampingnya, kosong. +
" Faren belum pulang?" Lana bertanya pada mama yang kemudian menatapnya. +
" Tadi dia telpon katanya sedang di mall sama Andre." Lana terdiam, ia
paling tak suka dengan sikap Faren yang selalu absen untuk makan malam,
sedang selama ini tak pernah melakukan hal serupa. +
" Aku akan menelponnya dan menyuruhnya pulang!" Lana mengambil ponselnya
dan sibuk memencet nomor Faren, tak ada jawaban. +
" Apa yang dia lakukan sekarang?!" Lana mulai emosi, hal yang paling ia
benci saat Faren mengabaikan telponnya. +
" Sudahlah sayang..adikmu kan hanya main di mall?" Mama menatap Lana
dengan raut wajah bingung. Lana menggeleng kesal. +
" Lalu bagaimana dengan kuliahnya?" +
" Faren kan bukan kamu Lana, yang memilih bekerja dari pada kuliah.."
Lana melirik papa di ujung meja makan, papa hanya menatapnya datar. +
" Setidaknya aku bisa mandiri dan tahu diri." Lana meletakkan ponselnya
dan menatap mama meminta dukungan. +
" Papa sudahlah jangan mengungkit masalah itu lagi.." Mama mengelus
lengan papa mencoba menyabarkan suaminya. +
" Kamu selalu membelanya, dia anak perempuan yang harusnya tahu batas,
ah sudahlah!" Papa melihat ke arah Lana dengan kesal. Lana hanya
mengangkat bahu, acuh. +
" Mau kemana Lan?" Mama menegur Lana ketika anak gadisnya itu berdiri. +
" Lana masih ada pekerjaan mam." +
" Lana..ada yang harus mama bicarakan sama kamu." Lana mengerutkan
alisnya, merasa heran sekaligus tak nyaman. +
" Apa yang.-" belum sempat Lana berucap, bel rumah berbunyi. Mbok Min
berlari ke depan. +
" Pah mereka datang!" Lana melihat binar aneh di bola mata mama. +
" Lana ikut mama, ada yang mau mama kenalin sama kamu!" Mama mengamit
lengan Lana ke ruang tengah menyusul papa yang lebih dulu pergi. Mbok
Min hanya menatap sedih ke arah Lana. +
" Silahkan duduk.." papa nampak berpelukan erat dengan seorang lelaki
paruh baya di depannya. Lana masih berdiri diam, menatap bingung pada
tamu di rumahnya, seorang pemuda yang berdiri di depannya juga menatap
ke arahnya, mata mereka bertemu dan pemuda itu tersenyum manis, sepasang
mata coklat teduhnya terbingkai kacamata bening, perawakannya cukup
maskulin namun sederhana dengan peci bulat berwarna putih menutupi
rambutnya. +
" Lana..ayo duduk!" Mama menepuk sofa di sampingnya. Lana duduk dengan
sungkan, tiba -tiba ia merasa tak nyaman. Mbok Min datang menyuguhkan
minuman. +
" Lana..ini Rehan, anak teman dekat papa." Papa mengenalkan Lana pada
pemuda yang menatapnya tadi, pemuda itu hanya mendekapkan kedua
tangannya di dada. Lana mengerti, ia melakukan hal yang sama.
Lana membuka tirai jendela kamar hotel dengan malas, secercah cahaya
menerobos masuk mengenai wajahnya yang kusut, dengan gontai ia melangkah
ke dalam kamar mandi,membasuh wajahnya kemudian merendamkan tubuhnya di
kolam kecil. Lana memakai pakaian santainya, menyisir rambutnya yang
tergerai indah, kemudian mengikatnya menjadi ekor kuda, wajahnya
terlihat segar dengan polesan make up tipis. Lana memakai sandalnya dan
melangkah keluar kamar, turun ke lobi kemudian menyerahkan kunci kamar
pada resepsionis. +
Udara pagi nampak dingin, suara lirih burung-burung memekik di antara
dedaunan pohon pinus, kabut tebal mulai menipis seiring matahari
merangkak naik. Lana berjalan pelan dan ringan menunju pantai, ia ingin
menikmati aroma laut untuk menyegarkan pikirannya sekaligus menunggu
Panji bangun. +
" Selamat pagi Lana.." Lana menoleh kaget, mendapati Panji yang berdiri
di belakangnya, wajah lelaki yang di cintainya nampak cerah dan segar,
rambut legamnya nampak basah dan Lana bisa mencium aroma embun di
sekujur tubuhnya. +
" Kamu sudah bangun??" Lana mendekat ke arah Panji, mengendus tubuh
lelaki itu dan tersenyum datar.+
" Kenapa nggak bangunin aku seh?" Lana menyundul lengan Panji pelan.
Panji tersenyum lebar. +
" Aku nggak tega mau bangunin kamu, di travel saja kamu udah kelihatan
capek banget.." Lana tersipu malu, malam tadi ia sedikit lelah hingga
selama perjalanan ia tertidur pulas. +
" Mau minum teh?" Panji menunjuk warung di atas bukit. Lana mengangguk,
mereka berjalan beriringan, tangan Panji menyentuh tangan Lana dan
meremas pelan jemarinya. Lana tersenyum ia merasa sangat bahagia bisa
bersama Panji saat ini. +
" Kita balik ke Semarang tiga hari lagi." Panji menatap laut biru
sembari meminum teh panas. Lana menatap heran. " Kok cepat??" +
" Iya, kebetulan semua sudah selesai lebih cepat, hari ini aku ada
rapat, kamu nggak apa aku tinggal?" Panji menoleh, melihat wajah Lana,
kulitnya halus dan putih bersih, alisnya tebal bertaut, hidung mancung
dan lekukan bibirnya sempurna. Lana terlihat sangat cantik. +
" Iya nggak apa..nanti aku bisa jalan sendiri.." Lana menoleh tanpa
sadar, wajah mereka berada dekat, jantung Lana berdegup cepat meski
sudah dua tahun ia mengenal Panji namun ia selalu merasa seperti jatuh
cinta pertama kali. +
" Emm..maaf.." Lana menunduk, menyembunyikan rona wajahnya, ia tak
mengerti dengan perasaannya, mengapa ia begitu sangat mencintai Panji,
padahal rasa sakit hati yang pernah di torehkan lelaki itu sempat
membuatnya berubah, namun ia tak bisa membenci Panji. +
" Kamu cantik Lana.." Panji berbisik pelan. Lana melirik sekilas
kemudian menatap laut bersikap biasa. +
" Apa kamu mengatakan pada gadis lain?"tanyanya. Panji terdiam, sikapnya
berubah gelisah. +
" Lupakan saja Lana, aku minta maaf." Lana mengangguk mengiyakan. Ia tak
ingin mengacaukan suasana. +
" Aku..ingin jalan-jalan, kalau kamu sudah selesai rapat hubungi aku."
Lana berdiri, kemudian melangkah pergi meninggalkan Panji yang menatap
aneh ke arahnya.+
....... +
Suara riuh pasar pantai mulai membuat Lana bersemangat, kakinya
melenggang santai menikmati setiap pemandangan di kanan kirinya, banyak
toko dan warung yang menjual berbagai aksesoris yang indah. Lana
berjalan semakin jauh keluar masuk toko dan menenteng beberapa plastik
belanjaan. +
Telpon Lana berbunyi ketika ia asyik memilih aneka kalung kerang dan
craf bermotif, matanya membulat ketika melihat nama yang tertera di
layar. +
" Rehan..darimana dia tahu nomorku??" +
" Hallo." Lana menerima telpon Rehan dengan malas. +
" Assalamualaikum dek. " sahutan lembut dari seberang cukup membuat Lana
terkesima.
" Emm..wa'alaikummussalam.." +
" Lagi apa?" Rehan bertanya pelan. Lana menghela napas, memutar matanya
melihat pasar, hari mulai panas. +
" Di pasar." +
" Lagi belanja apa?" +
Lana tak segera menjawab, tangannya memilih satu craf bermotif coklat
dengan gambar bunga terang. " Hanya oleh-oleh kecil." +
" Crafnya bagus juga.." Lana mengerutkan alis mendengar jawaban Rehan.
/Dari mana dia tahu aku memilih craf?? /+
/" /Kok tahu?" Lana meletakkan craf di tangannya dengan bingung. +
" Kamu jalan sendiri?" Rehan berdehem sedikit, sayup Lana mendengar
suara riuh di belakang Rehan. +
" Yah..aku sendiri." +
" Boleh mas temenin?"lagi Lana mengerutkan alisnya, merasa heran
sekaligus penasaran. +
" Kamu..-" +
" Lana.." Lana berbalik cepat, matanya melotot kaget ketika melihat
sosok Rehan yang berada tepat di belakang tubuhnya, senyuman manis
tersungging di bibir pemuda itu, kacamata beningnya masih melekat erat
namun kini Lana bisa melihat rambutnya yang tersisir rapi dan stylish
membuat lekuk wajah yang sempurna. +
" Re..Rehan..kamu..??" Lana tergagap kaget, ia masih tak percaya pemuda
itu ada di sini, di kota ini padahal mama papa juga Faren tidak tahu
kemana ia pergi. Lana hanya bilang ada urusan bisnis dan kini ia
kepergok tengah berjalan sendiri, tapi.. Panji, bagaimana kalau Rehan
tahu kalau ia kesini bersama Panji. +
" Kenapa kaget gitu seh??" Rehan menatapnya heran, kemudian berjalan ke
belakang Lana, melihat aksesoris yang sempat membuat Lana tertarik. +
" Ini.." Rehan menyerahkan satu bungkus plastik berisi craf motif coklat
dan seuntai kalung kerang unik. +
" Eh..iya makasih tapi aku bisa bayar sendiri." Lana tersipu malu
menerima hadiah kecil dari Rehan. +
" Anggap saja perkenalan..oh ya aku mau makan, kamu mau ikut?" Rehan
berdiri di samping Lana dengan tenang. Lana menatap Rehan sejenak
kemudian mengangguk, lagipula ia juga tidak tahu lagi harus kemana,
semua toko sudah ia masukin. +
" Biar aku bawakan." Rehan mengambil plastik belanjaan Lana kemudian
berjalan lebih dulu. Lana melongo, terus terang ia tak pernah membiarkan
orang lain membawakan belanjaannya bahkan Panji pun tak pernah melakukan
hal seperti itu. +
" Mau coba seafood kepiting?" Rehan menawarkan menu makanan laut, mereka
duduk di sebuah warung makan besar dengan tempat menghadap laut,
hembusan angin menerpa wajah Lana, menerbangkan helai-helai rambutnya
yang halus. Lana mengangguk pelan. Rehan memesan kepiting pedas dan dua
teh panas. Sambil menunggu pesanan mereka datang Lana memandang laut,
deburan ombak memecah tebing karang menimbulkan suara bisikan. +
" Lana menginap di mana?" Rehan meletakkan ponselnya di meja, mereka
duduk berdampingan hingga jarak mereka terasa dekat.+
" Hotel di ujung sana!" Lana menunjuk sebuah bangunan megah di dekat
bukit. Rehan hanya mengangguk sambil tersenyum. +
" Mas Rehan ngapain ke sini? Ada urusan kerjaan juga?" Lana menoleh
sekilas. +
" Tidak.. aku sering ke sini.." sahutnya datar. +
" Sering..kesini?" Lana memandang heran. Rehan tak menjawab ketika
pesanan mereka datang. +
" Cara makannya seperti ini." Rehan mematahkan cangkang kepiting dengan
pelan kemudian mencampur dagingnya dengan beberapa bumbu masakan. +
" Ini.." Rehan mengulurkan tangannya ke mulut Lana, tubuhnya agak
menyamping sehingga memudahkannya untuk melihat Lana. Lana membuka
mulutnya dan menerima makanan dari suapan tangan Rehan.
Share this novel