8. Tidak Dianggap

Romance Series 22809

LEONNA terus mengikuti Rafa, kemanapun pria itu pergi setelah kesepakatan berpacaran mereka setujui. Leonna yang terlihat lebih agresif, karena Rafa terlalu pasif untuk seorang pria tampan, yang biasa tebar pesona.

Seperti hari ini, Rafa, dan klub basket kampusnya sedang bertanding, melawan kampus tetangga. Dengan setia Leonna mendukung sang pacar, yang masih sangat kaku dengannya. Rafa sepertinya masih belum bisa menerima kehadirianya, sebagai seorang kekasih. Karena pria itu benar-benar menganggapnya seperti orang asing.

"Ini minum dulu!" Leonna menyodorkan satu botol air mineral, tapi pria itu malah meraih botol minumnya sendiri dari dalam tasnya. Beberapa penonton wanita bahkan terkikik, sedangkan Leonna sekali lagi menelan pil pahit untuk kisah cinta pertamanya.

Tak apa Onna, dia akan membutuhkanmu nantinya.

"Boleh aku minta airnya? Kebetulan aku tidak bawa air minum." Tanpa berpikir dua kali, Leonna memberikan air itu pada Andrew. Salah satu anggota tim basket.

"Silahkan, sayang juga kalau tidak ada yang meminumnya."

Andrew tersenyum ramah, seraya menerima satu botol air mineral itu dari Leonna. Lalu menenggak air itu hingga tersisa setengah botol. "Kau sendirian saja?" tanya Andrew, Leonna menjawabnya dengan anggukan kepala.

"Kau, mau makan siang bersamaku?" tanya Andrew lagi, ketika Leonna ingin menjawab Rafa sudah lebih dulu meninggalkannya.

"Lain kali mungkin aku duluan, ya." pamit Leonna, Adrew hanya mengangguk pasrah. Leonna terus berlari mengikuti langkah Rafa yang panjang.

"Fael." panggil Leonna, bukannya menghentikan langkahnya Rafa semakin cepat berjalan.

"RAFAEL!!!" teriakan Leonna menggema di lorong kampus, dan teriakan itupun yang berhasil membuat langkah Rafa terhenti. Dengan cepat Leonna melangkah mendekati pria itu.

"Tungguin."ujarnya dengan nada manja, Rafa menghela nafas berat. Dengan berat hati ia menuruti kemauan wanita itu, Rafa memperlambat langkahnya.

Sepanjang perjalanan menuju kantin kampus, tak ada satu pun dari mereka yang membuka pembicaraan. Hening dan canggung yang mereka rasakan, apa lagi Leonna, dia selalu berusaha keras untuk tetap tenang.

Walau banyak pandangan mencemooh, yang di lemparkan padanya. Banyak penggemar Rafa di kampus ini, dan saat semua penggemar Rafa tau kalau dia menjadi kekasih idola mereka. Leonna mendadak menjadi wanita yang paling mereka incar, untuk mereka kerjai dan cemooh.

"Fael, kau mau makan apa?" tanya Leonna ketika mereka berjalan memasuki kantin kampus. Rafa tak menjawab, melaikan membeli sendiri makanan yang ia inginkan. Lagi-lagi Leonna menghela nafas berat.

Berjuang Leonna, pada akhirnya dia akan bisa membuka hatinya.

Lagi-lagi mereka makan dalam diam, hanya terdengar selentingan alat makan yang mereka pakai. Hingga akhirnya, suara dering ponsel Leonna meramaikan suasana itu.

"Hallo."

"Onna, apa kau bisa membantuku?"

Leonna mengerutkan keningnya bingung, wanita yang menelponnya adalah Aceline. "Tolong apa, Cel?" tanya Leonna pelan, diam-diam ia melirik Rafa dari sudut matanya. Rafa menghentikan acara makannya, setelah nama Aceline keluar dari mulut Leonna.

"Besok aku akan Honeymoon, aku bingung mau bawa apa."

Leonna terkekeh pelan. "Oke nanti aku kerumahmu. Bye.." Leonna masih tersenyum ketika menutup sambungan teleponnya. Sahabatnya itu sungguh masih lugu, dan tak mengerti apa pun soal rumah tangga. Semoga suaminya bisa membimbing Aceline dengan baik.

"Ehm, apa itu Aceline?" tanya Rafa pelan, tangannya sibuk mengaduk aduk makanannya. Kenapa saat mendengar nama Aceline disebut,dia gampang sekali mengeluarkan suara.

Tapi saat hanya denganku suaranya itu seperti sebongkah berlian, MAHAL.

****

"Aceline, kamu dari mana saja, sayang? Mama menunggumu dari tadi." ujar seorang wanita parubaya ketika ia baru saja menutup pintu kembali.

"Aku habis dari kantor Arvin, Mam, kenapa Mama tidak menelponku?" tanya Aceline seraya berjalan mendekati Jane, Ibu mertuanya. Jane memeluk menantunya itu dengan erat, melepas kerinduannya karena lumayan lama mereka tak bertemu.

"Duduk dulu Mam, biar kubuatkan minum."

Jane menjatuhkan bokongnya ke sofa yang ada di ruang tamu. Tidak lama berselang, Aceline kembali membawa dua cangkir berisi teh hangat beraroma melati. Dia meletakannya di meja tepat dihadapan Jane.

"Silahkan diminum, Mam." Jane menyeruput pelan teh hangat itu, setelah ia meletakan kembali cangkir yang ia pegang, Jane berkata.

"Kamu ingatkan, sayang, besok kalian akan bulan madu ke Thailand." Aceline terdiam seraya mengerjabkan matanya dengan cepat beberapa kali. "Ke Thailand? Kenapa aku harus ke Thailand besok, Mam? Ada acara apa?"

Jane menggeleng pelan, ternyata Arvin belum mengatakannya pada Aceline. Kalau besok mereka akan berbulan madu, ke Negara gajah putih itu.

"Apa Arvin, tidak mengatakannya kepadamu?" Aceline menggeleng pelan, kejadian di kantor beberapa jam yang lalupun kembali berputar di benaknya. Di mana pria itu tiba-tiba saja menjadi ramah, lalu seorang wanita cantik datang dengan baju minim lalu memeluk Arvin. Airmata Aceline kembali tergenang.

"Cel, hei ada apa?" Tanya Jane bingung, ketika mendapati menantunya itu tiba-tiba terdiam, dengan mata berkaca-kaca.

"Tidak ada apa-apa, Mam." Bohong, hatinya merauang tak terima. Dia sangat terluka melihat suaminya bersama wanita lain. Pantaskah dia merasa cemburu, disaat pria yang menjadi suaminya bahkan tak menganggapnya sebagai seorang istri? Dia hanyalah seorang pengganggu dimata Arvin.

"Yasudah, kamu beres-beres sekarang. Barang apa saja yang harus dibawa besok. Mama datang hanya ingin memberikan hadiah untuk hari pertamamu di sana." Jane memberikan satu kantong paper bag entah isinya apa, ia berdiri dari duduknya. Setelah menarik Aceline kedalam pelukannya, Jane pamit untuk pulang.

"Bagaimana ini, apa yang harus kubawa? Leonna." Dengan segera Aceline menelpon sahabatnya itu untuk meminta bantuan.

****

ARIANNA, mengelilingi semua sudut mall untuk mencari kado pernikahan kakak tercintanya.

"Nona, apa kadonya masih belum ketemu, kaki kusak.." keluhan Mark terhenti ketika Arianna memelototinya.

"Berhentilah mengeluh Mark, kau ini pria atau wanita sih?"

Aku bisa membuktikan kalau aku pria sejati.

"Ayo Mark, kenapa kau lama sekali." Gerutu Arianna kesal, Markpun menuruti apa mau wanita itu. Dia berjalan dengan cepat mengikuti langkah Arianna.

"Apa menurutmu ini bagus?" Tanya Arianna, seraya menjembreng satu helai kain tipis.

"Apa itu Nona? Jaring untuk menangkap ikan?" Tanya Mark dengan wajah polosnya.

"Bodoh, ini lingerie Mark." Ujar Arianna dengan tatapan geli melihat wajah bodoh Mark. Bagaiman mungkin dia tak tau kalau kain tipis berjaring itu adalah lingerie, baju tidur.

"Lingerie?" Tanya Mark memastikan, Arianna mendengus kesal, seraya berlalu meninggalkan Mark yang masih terdiam dengan semua pikiran pikirannya.

"Apa itu lingerie?" tanya Mark pada dirinya sendiri.

"Mark, cepat kesini atau kubilang pada Kakak untuk memotong gajimu." Ancam Arianna, Markpun bergegas menyusul wanita itu. Biar bagaimana pun kalau gajinya dipotong, bisa-bisa ia tak bisa menabung untuk pernikahanannya bersama Arianna nanti.

"Kita ke café Amore dulu, Mark." Pinta Arianna. Dia ingin menyelesaikan urusannya dulu dengan seseorang.    "Kau tunggu di sini saja dulu, jangan kemana-mana Mark, dengar?" Mark mengangguk patuh, dia bingung sebenarnya dia itu Asisten Arvin, atau Arianna?

Tapi dengan kesempatan ini, Mark akan berusaha segigih mungkin untuk mendapatkan wanita itu.

"Sedang apa dia di dalam? Kenapa lama sekali." Matanya menelusuri penjuru café dari luar. Karena café Amore memiliki dinding yang sebagian besar adalah kaca bening, matanya bisa mencari keberadaan Arianna tanpa masuk kedalam café.

Dahi Mark mengernyit, melihat kegaduhan di dalam café. "Kenapa ada acara semak down begitu di dalam café?" Ujarnya pelan, lalu ketika ia lebih memperhatikan kedua wanita yang sedang bergulat itu, matanya membelalak kaget. Dengan langkah lebar Mark memasuki café Amore, yang lumayan ramai bahkan semakin ganduh dengan pertengkaran kedua wanita itu.

Dengan cepat Mark menarik salah satu  dari wanita, yang masih betah saling menjambak itu.

"LEPASKAN MARK ATAU KUBUNUH KAU!!" teriak Arianna murka, kakinya terus meronta saat Mark mendekapnya dari belakang.

"Stop it please, kau mempermalukan dirimu sendiri, Nona." Bisik Mark pelan, bukannya berhenti merontah. Arianna semakin berontak. Dengan kesal Mark mengangkat Arianna di bahunya seperti sekarung kentang.

"MARK TURUNKAN AKU,LIHAT NANTI WANITA SIALAN. AKU AKAN MEMBUATMU MENYESAL,  AKU AKAN MEMBALAS SEMUA PERBUATANMU." Teriak Arianna, Mark menggendongnya sampai ke mobil. Dia melempar Arianna dengan kesal, ke bangku penumpang di belakang.

Mark memutari mobilnya, lalu masuk kedalam bangku kemudi. Dia mengendarai mobilnya dengan tenang. Terdengar Nafas memburu Arianna dari bangku belakang, Markpun meliriknya dari sepion tengan, dan dibalas dengan pelototan tajam dari wanita itu.

Mark tidak bertanya apapun pada Arianna, tapi ia membawa wanita itu menuju taman terdekat. Membiarkan wanita itu melepaskan emosi padanya di taman nanti. Arianna selalu susah terkendali jika sudah berurusan oleh satu rasa yang di sebut, cinta. Dia selalu susah mengontrol emosinya jika sudah di sakiti.

Arianna berjalan mengikuti Mark, yang sudah lebih dulu memasuki taman. Hari sudah gelap, taman pun sepi akan pengujung. Ini waktu yang tepat untuk menyiksa Mark, pikir Arianna. Mark meringis pelan, saat merasakan sebuah benda mendarat di belakang kepalanya.

Lalu dengan langkah penuh kekesalan, Arianna menerjang Mark. Memberikannya pukulan bertubi-tubi pada pria itu. Emosinya benar-benar harus di luapkan.

"KENAPA KAU MASUK KEDALAM? SIALAN, KALAU KAU TAK MASUK AKU BISA MEMBUATNYA TAK MEMILIKI RAMBUT SEHELAI PUN!!!"

Mark menangkap kedua tangan Arianna yang terus memukulnya dengan membabi-buta. "Berhentilah Nona, tidak semua pria bisa menghadapimu yang seperti ini." Ujar Mark dingin. Ucapannya malah semakin membuat wanita itu menggila.

Dengan cepat Mark menahan, kedua tangan Arianna di punggung wanita itu. Nafas mereka sama-sama memburu karena emosi, mata Arianna nyalang menatap pria di hadapannya.

Tanpa banyak berkata-kata, satu tangan Mark menarik tengkuk Arianna, menyatukan bibir mereka. Mark menahan hasratnya, untuk tidak mencium wanita itu dengan emosi yang ada di dalam dirinya.

Bibir mereka saling menyesap dengan lembut, berbanding terbalik dengan pertengkaran mereka tadi. Dengan perlahan Mark melepaskan cengkramannya, pada kedua tangan Arianna. Perlahan menuntun tangan Arianna melingkar di lehernya, tangan Mark yang sudah bebas menarik pinggang wanita itu merapatkan jarak di antara mereka.

Ciuman yang awalnya lembutpun semakin terasa menuntut, Arianna mendorong tubuhnya semakin melekat pada Mark.

Ciuman mereka semakin dalam dan basah, lidah Mark terasa manari-nari menggoda rongga mulut wanita itu. Menyebarkan harum mins yang menyegarkan. Mark menarik wajahnya menjauh, dahi mereka saling menempel.

Nafas merekapun terasa saling memburu, menghirup oksigen sebanyak banyaknya. Mengisi paru-paru mereka, yang stok oksigennya sudah hampir habis.

"Berhentilah mengamuk seperti tadi Arianna, karna aku tidak selalu ada di dekatmu." Ujar Mark pelan. Arianna tak menjawab, Nafasnya masih terengah akibat ciuman dasyat dari pria di hadapannya itu.

"Wow." Ujar Arianna takjub, ciuman tadi adalah ciuman paling lama yang pernah ia lakukan, bibir dan lidahnya kebas. Bisa ia rasakan bibirnya memerah dan sedikit bengkak karena pria itu.

Tbc

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience