20.

Romance Completed 143720

Diandra masih sibuk dengan pekerjaannya, dilihatnya tumpukan dokumen yang harus ia periksa dan ia bawa untuk meminta tanda tangan Rendra.

Ia mengembuskan napas panjang dan terlihat enggan untuk mendatangi rumah pimpinannya. Diandra masih malu dengan kejadian kemarin.

"Mbak kalau bisa secepatnya ya, dokumen itu harus segera masuk", kata Pak Handoko selaku Direktur Pemasaran. Kenapa sih orang-orang bergantung padaku, batin Diandra. Padahal aku cuma sekretaris bukan istrinya, lanjut Diandra berkata dalam hati.

Uppss....apa aku bilang istrinya, Diandra menggeleng kepala ia juga memukul kepala melepas pikiran kotor.

Diandra beranjak dari kursi dan segera merapikan kertas dan memasukkan ke dalam tas ranselnya. Ia segera menuju ke parkiran motor. Hatinya masih bimbang untuk kembali kerumah Rendra, ia berpikir ingin keluar saja dari kantor tapi di usianya yang hampir tiga puluh Diandra agak malas untuk datang perusahaan-perusahaan satu persatu. Lagipula ia akan kalah bersaing dengan para fresh graduate.

Diandra menghela napas meski berat ia harus melaksanakan perintah. Ia mengetuk pintu dengan sopan, tapi sudah yang ketiga kali ia ketuk sang pemilik belum juga membuka.

Apakah sopan jika aku langsung membuka pintu ini?, batin Diandra dalam hati. Ia mengembuskan napas lagi dan lagi. Saat tangannya membuka pintu tampak dari arah berlawanan juga akan membuka pintu. Diandra mundur selangkah.

Tepat di depan matanya Rendra berdiri memakai celana pendek dan bertelanjang dada. Diandra menelan ludah kagum akan keindahan makhluk dihadapannya.

"Oh, selamat siang. Ayo silahkan masuk Pak Handoko sudah menelpon saya tadi", Rendra bergerak kesamping agar Diandra bisa masuk. 'Kenapa bicaranya berubah formal', batin Diandra.

Diandra mengangguk kaku dan masuk seraya menenteng ransel berisi dokumen. Diandra duduk dengan melihat sekeliling, ia tampak berpikir apakah ada perubahan didalam rumah sang pimpinan.

"Mau minum apa?", tanya Rendra sopan. Diandra kaget lalu mendongak menatap Rendra. Ia hanya menggeleng, Diandra tidak ingin terlalu mengingat wajah Rendra selesai memberikan dokumen ini.

"Terima kasih, oh ya ini dokumen yang perlu ditanda tangani. Semuanya rangkap tiga, Pak", kata Diandra sambil menunjuk mana yang harus dibubuhkan tanda tangan.

Rendra menatap gemas pada sekretaris itu. Rendra langsung saja duduk tanpa masuk dulu untuk memakai atasan. Diandra melirik Rendra dan ia benar-benar merasa malu sendiri.

"Sudah semua, ada lagi?", tanya Rendra datar. Diandra hanya menggeleng dan bermaksud untuk membereskan dokumen di atas meja, Diandra tidak berani melihat kearah Rendra. Bisa-bisa ia jatuh cinta lagi. Saat ini rasa itu belum pantas untuk Rendra. Diandra tahu terlalu luas perbedaan antara mereka.

Saat akan berdiri penciuman Diandra menghirup udara yang tak biasa. Ia kaget saat tahu udara tersebut.

"Bapak sedang memasak?", langsung saja Rendra berdiri dan berlari menuju dapur. Diandra juga ikut berlari. Asap memenuhi seluruh area dapur, Rendra segera mematikan kompor gas dan bernapas lega. Diandra sibuk membuka jendela disekitar dapur. Seketika aktivitasnya terhenti saat mendengar suara Rendra yang sedang tertawa lepas.

Diandra menoleh rasa iba menyelinap di relung hatinya. Air mata dikedua mata Diandra menetes tanpa ijin. Langsung saja Diandra melangkahkan kaki berniat untuk kembali ke kantor. Sebuah dekapan melingkupi seluruh tubuh Diandra. Kaget itu pasti, apa yang menyebabkan Rendra memeluknya.

"Pak....maaf saya harus segera kembali", ujar Diandra lirih.

"Jangan pergi, tolong jangan. Saya butuh kamu sebagai pendamping tolong pikirkan sekali lagi!", pinta Rendra. Diandra memejamkan kedua netranya. "Permintaan yang sulit", jawab Diandra sambil menahan isakan.

"Bukan hal yang sulit jika kamu mau mengerti bahwa cinta tidak selalu sempurna", sahut Rendra. Diandra jatuh kelantai sambil menangis tersedu-sedu. Rendra membalik badan Diandra seraya memandang wanita pujaannya.

"Aku mencintaimu, Diandra Kusuma!".

**

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience