Selamat malam untuk hatiku sendiri; maaf karena telah banyak menggoreskan luka disetiap sudut dindingmu oleh fantasi yang aku buat sendiri.
Sudahkah kamu siap untuk menjadi ruang hampa tak berpenghuni, tatkala rindu gagal meraih temu.
Untuk setiap air mata yang menetes, yang airnya menggenang basah keseluruh celah-celah pengharapan, bisakah kita bernegosiasi agar laju aliranmu hanya tertahan sampai dipelupuk mata?
Selamat beristirahat pengharapan; tidurlah dalam buaian hangat euforia fantasi. Sebab bahagia yang dahulu nampak terlihat nyata, kini menjelma menjadi bayang-bayang fana.
—Aksa Melviano
Share this novel