Gelisah hati ku tak menentu, menunggu mertua tanpa ipar iparku, aku khawatir akan ada panggilan bayar administrasi, mana aku lagi gak pegang uang sama sekali lagi, jangan kan tuk bayar RS, tuk bayar sewa pick up aja aku gak punya. " Ya semoga bang Arman, bang Rinto, ibu mertua dan lain segera ke sini", aku mondar mandir menunggu di ruang tunggu dengan warga lainnya, yang katanya mau menemaniku, kasian kata mereka kalau Rina harus nunggu sendiri.
Aku bersyukur ternyata tetangga ku juga perhatian terhadap ku, padahal selama ini aku gak pernah bergaul dengan mereka.
" Rin...kamu kok gak pernah keluar rumah sekadar nyantai bersama kami ", jelas mbak Rita.
" Maaf mbak aku gak terbiasa", ucapku, walaupun tidak sesuai dengan kenyataan.
" Ah masa Rin.... Seperti yang ku liat ya, seperti nya bukan gak terbiasa, tapi memang gak ada waktu, aku kasian deh meliat kamu Rin, kok mau mau nya di jadiin babu sama keluarga suami, mana di jadiin babu di tempat orang lagi
Aku diam membisu mendengar nya, ternyata ada juga yang memperhatikan ku. Apa yang harus ku katakan pada mbak Rita, aku takut salah bicara malah masalah menjadi runyam, apalagi jika mertua tau aku ngomong menjelekkan nya pasti aku semakin di tindas.
" Nggak kok mbak Rita, aku sudah terbiasa aja kerja rumahan, di kampung ku malah aku juga bertani, kalau gak ada kegiatan malah aku bosan banget ", jelasku, aku tidak mungkin menceritakan kehidupan ku pada orang. Biarin derita ini ku tanggung sendiri.
" Yakin mbak Rina senang di jadiin babu seperti itu", mbak Rita berusaha mengorek kehidupan ku.
" Yakin lah mbak...bagi ku itu biasa aja mbak", jelasku sambil tersenyum, walaupun tersenyum kepalsuan, bukan tipe ku menceritakan kehidupan pribadi kepada orang, selagi aku masih bisa menjalani nya , biar lah menjadi rahasia hatiku.
" Tapi Bu Ida baik kan sama kamu ?", Mbak Rita kembali bertanya.
" Alhamdulillah , baik mbak, baik selama mertua dan menantu ", jelasku , walaupun semua nya bohong. Sebenarnya bukan seperti mertua dan menantu , tapi lebih tepat nya majikan dan budak. Lagian tuk apa juga ku ceritakan dengan mbak Rita, takut nya baik di depan ,tapi ghibahin di belakang. Sekarang aku hanya ingin fokus jadi menantu dan istri yang baik, aku akan berusaha ikhsan menjalani, semoga lelah ku mendapat ridho Allah SWT.... aamiin..
Toh ... hanya 10 bulan , sekarang pun sudah kujalani hampir 3 bulan. Walaupun terlalu banyak drama nya. Penuh luka dan air mata. Setelah menjalani 10 bulan ,aku dan suami ku akan segera pindah.
"Syukur lah kalau mbak Rina di perlakukan baik oleh keluarga Bu Ida", tapi sepertinya mbak Rita tidak percaya akan penjelasan Rina, mungkin saja Rina hanya berusaha menutupi, benar benar istri Solehah dan menantu Sholehah. Walaupun sebenarnya mbak Rita setiap hari mendengar gimana teriakan Bu Ida saat marah kepada Rina. Karena mbak Rita dan Bu Ida tetangga sebelah rumah. Namun walau tetangga sebelah rumah, mbak jarang sekali melihat Rina keluar rumah, keluar pun hanya pergi jadi art di rumah Bu Siti. Benar benar hebat, ada ya wanita seperti ini, terkurung hampiri satu tahun lebih bisa betah. Kalau aku di perlakukan seperti itu , pasti aku kabur ( bathin mbak Rita sendiri).
" Kamu keliatan lebih kurusan deh Rin, dulu saat pertama mbak Rita liat kamu keliatan montok", mbak Rita kembali berusaha mengorek kehidupan RT Rina.
" Iya mbak Rita, saya emang agak kurusan, maklumlah mbak mungkin masih penyesuaian dari hidup melajang , berubah status jadi bini orang", jelas Rina sambil tersenyum tipis. Hati Rina masih gelisah menunggu kehadirannya ipar iparnya dan mertua nya yang tak kunjung datang, Rina khawatir jika tiba tiba harus bayar admin.
Setelah kurang lebih 30 menit akhirnya bang Arman datang.
Bang Arman langsung mendekati ku.
" Rin ...bagaimana keadaan ayah", tanya bang Arman kepada Rina.
" Belum tau ni, dari pertama masuk dokter yang memeriksa belum keluar", ucap Rina berusaha menjelaskan.
"Gimana ceritanya Rin, kenapa ayah bisa terpeleset", tanya Arman kembali. Walaupun sebenarnya dia tau pasti Rina juga tidak tau. Tapi dari pada diam ajak, kan lebih baik bertanya, bisik Arman dalam hati nya sendiri.
" Beberapa saat setelah ibu dan Rizal pergi undangan, tiba tiba Rina me dengar bunyi ada yang jatuh, dan terdengar ayah teriak minta tolong, untung banyak warga yang membantu mendobrak pintu nya", jelas Rina pada Arman.
" Maaf bang Arman, saya mau kasih tau, tadi bawa ayah saya nyewa pickup pak Rudi, belum saya bayar, bisa kah Rina minta tolong bayarkan bang, kasian bang Rudi nya masih nunggu di sini, mungkin nunggu bayaran juga, kalau sudah di bayarkan ,pak Rudi nya bisa lanjut cari gojekan lagi ", terang Rina pada bang Arman.
" Maaf lho bang , Rina mau bayar nya ,tapi Rina gak punya pegangan uang", jelas Rina dengan sedih. Apalagi mau bayar sewa mobil, kadang tuk beli pembalut wanita aja gak punya uang teriak bathin Rina.
" Iya ...biar aku aja yang bayar" Lalu bang Arman menghampiri pak Rudi. Tak ku dengar percakapan mereka , karena jaraknya yang agak berjauhan, tapi yang ku liat setelah bang Arman memberikan uang pada pak Rudi, pak Rudi langsung pergi meninggalkan RS ini.
_____
"Keluarga pasien atas nama pak Budi ", panggilan yang dilakukan suster nya, beliau baru keluar dari ruang IGD.
"Saya Bu ", jawab ku bersamaan dengan bang Arman. Lebih baik aku diam saja, lagian aku ini hanya menantu yang gak punya uang.
" Iya Bu suster saya anak tertua dari bapak Budi", jelas bang Arman.
" Gimana keadaan ayah saya sus", tanya bang Arman.
" Bapak ... Sebaiknya jika pak dokter nya keluar dari sini, bapak langsung menemui beliau di ruang nya ya" , jelas Bu suster.
" Dimana ruangnya Bu suster, ruang spesial syaraf. Jika bapak tidak tau, ikuti saja nanti pak dokter nya saat keluar dari ruang ini ya pak", jelas susternya.
"Baik suster", jawab Arman. Keliatan sekali bang Arman gelisah, mungkin khawatir keadaan orang tua nya.
Setelah beberapa menit, lalu pak dokter nya keluar, dan tersenyum memandang kami, lalu berlalu meninggalkan kami.
"Ayo pak ...mari ke ruang pak dokter nya ,biar bapak mendengar kan dari dokter Hadi penjelasan tentang keadaan orang tua bapak", jelas Bu suster.
Lalu bang Arman pun mengikuti suster tersebut.
Aku dan lainnya kembali duduk di ruang tunggu. Tiba tiba ibu mertua ku datang tanpa ba bi bu ... langsung menarik jilbabku menjambak rambut ku sambil memaki maki aku.
"Dasar menantu sialan", teriak mertua ku sambil tangannya menarik jilbabku, sehingga terbuka jilbabku.
" Ini pasti gara gara kamu suami ku masuk RS " teriak nya kembali sambil menjambak rambut ku. Aku yang sedari tadi duduk melamun, begitu terkejut dapat serangan dadakan dari ibu.
"Astagfirullah Bu Ida, ibu salah paham", mbak Rita berusaha menjelaskan namun ibu terus saja menjambak rambut ku semua kuat. Setelah itu perut ku di tendang sampai nya akhirnya aku terjatuh. Rasakan nyeri sekali.
" Ampun Bu, ampun ..."tapi ibu sekali lagi menendang perut ku, rasa nya sangat nyeri. Seperti kesetanan ibu memukul ku dan memakai ku, aku merasa heran sekali, atas dasar apa ibu terus memaki ku , padaku aku tidak berbuat salah apapun.
" Ibu mertuaku tidak memberi ku kesempatan menjelaskan semuanya , tapi terusan memaki ku, padahal ini di tempat umum. Padahal aku dan mbaj Rita sudah menjelaskan, tapi sama sekali tidak di dengar kan ibu mertua.
Untung lah beberapa warga yang ikut menunggu ayah memegangi tubuh ibu, sehingga ibu sudah tidak bisa menganiayaku.
"Ya Allah aku malu sekali", semua perhatian tertuju pada ku...
"Ibu Ida... tolong jangan buat keributan di sini, malu Bu di liat orang, ini rumah sakit Bu, lagian dalam hal ini Rina sekali tidak bersalah, kami di sini semua jadi saksi, saat itu bapak suami ibu terpelihara di wc, jadi kami kami ini yang mendobrak pintu nya. Jadi ibu jangan menyalahkan menantu ibu lagi, kasian kan dia, gak salah ... tapi malah di salah kan atas sesuatu yang tidak di perbuat nya", begitu penjelasan salah satu warga yang membantu ku kala itu. Yang lain juga membenarkan ucapan orang tersebut.
Tapi kenapa perut ku begitu sakit, rasa di godok godok, rasa di putar, tiba tiba keluar darah dari mis v ku, aku begitu terkejut dan panik.
"Astagfirullah... Aku ini kenapa", rasanya putih semua nya, sayup sayup ku dengar orang seperti panik, tapi aku tidak bisa memandang apa apa, keliatan putih semua nya. Rasanya aku begitu sulit bernapas, kalau pun bisa rasa napas sudah di penghujung hidung. Rasanya ada yang memagang tubuh ku dan mengangkat ku, tapi aku sama sekali tidak bisa melihat, semua nya kelihatan putih.
" Dimana aku ini ...
Kenapa begitu sunyi dan sepi, kenapa aku berada seperti di alam berbeda, rasa nya tubuh ku melayang semakin tinggi. Tetapi semua nya putih, semakin tinggi aku berada , situasi nya juga putih.
" Ya Allah, sudah di alam lainkah aku ini ? Apakah sekarang aku sudah mati ? ", Pikiran ku menerawang.
" Ya Allah jika memang ini sudah ajal ku , aku ikhlas ya Allah, ampuni dosa ku ya Allah", hati ku berbicara sendiri pada diri sendiri.
Tiba aku di sebuah tempat yang serba putih, tempat apakah ini, di mana ini, aku terus berjalan dan berjalan, banyak orang di depan ku yang juga ikut berjalan. Apakah ini yang namanya alam ruh, sudah mati kah aku ( begitu lah yang ada selalu di pikiran ku).
Tapi aku masih bisa mendengar suara orang sayup sayup antara kedengaran dan tidak. Tiba tiba aku mendengar suara orang yang sangat ku kenal.
" Rina ...Rina ... bangun sayang, sadar sayang, jangan pergi tinggalkan Abang sayang. Pengen nyahut tapi, suara ni gak bisa keluar. Kenapa suaraku gak bisa keluar...
Semakin jelas ku dengar, seseorang memanggil namaku, aku bisa berbicara, namun suara gak bisa keluar , seperti ini kah orang bisu pikir ku.
Ya Allah mungkin kah karena aku sudah berada di alam lain sehingga suara ku gak keluar, begitu pikir ku. Namun aku terus berjalan bersama sebuah rombongan yang aku sendiri tidak kenal.
Namun disani semua nya putih, orang pakai baju putih, awan putih ,kayu putih dedaunan juga putih.
POV ibu Ida
"Rina ... Rina... kemana ini Rina", di panggil panggil kagak juga nyahut.
"Tok tok tok" terdengar orang mengetuk pintu,
"Rizal liat siapa yang datang", perintah Bu Ida pada Rizal. Rizal pun bergegas membuka pintu.
"Ibu ini pak Anwar mau bicara dengan ibu", kata si rizal. " Oh ya" , ada apa gerangan pak Anwar ke rumah, tumben aja biasa kan gak pernah.
" Iya pak Anwar, ada perlu apa ya", tanya Bu Ida.
" Ibu tadi barusan suami ibu di bawa ke rumah sakit terdekat, di bawa oleh menantu ibu dan warga di sini", pak Anwar juga menceritakan kronologi nya.
"Oh iya, terimakasih pak sudah memberitahu saya, ini pasti ulah menantu saya yang sial itu pak, semenjak dia masuk ke rumah ini rumah ini jadi sial", terang Bu Ida meluap luap dengan wajah penuh kemarahan.
"Maaf Bu, bukan salah menantu ibu, suami ibu itu jatuh sendiri Bu", kembali pak Anwar menegaskan, "waduh apakah aku salah menyampaikannya ya ?
kenapa Bu Ida malah menyalahkan menantu nya", bisik hati nya sendiri.
"Sudah lah pak Anwar jangan sok jadi pahlawan kesiangan, aku yang lebih tau siapa itu menantu ku itu", di nasehati pak Anwar Bu Ida semakin berang.
" Saya permisi Bu", pak Anwar permisi meninggal kan Bu Ida, pak Anwar sendiri merasa heran kenapa jadi menantu nya yang di salah kan. Aku baru yakin kalau Bu Ida memang benar mertua yang zolim. Selama ini aku hanya mendengar kan selentingan mulut tetangga yang suka bergosip.
" Iya pak Anwar , aku pun mau segera ke rumah sakit", bergegas aku pergi ke rumah sakit, ini pasti mengeluarkan banyak uang lagi, ayah kenapa sih harus sakit lagi ,teriak bathin ku.
"Rizal Rizal ", suara Bu Ida melengking tinggi memanggil Rizal.
" Iya Bu , kita ke rumah sakit ya Bu", tanya Rizal pada ibu nya.
" Ya iyalah", tegas ku kembali.
"Beres Bu....let's go", jelas si Rizal pada ibu nya.
Setelah kurang lebih 20 menit kami nyampai ke rumah sakit ,aku langsung menuju ke arah ruang IGD. saat itu ku liat Rina lagi asyik ngobrol dengan tetangga ku si Rita. Kesal sekali aku melihat nya, entah apa yang di lakukan nya pada suami ku , sampai suami ku masuk ke ruang IGD.
Ternyata dia hanya pura pura baik dan bego, nyata nya dia balas dendam ku suami ku, padahal apa salahnya suami ku pada nya, apakah dia membalas pada yang lemah aja, kalau dengan ku pasti gak berani , karena aku kuat dan tegas. Ayah sih selalu belain Rina, tapi nyata nya malah di celakan.
Asyik sekali ku liat Rina bergosip dengan si Rita si ratu kepo dan gosip, pasti lah si Rina menjelek jelek kan ku di depan nya, habis ini pasti aku jadi trending topik di kompleks. Awas saja kamu Rina tak kan ku beri ampun.
Ke percepat langkah ku, supaya Rina gak menyadari kedatangan ku. Ku tarik jilbab nya ,ku Jambak rambut nya, ku tendang perutnya, walaupun berkali kali dia minta ampun. Entah kenapa aku begitu emosi melihat nya pengen ku habisi nyawa nya, sialnya banyak yang membela nya, ternyata mereka sudah di pengaruhi Rina yang pura pura baik dan bego.
" Perempatan pembawa sial ", teriak ku.
Sambil aku menarik jilbalnya dan menjambak rambut nya.
" Semenjak kau hadir di rumah , keluarga ku selalu tertiban sial, kau apakan hhhhhh suami ku", ku tendang perutnya , ku pukul belakang nya.
Ku tendang lagi perut nya, tenaga nya tidak mampu menahan serangan ku, yang sedangkan emosi.
Lebih sial*n lagi semua membela menantu sial itu. Entah gimana Rina mempengaruhi warga sehingga semua membela nya.
Jelas saja tenaga ku kalah yang memegang ku 2/ orang laki laki pula. Tapi aku puas banget liat si sial*n itu kesakitan. Ku liat banyak darah mengucur di kaki nya. Si Rina mengerang kesakitan, rasain lho Rina, semoga m*ti lho.
Eh pakai drama pingsan lagi, biasa aja lagi Rina , dasar si caper.
Akhirnya semua sibuk mengurusi si caper , hidup nya penuh drama. Mungkin mumpung banyak yang bela.
" Ibu .... apa apaan sih ibu", teriak Rizal.
"Kalau kak Rina sampai meninggal ibu bisa masuk penjara", jelas Rizal lagi dengan mimik yang begitu kesal.
Gimana sih ibu kalau kesal kak Rina gak juga kali ,tapi harus main cantik ( bisik Rizal pada diri nya).
Bu Ida bukan nya takut/ sadar malah semakin marah pada Rizal." Kamu sadar Rizal , sekarang kamu ngomong dengan siapa, mau jadi anak durhaka kamu, sudah melawan ibu mu kamu hhhhh", pekik ibu Ida kembali.
Punya anak bukan nya belain ibu nya , tapi malah mojokon ibu nya. Huh kesel habis.
" Bukan seperti itu ibu, ini sudah masuk kasus penganiyaan, ibu bisa masuk sel, jika kak Rina/ bang Rinto menuntut ibu, apalagi saksi mata banyak banget lagi, tentu lebih mudah menjerat ibu dengan pasal berlapis", kembali Rizal menjelaskan biar ibu nya mengerti.
Tentu saja aku jadi merinding membayang kan hidup di sel. Satu kamar ramai ramai, mana gak ada jendela, gak ada AC, tiba tiba bulu kuduk ku jadi berdiri, kenapa aku jadi seceroboh ini.
Tiba tiba bulu kuduk ku merinding membayang kan masuk sel. Gimana kalau Rina sampai meninggal, ah tapi gak mungkin juga meninggal, hanya di tendang perutnya aja.
Oh ya mungkin kah rina sebenarnya hamil, belakangan ini , ku liat dia sering mual mual, apakah tadi dia keguguran, kalau gak hamil gak mungkin juga keluar darah yang begitu banyak, iiiih aku merinding membayang kan sel tahanan.
" Hei Bu Ida , ternyata benar ya Bu Ida mertua yang zolim, pantas aja selama ini aku liat rina gak pernah keluar, jangan jangan Bu Ida melarang nya", pekik Rita si tetangga rempong.
" Hei apa hak kamu mencampuri urusan keluarga kami hhhhh" , teriak Bu Ida lebih ke kencang, pengen ku cabik cabik mulut si tetangga rempong satu ini.
Tiba tiba sampan datang.
"Ibu ibu tolong jangan buat kegaduhan di sini, ibu rumah sakit, butuh ketenangan. Kalau mau bertengkar keluar dari RS ini", jelas pak satpam.
Akhirnya Bu Ida dan Rita terdiam, begitu juga dengan yang lain nya.
POV Rita
Ya ampun...
tiba tiba secara membrutal Bu Ida menyerang Rina, sambil maki maki lagi , padahal tuduhan nya sangat tidak berdasar. Kasian banget si Rina dapat fitnah yang keji dan amukan yang dahsyat. Ini mertua / singa sih.
Masa menganiaya menantu di depan umum gak punya malu dan etika, dan tidak takut apa , jika kelak akan di pidanakan. Mana Rina sampai pendarahan pula.
Ternyata Rina hamil , akibat dari tendengan keras ,maka dokter mengatakan janin nya keguguran. Kok aku yang ngilu membayang betapa sakit nya saat perut nya di tendang. Kasian banget kamu Rin... semoga kamu kuat dan sabar mendengar berita klu janin mu hilang.
"Mbak Rita , gimana kabar ayah ", tiba tiba bertanya , aku tidak menyadari kedatangan nya.
Aduh aku harus ngomong apa, karena yang sakit sekarang bukan hanya ayah nya tapi juga istri nya.
" Mbak Rita , gimana kabar ayah, sudah keluar kan dari ruang IGD", tanya Rinto kembali pada Rita.
Ku pandang warga yang lain yang juga ikut mengantar pak Budi, semua nya hanya diam, mungkin juga bingung harus bilang apa.
" Oh ayahmu sudah di tangani dokter, sekarang lagi berbicara dengan Abang mu Arman", ucap Rita pada Rinto.
" Oh.... saya kenapa gak liat istri saya mbak", kembali di Rinto bertanya. Apa yang harus aku jawab, aku khawatir dia dengar keadaan istri nya yang lebih parah dari keadaan ayah nya. Kenapa juga Rinto bertanya padaku, kenapa tidak pada ibu nya.
Bu Ida menatapku tajam sekali, seperti mau menerkam ku aja, apa maksud nya. Apakah dia takut aku berterus-terang.
" Mbak Rita... mbak tau gak kemana sekarang Rina", Rinto kembali lagi bertanya. Mending aku terus terang saja, urusan Bu Ida marah, itu urusan nanti. Ku pandang wajah Bu Ida, mata nya melotot seperti mau melompat dari kelopak matanya.
" Oh Rina.... ibu mu lebih tau keberadaan istri mu sekarang Rin", coba tanya ibu mu .. soalnya tadi habis .....", ku gantungkan kata kata ku , karena mata Bu Ida terus saja melotot.
" Habis kenapa mbak", tanya Rinto makin penasaran.
Tiba tiba pak syukur menjawab pertanyaan Rinto, mungkin beliau kesel liat aku yang begitu susah menjawab pertanyaan Rinto.
" Istri mu sekarang lagi di ruang IGD Rinto, karena mengalami pendarahan hebat, setelah mendapat serangan dahsyat dari ibu sendiri", jelas pak syukur dengan jelas dan tepat.
Alhamdulillah bukan aku yang mengatakan nya, jadi tidak ada alasan Bu Ida balas dendam pada ku. Aku tau dengan wanita satu ini kalau dendam akan berbuat hal yang tak terduga pada orang yang di benci nya.
Tapi kalau dengan pak syukur mungkin dia rada takut, karena pak syukur RT di perumahan ku. Lagian pak syukur itu kepala keamanan di tempat ku.
"Apa ? Kenapa bisa seperti itu" , tanya Rinto kembali, karena saking terkejutnya bola mata Rinto seperti mau keluar, mata nya memerah, muka nya memerah. Lalu berbalik memandangi Bu Ida, ibu nya sendiri, lalu berjalan mendekati ibu Ida.
"Ibu ...tolong jelaskan apa maksud semua ini", Rinto bertanya dengan marah yang di tahan, tangan nya di kepal kuat kuat, wajahnya memerah, keliatan sekali Rinto marah pada ibu nya. Seperti mau di telan nya aja Bu Ida, kalau di liat kemarahan nya.
Bu Ida sama sekali gak berani menatap wajah anak nya yang sudah terbius kemarahan.
Ehm ternyata ciut juga nyali nya di depan anak nya, ternyata hanya berani dengan wanita aja.
" Maaf kan ibu sayang, ibu khilaf, ibu gak sadar telah menyerang Rina, ibu kalap Rinto, maaf kan ibu", terlihat jelas sekali aura takut Bu Ida, sambil berkata minta . maaf , kedua tangannya di jadiin satu tanda minta maaf yang tulus, tapi aku tidak tau apakah itu minta maaf yang tulus/ hanya sekedar minta maaf tuk menyelamatkan diri sendiri.
"Rinto...ibu benar benar minta maaf ,ibu khilaf, karena ibu terkejut ayah celaka gara gara Rina", ucap Bu Ida, mainta masih juga menjelekan Rina.
"Benar kah Rina yang membuat ayah celaka ? ", tanya Rinto kembali.
" Benar Rinto", ucap Bu Ida menegaskan.
"Sayang nya aku gak percaya itu semua nya gara gara Rina, karena aku sudah mendengar sendiri dari tetangga sebab musabab ayah masuk RS", terang Rinto pada Bu Ida.
Akhirnya Bu Ida hanya terdiam membisu, tiba tiba keganasan nya hilang ,ciut di gertak anak nya sendiri. Tadi saat menyerang Rina, seperti kesurupan.
"Ingat Bu... kalau terjadi apa apa pada Rina, aku tidak akan pernah memaafkan ibu", ancam Rinto pada Bu Ida.
Tiba tiba seorang suster keluar dari ruang IGD, "Siapa keluar pasien atas nama Rina", tanya sang suster.
" Saya Bu .... saya suami pasien", terang Rinto.
"Silahkan liat kondisi istri nya, setelah itu temui Bu dokter nya, di ruang nya.
"Tapi saya tidak tau Bu, di mana ruang dokter yang menangani istri saya", ucap Rinto.
" Iya..... nanti bapak ikut saya", Jelas suster.
" Baik lah sus", jawab Rinto, kemudian Rinto berlalu menuju di mana istri nya Aek terbaring.
Ku liat si wajahnya Bu Ida ada raut ketakutan, apakah karena ancamannya anaknya Rinto tadi.
Tadi ganas nya seperti macan tutul. Sekarang sudah berubah jadi kucing tutul.
POV Rinto.
Tadi pagi ku pergi kerja istri ku baik baik saja, sekarang sudah terbaring lemah tidak berdaya seperti ini. Ya Allah kenapa pernikahan kami malah jadi sumber malapetaka bagi istri ku. Padahal istri ku seorang istri yang sholat, kenapa begitu berat perjalanan hidup nya.
Aku benar-benar suami yang gak berguna, melindungi istri ku dari ibu saja tidak bisa.
Ya Allah ...ya Rabb ... tolong selamatkan istri ku. Aku berjanji akan melindungi nya dan mencintai nya sampai mati. Ku liat wajah nya begitu teduh walaupun dalam keadaan sekarat, wajah nya nampak pucat sekali.
Tiba tiba ada yang memanggil ku.
"Pak tolong ikut saya ke ruang Bu dokter Sabrina",jelas suster.
" Baik suster" , lalu aku mengikuti langkah Bu suster.
Setelah beberapa saat kami berjalan , sama aku di ruang Bu dokter.
"Silahkan duduk pak", kata Bu dokter.
Aku pun duduk tuk mendengar penjelasan dari Bu dokter.
"Bapak... istri bapak mengalami keguguran, karena itu jadi kami harus menguret rahim istri bapak, tujuan nya agar istri bapak kelak lebih mudah tuk hamil lagi. Sekarang kondisi istri bapak sangat lemah, karena terjadi pendarahan. Itu memang sering terjadi pada ibu yang keguguran, apalagi istri bapak keguguran karena kekerasan fisik. Saat sekarang istri bapak memerlukan transfusi darah dengan segera untuk menstabilkan kesehatan nya. Alhamdulillah pak stok darah B sekarang ada di rumah sakit, jadi istri bapak sudah bisa langsung di tranfusi darah.
"Terimakasih Bu dokter, karena menyelamatkan istri saya, semoga Allah membalasnya kebaikan ibu dokter" , jawab Rinto... Alhamdulillah ya Allah Engkau menyelamatkan istri ku( bisik Rinto dalam hati)
" Itu sudah menjadi kewajiban saya sebagai dokter Pak", ucap Bu dokter kembali.
"Ingat ya Pak jika masa pemulihan kelak istri bapak harus istirahat total. Jangan di biarkan beraktivitas yang banyak, khawatir nya pemulihan nya susah , dan bahkan bisa berakibat fatal" terang Bu dokter kembali.
"Iya Bu... insyaallah akan saya jaga istri saya Bu", jelasku Rinto kembali.
"Baik lah pak, hanya sekedar itu penjelasan dari saya, ini resep nya bapak tebus di apotik ya? ", kata Bu dokter sambil menyodorkan resep obat nya.
Lalu aku pun pergi meninggalkan ruang Bu dokter, sambil membawa resep nya menuju apotik di rumah sakit ini. Semoga aja obat nya ada di rumah sakit ini, tanpa aku harus membeli ke apotik luar.
Ya ampun, gimana aku mau menebus obat istri ku jika harga nya mahal, sedang kan aku sama sekali gak pegang uang, selama ini gajiku ku serahkan pada ibu semua nya. Lebih baik ku tanya kan dulu harga obat nya sekarang.
Setelah beberapa menit sampai lah Rinto di depan apotik dan langsung bertanya pada petugas penjaga apotek.
" Maaf Bu...tolong di cek kan resep dokter ini harganya", aku harus tau harga nya dulu, aku khawatir saat sudah memesan uang di dompet ku gak cukup.
"Baik Pak, sebentar ya, saya hitung dulu", terlihat petugas apoteker menghitung total resep yang harus ku tebus. Setelah beberapa saat petugas apoteker memberikan catatan harga harga obat yang harus ku tebus.
Wow mahal banget, uang ku gak cukup tuk nebusnya sekarang, mungkin aku harus mengusahakan nya dahulu.
"Bu... bisa tebus nya nanti kan Bu, sekarang aku masih belum cukup uang tuk menebus nya", jelasku pada petugas apotik.
"Iya pak ...gak apa apa, tapi yg meninggalkan apotik. Kemana aku mencari uang ini. Mungkin sebagian orang jumlah nya tidak besar, tapi bagi ku bagi ku sangat besar.
Di mana aku harus mendapatkan uang tuk menebus obat nya, mending aku minta uang kepada ibu. Iya benar sekali, ibu pasti punya uang, bukan kah selama ini uang hasil ku kerja selalu di minta ibu. Lagian yang bikin Rina masuk rumah sakit juga ibu.
Akhirnya ku langkahkan cari keberadaan ibu di mana, ku tanya kan pada mbak Rita yang sedari tadi belum beranjak dari tempat nya.
" Maaf mbak Rita, apakah ada melihat ibu ku", tanya ku pada mbak Rita.
"Oh... seperti nya tadi keluar dari rumah sakit buru buru bersama Rizal" jawab mbak Rita.
"
Mbak tau ibu kemana ? ", tanya Rinto kembali.
" Tadi perginya buru buru, dan gak bilang mau pergi kemana", balas mbak Rita.
" Oh ya Rinto, mbak parmisi pulang dulu, maklumlah sudah lama juga saya di RS, anak anak nanti mencari saya, maaf ya Rinto mbak gak bisa lama lama ", kata mbak Rita.
" Oh iya , saya ucapkan terimakasih karena telah menemani Rina mengantarkan ayah ke rumah sakit ", ucap Rinto kembali.
" Sudah kewajiban kita sebagai tetangga untuk saling menolong satu sama lainnya. Sekarang saat keluarga mu bisa jadi nanti saat keluarga ku yang butuh bantuan tetangga", jelas mbak Rita kembali.
"Oh ya Rinto ... kalau ada apa apa Jangan sungkan sungkan minta bantuan mbak Rita ya, selagi bisa saya bantu , insyaallah akan saya bantu. Ucap mbak Rita kembali.
Setelah diam beberapa saat kembali mbak Rita bilang.
" Apalagi kalau yang berurusan Ama bini mu , pasti mbak bantu, kasian dapat mertua zolim", terang mbak Rita dengan tatapan mata geram.
Mungkin karena mbak Rita melihat langsung saat ibu menganiaya istri ku, jadi mbak Rita seperti benar benar jengkel dengan ibu.
" Ya mbak Rita, terimakasih karena perhatian bdg istri ku.
" Kalau gitu mbak pulang ya", kemudian mbak Rita segera pulang.
Melihat mbak Rita pulang satu persatu warga yang mengantar ayah ke RS ikutan permisi pulang.
" Terimakasih bapak bapak karena telah membantu keluarga kami", ucapku pada warga yang satu persatu pamitan pulang.
Aku bergegas mencari keberadaan ibu dan Rinto, kemana gerangan ibu sekarang. Ku telusuri jalan rumah sakit ini, lebih baik aku ke kantin ini, mungkin ibu di sana. Setelah beberapa menit aku berjalan menuju kantin, akhirnya aku melihat penampakan ibu sedang ngopi di kantin bersama Rizal, wajah nya keliatan kusut sekali, ntah apa yang ada di pikiran ibu sekarang, apakah karena menyesal karena telah menganiaya istriku. Ku liat Rizal pun hanya diam membisu aja.
" Ibu...", Rinto memanggil ibu. Aku perlu bicara pada ibu, tentang Rina, alis mata ibu tiba tiba naik sebelah seperti ketarik. Mungkin dia jengkel / kesel, karena setau ku ibu sangat alergi dengan Rina. Entah apa sebabnya ibu sangat tidak menyukai nya.
"Bu aku perlu uang tuk menebus obat Rina di apotik, di tambah lagi untuk biaya perawatan nya dan bayar jasa dokter, dan biaya menginap di rumah sakit.
Ibu memicingkan mata nya.
"Kenapa harus aku yang membayarnya, aku ini bukan ibu kandung nya, seharusnya kamu bertanggung jawab jadi suami, dan kalau kamu gak punya uang minta saja pada orang tua nya", jawab ibu dengan enteng, padahal dia tau penyebab Rina seperti ini adalah dirinya sendiri. Ya Allah terbuat dari hati apa ibu ku ini, kenapa begitu kejam, padahal Rina selama ini walaupun di zolimi tetap berusaha jadi menantu yang baik.
" Ibu...aku mohon bantuan ibu tuk biaya rumah sakit istri ku ,ibu tahu kan aku tidak punya uang apalagi istri ku, karena gaji ku semuanya ku kasih ke ibu", aku berusaha menghiba pada ibu, berharap ibu kasian pada ku.
"Biar kan saja dia mati, wanita pembawa sial, semenjak dia kau bawa ke rumah hanya membawa malapetaka, kenapa sekarang aku yang harus membayar tagihan RS" , jawab ibu dengan ketus, hati ku benar benar tercabik cabik mendengar perkataan ibu, tiba tiba amarah ku bergemuruh pada ibu, ibu yang telah melahirkan aku.
"Ibu!!!!!
Ibu lupa yang menganiaya Rina adalah ibu, banyak saksi mata pula, kalau ibu tidak mau membayar biaya rumah sakit Rina, maka dengan berat hati, malam ini juga aku akan laporkan ibu ke kantor polisi, maka malam ini juga ibu akan tidur di hotel prodeo, bersama napi napi yang lainnya", ancamku pada ibu, rasanya kesabaran ku sudah hilang menghadapi ibu. Darah ku terasa mendidih, kalau aku tidak ingat wanita di depan ku adalah ibu ku sendiri ,tentu sudah ku buat bonyok mukanya.
Rizal di samping ku hanya terdiam mendengar dan melihat kemarahan ku.
" Ibu ... lebih baik ibu bayar biaya rumah sakit kak Rina , emang nya ibu mau nginap di hotel prodeo Bu", ucap Rizal menasehati ibu.
"Kamu kenapa jadi membela Rinto sih, harus nya kamu membela ibu", jelas ibu kembali.
" Sekarang Rizal sedang membela ibu, Rizal gak mau ibu masuk penjara", jelas Rinto kembali sambil melirik padaku.
Lama ibu terdiam setelah mendengar penjelasan Rinto, ntah apa yang ada di pikiran ibu.
" Baiklah ibu akan bayar biaya RS Rina, tapi kamu berjanji tidak akan melaporkan ibu ke polisi", ucap ibu.
" Iya Rinto janji tidak akan melaporkan ibu, asal seluruh biaya rumah sakit ibu bantu membayar nya, satu lagi surat perjanjian, itu harus itu harus di musnahkan, aku tidak mau lagi terikat perjanjian dengan ibu, yang memaksa kami tinggal serumah dengan ibu, aku khawatir istri ku hanya pembawa sial untuk ibu", tegas ku ucapkan pada ibu.
" Oh no... tidak bisa seperti itu, perjanjian harus di laksanakan sampai waktu yang sudah di tentukan", kata ibu kembali.
" Untuk apa ibu tetap memaksa kami tinggal serumah dengan ibu, jika hanya membuat sial ibu", ucapku dengan berang, keinginan ibu sangat tidak masuk akal Rina ,di Katain pembawa sial , tapi saat kami ingin keluar , kenapa juga di larang. Dendam pribadi apa ibu pada Rina dan diri ku.
" Ibu jika ibu tidak membiaya rumah sakit Rina dan membatalkan surat perjanjian itu, maka aku akan melaporkan ibu dengan kasus dugaan percobaan pembunuh", ucapku menegaskan kembali.
Keliatan sekali muka ibu mencuit saat ku katakan akan melaporkan kembali ke kantor polisi.
" Kami ini Rinto benar benar anak durhaka, gak mau kamu berbakti pada ibu dan ayah mu hhhh", ucap ibu dengan suara di tahan, mungkin ibu sadar sekarang orang orang pada melihat pertengkaran kami.
" Ibu ...justru aku ingin berbakti pada ibu ,maka nya biarkanlah aku dan Rina hidup mandiri", ucap ku menegaskan kembali.
"Sudah sudah Bu , bang Rinto ...malu di liat orang", ucap Rizal...
" Ayo Bu sekarang aku minta uang tuk menebus obat", pinta ku pada ibu.
" Berapa ....", tanya ibu...
" Lima juta", ucapku pada ibu.
"Apa !!!!!
Lima juta , banyak sekali, kamu jangan berbohong pada ibu, emang nya yang di suntikkan ke tubuh rina itu emas ya", ucap ibu kembali, dengan mata terbelalak seakan akan mau keluar dari mata nya.
" Maka nya ibu sebelum berbuat harus berpikir panjang, padahal ibu ini sudah tua, seharusnya sebelum menganiaya Rina ibu harus memikirkan akibat nya", kembali aku berang dengan penolakan ibu.
" Itu belum seberapa masih Bu, itu baru obat awal", kembali aku menjelaskan pada ibu.
"Ibu tidak bisa lepas tanggung jawab, ibu harus membayar biaya rumah sakit sampai tuntas", kembali ku tegaskan pada ibu.
" Tapi saat sekarang ibu tidak ada membawa uang segitu banyak Rinto", ucap ibu menjelaskan.
" Kalau begitu sekarang kita pulang, ibu ambil uang di rumah sekarang", ucap ku menjelaskan.
Ku lirik Rizal di samping ku.
" Ayo Rizal kita pulang", ucapku pada Rizal.
" Ibu di gonceng sama aku aja , jangan bersama Rizal, aku khawatir ibu kabur dari tanggung jawab", ucapku pada ibu, ibu menatapku dengan pandangan tajam, tak ku pikir kan arti tatapan nya, yang ada di pikiran ku sekarang istri ku harus selamat, aku tidak mau kehilangan nya, hanya karena kejahatan ibu kandung ku sendiri.
Padahal sekarang bukan hanya istriku yang sakit ,tapi aku lebih fokus ke Rina istri ku, bukan aku tak sayang ayah, hanya saja sekarang sudah ada yang mengurus ayah, yaitu bang Arman dan ada juga anak yang lainnya, sedang kan Rina di kota ini hanya punya aku, kalau aku gak merawat nya ,lalu siapa lagi yang akan bertanggungjawab.
Maaf kan aku ayah , karena belum sempat menjenguk mu.
Dalam perjalanan pulang aku dan ibu hanya membisu, mungkin masing-masing dengan pikiran nya.
" Rinto !!!! Teriak ibu.
" Kamu mau kita mati ya", teriak ibu , tentu saja harus teriak biar bisa kedengaran oleh ku. Tak ku hiraukan teriak kan ibu. Ku pacu motor nya dengan kencang, seperti pembalap ventalino Rossi. Tapi ini ventalino kalap .... Maklum lah hanya pembalap dadakan.
Akhirnya kurang dari mungkin hanya 10 menit sudah sampai di rumah.
Setelah sampai di rumah,ibu turun dari motor sambil ngomel ngomel.
" Kamu mau ngajak ibu mati bersama To, kalau mau mati sendiri aja tau", teriak ibu. " Sekarang kamu seperti nya sudah mulai gila ya, karena istri mu itu ", omel ibu kembali.
"Sudah Bu, ayo cepat ambil uang nya ,aku gak sempat harus meladeni ocehan ibu", jelas ku pada ibu.
Akhirnya ibu segenap masuk ke kamar. Beberapa saat kemudian memberikan uang 5 juta pada ku.
Setelah dapatkan uang, aku langsung menuju RS kembali.
POV ibu Ida.
Kenapa juga aku malah senang sial, sekarang uang ku malah akan habis tuk biaya RS Rina. Ini semua gara gara Rina, awas kamu Rina akan ku balas kejahatan mu, kamu harus mengganti semua uang yang ku keluar kan untuk biaya mu berobat. Aku benar benar sakit hati.
Ini pasti memerlukan banyak uang.
Belum lagi biaya tuk ayah, kalau seperti ini tabungan pesangon suami ku bisa habis, dan mungkin juga perhiasan ku juga akan melayang. Aduh mimpi apa aku semalam, harus ketiban sial seperti ini.
Ya ampun...gara gara Rina aku sampai lupa menjenguk suami ku sendiri. Kalau aku tidak menjenguk pasti anak anakku akan marah, kalau mereka marah aku khawatir mereka gak mau membangun biaya berobat ayah. Aduh kepala ku rasanya mau pecah aja.
Lebih baik aku kerumah sakit lagi, Rizal kok lama amat baru nyampai, seperti pakai jalan kaki aja. Dia ini pakai motor atau pakai sepeda sih, atau jalan kaki sih. Kenapa lama sekali baru nyampai..
" Oh aku lupa pasti Rizal bawa motor santai, aku lupa tadi Rinto bawa motor seperti pembalap liar.
Tidak berapa lama kemudian ada seperti seseorang yang masuk ke halaman depannya rumah. Pasti itu Rizal. Lebih aku segera pergi ke rumah sakit sekarang.
Dari tadi kok aku gak meliat Lastri, belum pulang kah anak itu, anak itu pergi ngampus atau apa sih, masa dari pagi sampai malam belum pulang.
" Tok tok tok...
Assalamualaikum
Kenapa rumah sepi sekali ya", ucap Lastri bergumam sendiri.
" Waalaikumsalam ...
" Oh kamu Lastri, kemana aja kamu seharian ini, kamu kuliah apa ngelayap haaaa ?!!!", Kesel rasanya hati ini melihat tingkah nya yang kelayapan setiap hari. Katanya sudah menulis skripsi tapi menulis nya masa dua tahun belum juga selesai. Hampir setiap hari pergi pagi pulang malam. Hanya sesekali diam di rumah, kalau pun di rumah sibuk dg hp nya aja.
"Biasa lah Bu, kumpul bersama teman teman", jawab Lastri santai tanpa merasa bersalah.
"Ini pada kemana kok sepi sekali Bu", tanya Lastri kembali.
" Ayah masuk RS, akibat terpeleset di kamar mandi", terang ku.
" Hadeh ayah ada ada aja, di kamar mandi aja bisa terpeleset", ucap Lastri kembali, seperti tidak ada simpati pada ayah nya yang sedang dapat musibah.
"Ayo antar ibu ke RS", ucap ibu.
"Malas banget Bu, Lastri capek baru juga pulang harus ke RS lagi, mana di RS pasti bau obat, ogah ah.... Lastri pengen makan lanjut bobo", jawab Lastri santai.
" Lastri !!! Kamu ini apa apaan sih , memang nya kamu gak ingin liat keadaan ayah mu", teriak ibu Ida mulai emosi Mel sikap anak nya yang terlihat sama sekali tidak perduli dengan ayah nya sendiri.
Lastri malah segera berlalu meninggalkan ibu nya masuk ke kamar.
"Brug...", Terdengar begitu kuat Lastri menutup pintu kamar nya, sehingga membuat ibu Ida terkejut.
"Anak kurang ajar, gak punya etika dan sopan santun pada orang tua, awas aja kamu besok gak akan dapat uang tuk ke kampus besok", ucap Bu Ida menggerutu melihat tingkah anak nya yang selalu di manjanya itu.
Di luar sana terdengar suara motor berhenti.
" Itu pasti Rizal", lalu Bu Ida pergi ke luar rumah memastikan siapa yang datang, iya benar aja Rizal yang datang.
"Rizal...ayo antar kan ibu kembali ke RS", ucap Bu Ida pada anak nya Rizal.
"Baik Bu", ucap Rizal
Masih juga Rizal yang bisa di andalkan, walaupun Rizal malas sekolah ,tapi aku lebih meminta bantuan nya. Doa juga jarang membantahku, apakah karena otaknya error', sehingga tuk membantah orang tua saja gak punya otak. Kadang aku liat si Rizal ini seperti kurang akal, bahasa kasar nya kurang se ons, itu yang selalu kata kata yang Lastri lontarkan padanya.
" Lho kok ibu bingung, ayo let's go Bu" ucap Rizal pada Bu Ida, yang sedari tadi terlihat bengong.
"Oh iya, let's go", balas Bu Ida pada anaknya Rizal.
Rizal terkekeh kekeh mendengar ibu nya bilang let's go, seperti nenek gaul aja hhhh.
Setelah 30 menit perjalanan nyampai lah ibu Ida dan Rizal ke RS. Mereka bergegas ke ruang perawatan suami nya.
Terlihat ayah masih belum sadar kan diri. Di sana sudah ada Arman dan istri nya, Rusli dan istri nya.
Saat aku masuk semua mata menatap ku, seolah olah perlu jawaban kenapa sekarang baru menemui ayah mereka.
"Tok tok tok...
"Gimana keadaan ayah ku", bertanya pada mereka, tuk memecahkan suasana yang hening.
"Seperti yang ibu lihat , ayah belum sadar kan diri, kemana aja ibu, baru sekarang menjenguk ayah", ucap Arman seperti nya sangat butuh jawaban.
Aduh aku harus jawab apa ? Kan gak mungkin aku terus terang ?
" Ya dari rumah lah, gimana sih kamu", jawab ku menekan.
" Jam segini baru menjenguk ayah ? ", Kembali dia melontarkan pertanyaan.
"Sudah lah jangan banyak tanya kamu Arman, lebih baik kamu pikirkan gimana caranya membayar tagihan rumah sakit untuk ayah mu kelak, ibu mau kalian anak anak nya yang membayar, gak mungkin ibu mampu membayar nya, karena ibu tidak punya uang", ucapku sekena nya pada mereka, biar si Arman gak bertanya lagi.
" Baik Bu ... nanti kita rembukkan bersama", timpal Arman.
Ku liat raut wajah dua menantu ku keliatan gak suka saat Arman bilang akan merembukkan biaya rumah sakit.
Ku pandangi muka suami, terbersit rasa kasian di hatiku ,tapi ada rasa jengkel juga, ntah kenapa ayah semenjak sudah pensiun dari perusahaan selalu sakit sakitan ,tapi biasanya hanya darah tinggi ,asam urat, jantungan, tapi kali yang paling parahnya.
"Kamu sudah bertanya pada dokter kah keadaan ayah mu Arman", tanya ku kembali pada Arman.
"Sudah Bu, kata dokter ayah kena stroke, kemungkinan gak bisa beraktivitas lagi', jawab Arman.
"Apa???
Jadi arti nya ayah mu akan hanya bisa berbaring di tempat tidur aja man?", Tanya ku pada Arman dengan terkejut.
"Tapi masih bisa di sembuhkan dengan terapi rutin kata dokter nya", jelas Arman kembali.
" Lebih baik kita sekarang ke luar aja dari ruang ini, gak baik kita bicara di sini, ntar mengganggu ayah", terang Arman.
" Ayo Rusli kita keluar", ucap Arman , lalu Rusli dan lainnya juga ikut kelua, termasuk aku dan Rizal juga keluar.
Akhirnya kami memilih tempat yang sepi, agar mudah diskusi masalah biaya RS.
" Aku gak mau bang Rusli keluar uang untuk RS ayah, kami juga lagi susah, rumah makan kami baru merintis. Bisa bisa bangkrut usaha kami, ibu kan masih punya uang tabungan pensiunan ayah serta perhiasan ibu juga ada", ucap Atikah menantu ku, tanpa sungkan sungkan berbicara seperti itu, pada dia hanya menantu, beraninya dia mengatur ku. Aku tau menantu ku ini memang pelit nauzubillah, sehingga anakku Rusdi kalau ingin memberikan aku sesuatu harus ngumpet dari istri nya, alasan nya malas mau ribut dengan istrinya, sering mu sarankan agar bercerai saja, tapi anakku Rusli kata nya masih sayang dan cinta kepada istri nya.
" Hei kamu menantu zolim, bisa gak kali ini kamu jangan ngomong, aku gak mengharap uang mu, aku meminta uang anakku, kalau kamu gak mengizinkan anakku membantu perobatan ayah, akan ku paksa Rusli untuk menceraikan mu", ucapku dengan berang kepada nya.
Muka nya ketus sekali saat ku katakan hal itu pada nya. Aku heran Rusli kok sayang sekali dengan istrinya ini, udah lah hitam jelek, muka nya kecut... Padahal kalau bercerai pasti mudah dapat istri lagi.
"Sudah lah Atikah, kamu diam aja", Rusdi menegur istri nya. Terlihat jelas manyun aja.
" Tadi aku sudah menebus obat ayah sebesar 7 juta, sebenarnya tadi dokter menyarankan untuk di operasi, tempurung kepala nya, karena ada pembekuan di bagian otak, lalu ku tanya berapa kisaran biaya kalau harus operasi tempurung kepala", jelas Arman lalu terdiam.
" Berapa kisaran biaya nya Arman ", tanya ku penasaran.
" Biasanya kisaran 100 juta bahkan mungkin lebih", jawab Arman lalu terdiam kembali.
" Ya Allah mana mungkin ibu punya uang segitu Man ? Kamu tau sendiri kan uang pesangon sudah habis, biaya hidup ku sekarang aja numpang sama Rinto yang jadi kuli bangunan", ucap ku merendah serendah rendah nya, agar anak anak ku saja yang membayar biaya RS ayah nya.
" Sekarang lah saat nya kalian berbakti, membalas jasa ayah kalian", ibu serahkan keputusan pada kalian anak anak ibu", jelas ku kembali.
" Begini aja Bu, menurut Arman , lebih baik ayah gak di operasi, karena jika pun di operasi, tidak menjamin 100% sembuh, kata dokter, kemungkinan sembuh juga hanya 30 %. Jadi bagaimana kalau kita berobat alternatif aja. Banyak kok yang sembuh berobat alternatif ", jelas Arman kembali.
" Aku setuju sekali itu Bu, ntar Wita cari tempat pengobatan alternatif nya", timpal menantu ku Wita.
Tentu saja Wita sangat mendukung keinginan suami nya agar ayah mertua nya di bawa berobat alternatif, karena sejatinya wita juga tidak rela uang nya habis banyak tuk pengobatan mertua nya. Siapa lagi yang akan membayar semua nya, saudara Arman yang lain kan kere.
" Baiklah kalau itu yang terbaik, tapi masa perawatan ayah kalian, ibu minta bantuan dana, tidak akan cukup jika hanya mengandalkan gaji
Rinto saja", kembali ku tegas kan pada mereka.
"Ibu Arman ingin bertanya pada ibu", kenapa ibu tega sekali menganiaya Rina, apa ibu gak kasian pada Rina, apa salah anak itu, Arman liat dia banyak berkorban untuk ibu, dia semua mengerjakan pekerjaan rumah dan sampai ibu jadiin babu juga", tanya Arman seperti menunggu penjelasan ku.
"Ibu khilaf Arman, karena ibu jengkel dia telah membuat ibu celaka", aku berusaha membela diri, tentu saja aku tidak mau di salah kan anakku.
" Tapi menurut cerita warga , penyebab ayah celaka bukan Rina Bu ?, aku kasian pada Rinto
Lagian kalau sudah seperti ini, siapa yang harus bayar biaya perawatan Rina, kan harus ibu yang bertanggung jawab ?", Terang Arman pada ibu Ida.
"Kok kamu jadi belain Rina dan Rinto Arman , seharusnya kamu belain ibu yang telah melahirkan mu. Ini malah belain Rina menantu sialan itu", ucap ibu Ida kembali.
"Sudah sudah jangan bahas itu lagi, lebih baik kita sekarang selesai kan biaya administrasi ayah, aku setuju jika ayah di obat kepada pengobatan alternatif saja. Soal biaya nya nanti kita bagi bagi aja.
Sekarang aku mau pulang, sudah ngantuk besok mau bangun subuh harus beraktifitas kembali", lalu Rusli pun pergi begitu saja, di ikuti oleh istri nya.
" Kalau begitu saya pamit juga Bu, besok juga harus bekerja, Rizal kamu kan gak kerja, jadi bagian mu jaga ayah di RS", akhirnya Arman pulang juga bersama istri nya. Tapi syukurlah biaya tebus obat pertama sudah di bayar Arman. Untung aja Wita tidak begitu pelit pada mertua nya, jadi Arman tidak perlu main umpat kalau ingin membantu orang tua nya. Beda dengan Atikah, semua nya harus di bawah persetujuan nya.
"Bu... Rizal gak mau nginap di rumah sakit, malam ini aku sudah janji nongkrong bareng dengan teman teman", ucap Rizal yang sangat membuat ku kesel mendengar nya.
" Apa apaan sih kamu Rizal di saat seperti ini kamu masih mikir mau nongkrong sama teman teman mu, kamu tega membiarkan ibu yang sudah tua ini menjaga ayahmu sendirian hhh", ucap ku penuh emosi.
" Ini semua gara gara Rina, andai saja Rina gak sakit pasti Rizal mau mengurus ayah mu", jelasku pada Rizal.
" Lha yang bikin kak Rina sakit kan ibu, coba aja ibu gak membabi buta mencelakai kak Rina, tentu jadi gak serumit ini", jelas Rizal dengan kesel pada ibunya.
" Kamu nyalahin ibu Rizal, dasar anak durhaka", bukan nya menang ibu yang telah melahirkan nya tapi malah bela wanita sialan itu.
" Ah sudahlah Bu, aku akan menemani ibu, nginap di sini", balas Rizal kemudian.
POV Arman
Gimana sih ibu bisa bisa membabi buta menyerang Rina, apa yang ada di pikiran ibu , padaku Rina anak yang baik.
"Bang aku tidak setuju jika biasa RS ayah harus Abang semua yang menanggung nya, anak ayah kan bukan kamu aja bang Arman... Sebaiknya saudara Abang di ajak patungan lah. Aku gak mau ya, jika Abang sendiri yang mengeluarkan uang, kalau semua gak mau membantu, biar saja tanah ayah yang sekapling itu di jual tuk pengobatan nya", tiba-tiba saja Wita mengomel pada ku yang sedikit membuat ku terkejut, padahal tadi di ibu dan Rizal dia seperti setuju aja.
" Iya akan ku ajak kumpul besok ke rumah ibu", ucapku pada ibu, aku malas beladen dengan Wita kalau lagi marah.
"Tapi besok tugasmu menjemput mereka masing-masing di rumah nya , pakai mobil baru mu itu( tahun 2000an tidak semua orang punya hp, jadi berkomunikasi sulit, jika perlu sesuatu harus pergi kerumah yang bersangkutan )", baik lah kalau begitu.
___
Pagi pagi Wita sudah siap siap menjemput saudara ku untuk berkumpul ke rumah ibu. Tapi sebelum harus mengantar anak ku dulu si Rizki yang sekarang lagi duduk di kelas 3 SD.
" Bang ...aku pergi dulu", ucap istri ku, lalu berlalu meninggalkan aku sendirian.
Kalau sudah begini pusing aku di buatnya, aku yakin gak bakalan ada yang bisa membantu. Ini hanya membazir tenaga dan waktu saja. Rusli jelas istri kelewatan pelit nya, di tambah Rusli juga emang rada pelit juga, jadi sebelum udah komplit. Kalau Lisa, jangan kan tuk nyumbang uang yang ada dia akan mengeluh terus tentang kebutuhan hidup nya yang tak pernah cukup, karena suami nya kerja serabutan. Kalau Kinanti suami nya PNS, tapi SK suami nya sudah tergadai di bank, tuk belanja hari hari aja suka minjam uang pada ibu. Gaya sih selangit, tapi dompet kering. Rizal apalagi , kerja nya hanya nongkrong bersama teman geng nya, Lastri apalagi masih kuliah , ntah kapan wisuda nya, sudah 6 tahun gak ada tanda tanda mau selesai.
Yang bisa di andalkan dulu paling Rinto, walaupun dia hanya kuli, tapi waktu bujangan hidup nya hemat dan mau bekerja. Tapi miris nasibnya setelah menikah kagak berkembang, malah sekarang di timpa musibah lagi. Walaupun dia bukan adik kandung ku ,tapi aku menganggap nya adik kandung. Karena bagi ku dia aja yang bisa di andalkan. Ibu juga sih dari dulu hingga sekarang , benci nya gak hilang hilang, padahal Rinto anak nya penurut, tapi ntah kenapa ibu tetap selalu membenci nya, seperti membenci anak tiri aja.
Semuanya sudah pada kumpul, ada Kinan, ada Lisa, ada Rizal, ada Rusdi,ada Lastri hanya Rinto yang tidak ada, seperti nya dia lagi menunggu istri nya di RS. Ibu juga ada , malam tadi sudah di kasih tau pagi pagi harus pulang merembukkan tentang biaya ayah.
Ternyata ibu sudah menyiapkan air kopi dan makanan pendamping nya roti Roma.
"Ayo silakan di minum ", ucap ibu, memecahkan keheningan kami, suasana nya sunyi, tidak ada yang mau mulai bicara, mungkin menunggu dari ku sebagai anak lelaki dan tertua.
"Sengaja aku kumpulkan adek adek disini, adapun maksud dan tujuan ku agar kita ini sebagai anak anak ,saatnya sekarang lah kita berbakti pada orang tua yang sekarang sedang terkapar di rumah sakit. Dalam hal ini ibu gak punya uang lagi, jadi sudah menjadi kewajiban kita yang menyokong biaya perawatan ayah. Aku harap setiap orang memberikan kan sumbangan".
Lalu aku terdiam sebentar menunggu reaksi adik adikku, apakah akan memberi saran/ masukan, ternyata masih diam juga. Akhirnya ku lanjutkan lagi pembicaraan ini.
"Malam tadi saya sudah menebus obat ayah sebanyak 7 juta, mungkin nanti akan ada biaya biaya lainnya. Dokter sendiri menyarankan agar di operasi di bagian tempurung kepala, tapi untuk sembuh juga tidak 100%. Biaya juga sangat pantastis. Tapi klu ada yang mau membantu membayar biaya operasi nya juga boleh", ucap ku kembali.
"Berapa biaya operasi nya", tanya Kinan.
" Kisaran di atas 100 juta", mendengar itu Kinan langsung terdiam, aku tau dia tidak akan sanggup.
Jadi aku punya usul untuk sementara ayah di rawat di rumah sakit dulu, nanti apabila dokter sudah mengizinkan pulang , kita obati ayah dengan pengobatan alternatif aja", jelasku.
"Jadi kita harus patungan berapa ini bang Arman", tanya Rizal.
Sebenarnya aku bingung mau jawab apa , karena aku tau kak Lisa pasti tidak mampu.
" Setiap orang wajib menyumbang 7 jutaan", jawab Wita .
" Hhhh...mana mungkin aku bisa menyumbang 7 juta ", jawab Lisa yang langsung protes, kalian tau suamiku kerja serabutan, bayar cicilan rumah aja sudah bikin aku kalang kabut", protes Lisa.
" Jadi Lisa kamu mampu nya berapa, aku paling mampu 100 ribu, itu pun kelak aku harus menghemat uang belanja ku.
"Kalau kamu Kinan bagaimana", tanya ku pada Kinan yang sedari tadi hanya terdiam.
" Aku...aku... aku juga sama seperti kak Lisa hanya mampu 100 ribu, walaupun suami ku pegawai, tapi SK sudah tergadai di bank. Untuk makan sehari-hari saja sulit, mana ada uang sebanyak itu", Jawab Kinan.
" Alah Kinan ....emas mu kan banyak, tu di leher ada ,di tangan ada, di jari juga ada, tinggal jual aja, itu duit semua nya", celetuk istri ku, cukup membuat mata Kinan melotot padanya.
" Aku tidak akan pernah menjual perhiasan ini, apa kata teman teman ku jika aku tidak memakai perhiasan", jawab Kinan dengan emosi , mata nya melotot memandangi istri ku.
"Bang Arman dan Rusdi yang wajib menanggung biaya berobat ayah, karena anak laki-laki bertanggung jawab pada orang tua sampai kapan pun. Aku anak perempuan tidak ada tanggung jawab kepada orang tua", jelas Kinan kembali, keliatan sekali dia gak terima saat di minta menjual perhiasan nya.
"Alah Kinan ?!!!!
Saat di minta bantu sumbangan kau gunakan hukum agama, saat minta warisan ntar minta bagian yang sama. Bukan nya kamu anak kebanggaan ibu ya, anak yang pandai mengelola keuangan. Punya aset yang banyak, punya rumah yang bagus,itu selalu pujian ibu padamu", di jawab Santai oleh Wita.
" Kamu diam Wita", kamu hanya menantu di sini, orang asing, jadi tidak usah ikut campur urusan keluarga ku", balas Kinan tambah kesel.
"Gaya sosialita, nyumbang tuk orang tua hanya seratus", cibir Wita kembali.
"Sudah sudah .... cukup!!!
Teriak ibu, kalian jangan berantem, kamu Rusli pasti punya uang, bukan kah usaha rumah makan mu sedang laris, penghasilan mu juga besar perharinya, jangan bilang kamu juga hanya mampu seratus", tanya ibu pada Rusli.
Lama Rusli terdiam, aku tau Rusli ini rada pelit di tambah istri nya lagi yang super pelit. Aku tau kalau istri nya tau, pasti berbagai alasan untuk menolaknya.
" Aku tanya Atikah dulu Bu, soalnya keuangan Atikah yang megang dan atur, nanti aku akan coba meminta pada nya", jelas Rusli.
"Ok... Tapi aku tidak mau kamu gak nyambung 7 juta ya, karena ekonomi mu mapan, tabungan mu banyak, emas istri mu banyak, aku harus kamu jadi laki laki jangan di bawah telunjuk istri", jelasku pada Rusli.
"Jadi hanya Rusli dan Arman yang membantu pengolahan ayah ya", tanya ibu kembali.
"Itu juga belum tentu Bu", ucap Wita kembali nyeletuk.
"Lho kok belum tentu", tanya ibu kembali.
" Emang nya ibu belum tau sifat Atikah itu, menantu yang ibu puji setiap saat, menantu yang pandai berhemat, menantu yang gak boros kayak aku ini, menantu yang panjang mengelola keuangan, aku pengen liat apakah Atikah akan mengizinkan Ruslu menyumbang 7 juta", jelas Wita pada ibu, yang ternyata wita menaruh sakit hati pada ibu yang selalu di bandingkan dengan Wita.
"Diam kamu Wita, ibu yakin Atikah pasti mau menyumbang tuk ayah", jelas ibu dengan marah.
" Kamu pasti menyumbang kan Rusli", tanya ibu pada Rusdi.
" Iya Bu pasti", jawab Rusli dengan ragu, mata ibu melotot memandangi nya.
"Ibu mau jawaban yang pasti, bukan jawaban keraguan Rusli", bentak ibu pada Rusli.
"Alaaaah bang Rusli dengan kak Atikah aja takut, suami takut istri , celetuk Lastri. Padahal punya istri jelek juga, tapi hidup di bawah telenjuk bini", celetuk Lastri yang di tuju kan pada Rusli. Seketika wajah Rusli memerah mendengar olokan adiknya Lastri.
"Diam kamu Lastri, emang nya kamu mau nyumbang berapa hhh", tanya balik Rusli pada Lastri.
" Ntar kalau Lastri sudah kerja ,gaji Lastri akan Lastri kasih kan pada ibu semua nya", jawab Lastri enteng.
" Halah ... kuliah gak kelar kelar , mimpi mau dapat kerjaan, ngabisin uang orang tua aja", balas Rusli.
"Sudah sudah... jangan bertengkar kalian", kata ibu, akhirnya semua terdiam.
" Nah sekarang ibu butuh uang, tuk bayar biaya RS tuk kedepannya. Siapa ni yang akan memberi ",tanya ibu. Semua terdiam...
" Kamu aja dulu Rusli, pasti adakan uang di dompet masa kosong", celetuk Wita.
" Baik ada ni",uang dua lembar merah di berikan pada ibu.
"Mbak Kinan ada dong uang di dominasi nya, masa gaya sosialita ,uang kosong di dompet", ucap istri Wita kembali.
" Nih 20 ribu, gak bisa nambah lagi, sisa mau di pakai", jawab Kinan dengan ketus.
" Kamu sendiri nyumbang berapa sekarang hhhh", tanya Kinan pada Wita dengan nada keselnya.
" Lha ..... Suami ku sudah menyumbang 7 juta lho ???, ngapain nyumbang lagi", jawab Wita santai, tapi benar.
" Itukan bang Arman yang nyumbang, bukan kamu Wita ?!!!", Balas Kinan dengan nada emosi.
" Sumbangan suami ku sudah mewakili aku lah Kinan ?!!!", Jawab Wita kembali.
" Naik mobil turun mobil, giliran di minta sumbangan gak ada , malu tuh", ledek Kinan kembali.
" Ok...aku nyumbang ya, atas nama menantu, tapi menantu yang lain juga wajib menyumbangkan", ucap Wita dengan enteng, seketika wajah 3 saudara ku melotot.
" Kalian mau aku nyumbang berapa hhhh", jawab Wita dengan angkuh.
Semua nya terdiam aja mendengar perkataan wita.
"Sini nak Wita uang kasih ibu, yang lain pasti nyusul belakangan", jawab ibu sambil tangannya di sodorkan kepada Wita.
"Ogah... Jika yang lain gak nyambung", balas Wita.
"Alah kak Wita kalau mau nyumbang, nyumbang aja, yang lain kan kismin, mana mungkin bisa nyumbang, walaupun kak Atikah kaya, tapi kan dia ratu pelit", jawab Lastri santai, tanpa memikirkan perasaan Rusli.
"Ogah mending uang ku tuk beli emas lagi, pengen nambah gelang lagi", sambil menunjuk tangan nya yang sudah banyak gelangnya.
"Sudah seperti toko berjalan aja kak Wita ini, ntar di rampok lho", celetuk rizal.
"Sudah sudah... sekarang kalian pulang aja, Lisa hari ini kamu jaga ayah di rumah sakit, besok giliran Kinan, bagian jaga malam Rizal, hari Minggu Lastri kan tidak ke kampus", ibu menjelaskan siapa yang jaga ayah.
" Lho kenapa Wita gak kebagian jaga Bu", protes Kinan.
" Kan Wita menantu, kalian mau ,ibu minta suami kalian jaga juga hhh", jawab ibu pada Kinan, mungkin ibu tau ,Wita gak bakalan mau juga.
" Sudah lah Kinan nyumbang seratus ribu aja protes, kalau gak bisa nyumbang uang, paling tidak nyumbang tenaga lah", timpal Wita sambil muka di manyun manyunkan.
"Sudah lah sekarang kita bubar, ingat Rusli kamu harus nyumbang 7 juta juga", kembali ku ingat kan Rusli.
Akhirnya rapat keluarga bubar.
POV Rinto....
"Sayang ... Sadar dong, aku tidak bisa hidup tanpa mu, Abang minta maaf karena tidak bisa menjagamu dengan baik. Kamu harus sehat sayang, kamu harus sembuh aku gak kuat kalau harus hidup tanpa mu sayang. Aku janji akan menjaga mu, akan membuat mu bahagia. Sayang bangun, Abang janji setelah ini kita akan hidup terpisah dari ibu", tangan Rinto membelai wajah istri nya, memegang erat jemari istri nya ,sambil mencium tangan istri nya, mencium wajah istri nya kening istrinya.
" Sayang sadar sayang, apa yang akan Abang katakan pada ibu mu, jika sayang seperti ini, sadar sayang", sambil terus menciumi jemari tangan istri nya.
Terlihat jemari istri nya bergerak, mata nya mulai terbuka dan mulut berbicara.
"Abang....", terdengar suara Rina pelan.
"Alhamdulillah ya Allah", Rinto langsung sujud syukur atas kesadaran istri nya.
" Iya sayang", akhirnya Rinto memanggil suster.
Tok tok tok...
Terdengar suara sepatu Bu dokter mendekat.
" Maaf ... permisi ya pak, saya periksa dulu istri nya", ucap dokter dengan lembut. Lalu aku menjauh dari istri ku agar Bu dokter leluasa memeriksa istri ku.
Beberapa saat kemudian.
" Bapak Rinto, Sekar ikut keruang saya", kata dokter.
"Ibu tolong nanti keluhan nya sampai kan pada saya ya ", ucap Bu dokter pada Rina. Rina mengedipkan matanya tanda setuju.
Lalu Bu dokter meninggal kan ruang tempat Rina di rawat, dan aku mengikuti di belakang.
Beberapa saat kemudian, setelah berada di ruang Bu Dokter.
"Bapak Rinto, Alhamdulillah istri nya sudah sadar. Kita liat perkembangan nya, semoga cepat pulih, mungkin 2/ 3 hari lagi bisa pulang. Ingat setelah pulang bukan berarti istri bapak sudah sehat, biarlah istri bapak istirahat di rumah, karena suasana di rumah bisa membantu proses kesembuhan, jika di kelilingi oleh orang orang yang mencintai nya", jelas Bu dokter.
"Apa gak bisa istri saya di rawat di sini lebih lama Bu dokter ", tanya ku balik.
"Bisa pak, tapi akan menambah biaya pak, karena nginap di sini gak gratis", jawab Bu dokter keheranan.
" Tidak apa Bu dokter, asal istri ku bisa istirahat dengan tenang", jawab ku kembali, terlihat raut wajah dokter menunjukkan raut penuh tanda tanya.
"Maaf pak saya ingin bertanya di luar ranah propesi saya, apakah istri bapak tidak tenang di rumah nya sendiri", tanya Bu dokter penasaran.
" Sangat tidak tenang Bu dokter, karena yang melakukan kekerasan pada istri ku adalah ibu ku sendiri, mertua istri ku", lalu aku terdiam, malu aku mengatakan keadaan keluarga ku pada orang, namun aku harus mengatakan nya agar Bu dokter mengizinkan istri ku untuk berlama istirahat di RS ini.
" Bukan itu aja Dok, istri ku juga di jadiin babu oleh orang tua ku sendiri dan saudara ku", jawab ku dengan sedih, tanpa terasa bulir bulir air ku pun jatuh tak tertahankan.
" Untuk itu aku mohon Bu, agar istri ku di rawat sampai sehat benar baru pulang, jika ibu ku / keluarga ku bertanya pada Bu dokter, bilang istri ku masih perlu perawatan. Aku mohon Bu, demi keselamatan dan kesehatan istri ku", ku haturkan kedua tangan ku memohonkan pada Bu dokter , sangat berharap Bu dokter menyetujui nya.
"Baiklah pak Rinto jika itu mau bapak", ucap Bu dokter kepada ku.
Akhirnya aku permisi keluar dari ruang Bu dokter.
.Aku bersumpah Bu dokter setuju dengan permintaan ku, soal biaya gak perlu ku pikirkan, itu sudah menjadi kewajiban ibu untuk membayarnya, bukan kah ibu masih punya uang pesangon ayah dan juga perhiasan. Kalau ibu menolak , akan ku ancam menjebloskan nya ke pengadilan. Tapi ayah gimana kabar nya ya... astagfirullah aku sampai lupa dengan keadaan ayah. Lebih baik sekarang aku menjenguk ayah.
Lalu aku pergi ke ruang ayah di mana di rawat. Ku liat ayah tertidur dengan nyenyak, tak tega aku membangun kannya.
" Cepat sembuh ayah", ucapku pada ayah, lalu aku berlalu meninggalkan ayah dan bertanya pada suster yang bertugas piket mengenai perkembangan ayah. Katanya ayah kena stroke ringan... masih bisa di sembuhkan dengan terapi. Alhamdulillah aku bersyukur mendengar nya karena masih bisa sembuh.
Soal biaya pasti saudara ku bisa membantu. Lebih baik aku pulang sekarang mandi makan biar segar, aku gak boleh sakit, aku harus kuat, karena Rina sekarang hanya punya aku, dia jauh dari sanak saudara nya. Aku janji setelah ini akan mengajak kamu ngontrak seperti keinginan mu sayang.
Share this novel