Bab 74

Romance Completed 25593

BAB 74

Semuanya terasa sempurna, semuanya begitu damai. Mendapatkan suami yang begitu mencintai kita bukankah itu sudah lebih dari cukup?

“Feyyyyyyyyyy! Baju batikku yang kemarin baru dicuci di mana?” Kulihat Vian berondong manisku itu kini tampak kebingungan melihat ke segala penjuru arah.

“Itu udah aku setrikain di lemari.“ Vian tak menghampiri lemari, dan kini melangkah mendekatiku dan langsung memelukku dari belakang yang sedang memakai gaun batikku.

“Always beautiful.” Kecupan mendarat di pipiku membuatku kini mendorongnya.

“Udah deh, jangan merayu, itu udah ditunggu semuanya, Bee.” Kudorong tubuh Vian untuk segera memakai kemejanya.

Tapi dia kini menarikku untuk duduk di pangkuannya karena dia sudah duduk di tepi ranjang. Aroma musk menguar dari tubuhnya wangi yang khas, yang selalu membuatku kecanduan.

“Hey, apa kabar mommy preggy? “ bisiknya parau dan kini mulai mengecupi leherku.

“Bee, mau apa? Jangan bilang ...? Bukankah semalam sudah?” Kukernyitkan keningku menatapnya yang kini malah menyeringai lebar.

“Habisnya kau tampak menggairahkan kalau begini, aku kan masih kangen, seminggu tak bertemu dan baru beberapa hari di sini, masih merindukanmu, Fey. Kau kemarin sibuk dengan Evan dan Nadia.” Dia mulai merajuk membuatku tergelak.

“Hey ... itu bibir kalah dengan Kavi, ya, kalau mengerucut begitu pak dokter.”

“Biarin, Fey kangen,” rajuknya lagi dan mulai menenggelamkan wajahnya di lekukan leherku.

“Heh, usia sudah bertambah malah makin manja, malu sama dekbay.” Kuusap perutku yang sudah mulai sedikit terlihat ini. Seketika Vian langsung menunduk menatap perutku dan mengusapnya lembut.

“Alow Sayang, mau kan daddy jenguk?” Kutabok dirinya yang membuatnya makin tersenyum jahil.

“Jangan mesum, ini sudah pukul 8, Bee, akad nikah segera dimulai.”

Vian menatapku serius, lalu menyingkirkan helai rambut yang menutupi wajahku.

“Aku ingin memukuli Evan,” ucapnya tiba-tiba membuatku meringis.

“Sudahlah, Bee, mungkin ini takdir mereka, aku sudah lelah dari kemarin memarahi anak itu.”

“Dia sudah membuat kau menangis semalaman, aku tak menyangka dia bisa bandel begitu, dan bagaimana Nadia?”

Kuhela napas dan membenarkan kancing kemeja batik yang dipakai Vian.

“Kemarin dia menangis terus menerus, memang bukan salahnya ini semua karena Evan yang mabuk, dan menciumnya dan akhirnya papanya Nadia, om Gunawan menangkap basah mereka, kau tahu om Gunawan itu sangat tegas, kan?”

Vian mengangguk, ”Ahhh, sahabatku itu sangat ceroboh.”

“Kita doakan saja, Bee, kalau ini jalan terbaik buat Evan dan Nadia, meski aku juga ragu dengan keduanya. Selama satu minggu ini Evan dan Nadia tak saling berbicara mereka tampak menghindar satu dengan lainnya.”

“Ehmmm, doakan saja yang terbaik, Fey.” Kecupan hangat Vian menempel di bibirku. Selalu dan selalu suamiku ini bisa memberi ketenangan.

Tok tok tok.

“Mamiiiiiiiii, semua sudah menunggu cepetan!” Suara Rasya dari balik pintu kamar membuatku dan Vian langsung beranjak.

*****

Vian pov

“Saaaaaahhhhhhhhh!” Suara itu menggema di seantero aula ini. Yup, akad nikah Evan dan Nadia baru saja selesai. Kavi yang berada di gendonganku kini asyik memainkan kancing bajuku. Like mother like son, kebiasaannya persis dengan Fey. Pipinya yang gembil itu tampak memerah karena terlalu panas. Di aula gedung ini penuh sesak tamu undangan yang hadir, aku beranjak dari dudukku dan mencoba keluar dari kerumunan tamu. Takut Kavi kepanasan. Kuedarkan padangan ke sisi kanan dari aula yang langsung terhubung dengan taman.

Pernikahan Evan dan Nadia ini memang tergolong mewah. Papa dan mama sudah menganggap Evan anak mereka sendiri dan aku pun juga mengiyakan saat mama ribut akan menggelar resepsi di hotel berbintang lima.

Om Gunawan sendiri menyetujuinya karena Nadia putri tunggalnya yang memang sangat dimanjakannya. Dan di sinilah di aula hotel yang terletak tak jauh dari Malioboro, pernikahan Evan berlangsung.

Kulihat Fey sedang berbincang-bincang dengan masku dan mbak Sisca. Ada Rasya juga yang sejak kemarin membuntuti Fey ke mana pun, katanya kangen. Nah loh, itu bocah masih aja tak bisa lepas dari Fey.

Om Dewa, dan Tante Rani baru saja datang langsung dari Solo dan langsung menemui mama dan papa yang ada di altar.

“Fey ... Kavi kepanasan, nih.”

Fey langsung menghampiriku dan meminta Kavi dari gendonganku.

“Aiiiihhhh, Kavi Sayang, bude kangen, nih.” Mbak Sisca langsung menyerobot Kavi membuat menggeliat tak nyaman.

“Makanya buatlah, Mbak,” kuucapkan itu membuat masku langsung menjitak kepalaku.

“Heh, ilmumu itu belum bisa kuserap, kenapa bisa langsung tokcer begitu?” ucapnya membuat Fey mencubit lengan masku.

“Awwhhh, Aline kenapa aku dicubit coba?”

“Itu mulut pak pengacaranya mesum, ya. Mesuuummm!” celetuknya membuat mas Ryan terkekeh.

“Tuh sayang, jangan cuma mesum di mulut, tapi juga dipraktekin di ranjang.” Kali ini masku tampak merah wajahnya mendengar celetukan mbak Sisca.

“Lah emangnya di ranjang gimana? Kurang hot gitu, ya?” Kali ini Fey sudah menyerobot pertanyaan yang akan kulontarkan. Dan kali ini masku langsung mendekati mbak Sisca dan langsung membungkam mulutnya itu dengan bibirnya membuat Fey membelalak terkejut dan berjenggit melihat kelakuan pasangan yang tak tahu malu ini. Dasar abg tua kasmaran.

“Ihhhhh ... Sayang, maluuuu,” rengek mbak Sisca manja dan menggelendot di lengan masku.

“Habisnya, jangan buka rahasia di depan Vian sama Aline, tahu sendiri mereka itu masternya pervy nanti kita diajarin gaya-gaya yang tak wajar lagi,” celetukan masku membuat Fey langsung menghadiahi tabokan keras di lengan masku. Duh ada-ada saja mereka.

*****

Cantik, indah, dan anggun. Aku tertegun menatap Fey yang kini sudah berganti dengan kebaya khas Jawa, sebagai pengiring pengantin dan keluarga pengantin. Kami semua diwajibkan memakai baju seragam layaknya kedua mempelai. Di atas altar sudah ada Evan yang tampak gagah dengan baju pengantin basahan, dan di sampingnya Nadia sudah tampak begitu cantiknya dengan dandanan khas putri keraton.

Kutatap Fey yang kini juga tampak anggun itu, dengan rambut yang tersanggul modern dan kebayanya warna hijau itu membuat tubuhnya tampak ramping meski dia tak memakai kain jarit karena sedang hamil dan digantikan dengan rok batiknya istriku tampak begitu memukau.

“Cantik,” kubisikkan kata itu lagi saat sudah berada di dekatnya. Dan kulihat wajahnya tampak memerah.

“Fey, maaf, ya?”

“Maaf?” Dia kini menatap ke arahku dengan kebingungan.

“Maaf karena dulu saat menikahimu begitu tiba-tiba dan tak ada perayaan seperti ini.”

Kulihat Fey tersenyum lalu menggamit lenganku. Menyandarkan kepalanya di bahuku.

“Aku sudah beruntung mendapatkanmu, Bee. Sudah lebih dari cukup tak mau menuntut apa-apa lagi.” Ucapannya benar-benar membuatku damai. Dia istriku yang sangat sempurna, kukecup keningnya lama. Mencoba menyalurkan rasaku yang tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata.

“Makasih, telah mau menerimaku,” bisikku membuat dia mengangguk dan tiba-tiba berjinjit lalu mengecup pipiku.

“Ehmmm ehemmm ... Mami ... kak Vian, duuuhh masih aja ini. Yang menikah itu kak Evan bukan kalian.” Kuedarkan pandanganku kulihat Rasya sudah berkacak pinggang di depanku.

“Eh, masih kecil, hust hust.” Kudorong Rasya yang juga memakai blangkon itu.

“Adeeekkkkkk, hayo ini di mana? Masih saja mencari kesempatan, ya.” Suara mama sukses membuat Fey kini melepaskan tangannya dari pelukanku.

“Dasar kalian ini masih saja, ya, mesuuuummm!” Suara Evan membuatku makin melongo.

Loh, bukannya mereka masih di altar? Dan kenapa semua sudah berkumpul di sini. Kulihat Evan dan Nadia sudah berada di samping Fey, om Dewa, Tante Rani, mama papa, dan mbak Sisca yang tengah menggendong Kavi dan masku yang kini merangkul bahuku.

“Ini kayaknya pengantinnya itu Vian dan Aline tetep, ya...,” celetuknya membuat Fey tersipu malu.

“Bagaimana kalau kita giring mereka ke altar ... foto bersama keluarga besar,” ucap masku dan diangguki semuanya. Mereka medorongku dan Fey untuk naik ke atas panggung yang sudah didekor dengan begitu indahnya. Fey masih menatapku malu dan kebingungan tapi kemudian kurangkul bahunya,

“Anggap saja foto pernikahan kita yang tertunda, Fey,” bisikku ke arahnya membuat dia kini tersenyum dan mengangguk.

Kuminta Kavi dari gendongan mbak Sisca, dan kurengkuh Fey ke dalam dekapanku. Semuanya, sempurna pada akhirnya.

END

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience