Hai..saya kembali happy reading....
-----------------------------------------------------------------
"Nak, kenapa kamu gelisah?", tanya ibu. Diandra mendongak dari lamunan dan hanya membalas dengan senyuman.
"Maaf ya Ibu memaksa kamu pulang dengan tiba-tiba. Hanya saja Ayah kangen sama kamu", ujar ibu sambil mengusap lengan Diandra.
"Ah sudahlah, Bu tak apa Dian sudah minta ijin. Oya bagaimana Ayah?".
"Oh Ayahmu sudah tidur. Kamu pulang dulu saja dulu ini kunci rumahnya", ibu mengulurkan kunci dengan gantungan bebek.
"Lalu Ibu sendiri?. Lebih baik Ibu pulang nanti kita bergantian, oke?", Diandra menggenggam tangan sang ibu.
"Baik..baik..Ibu pulang. Beli makan kalau kamu lapar", ucap Ibu memastikan. Diandra terkekeh mendengar ibunya khawatir.
"Dian sudah besar, Ibu..", perlahan Diandra menggiring ibunya menuju kamar untuk mengambil tas. Diandra menghela napas, dilihat lagi wajah ayahnya. Tampak wajah layu serta tubuh yang ringkih, kulit yang mulai menghitam akibat pengobatan.
Diandra mengusap telapak tangan ayahnya dan mencium dengan takzim. Ada rasa tersayat dalam jiwanya karena lama tak pulang hampir dua tahun, ia tak bisa bersua dengan kedua orangtuanya. Kedua kelopak mata ayahnya mulai berkedip-kedip. Diandra terkejut saat memandangnya.
"Kamu masih disini, Nak?", tanya Ayah.
Diandra meneteskan airmata yang sudah menggenang dipelupuk matanya. Sambil tersenyum ia memeluk sang ayah dengan erat.
"Maafkan Ayah. Untuk pemaksaan", gurau pria berusia setengah abad itu. Diandra tersenyum kecil.
"Apalah Ayah ini, bagaimana perasaan Ayah?", tanya Dian.
"Sama seperti kemarin-kemarin badan Ayah sakit semua", jawabnya sambil tersenyum. Ayahnya menatap Diandra dengan tatapan menyelidik.
Diandra meremang dengan pandangan mata Tuan Hermawan.
"Kenapa Ayah menatapku seperti itu?", tanya Diandra pelan.
"Apa kamu memikirkan seseorang selain Ayah?", Ayah Tuan Hermawan balik bertanya. Diandra menunduk dan tiba-tiba saja ia menangis tergugu.
"Kurasa aku jatuh cinta, Ayah", jawab Diandra tanpa malu-malu. Sang Ayah hanya tersenyum kecil melihat sikap Diandra yang seperti remaja belasan.
"Lalu apa membuatmu ragu, Sayang?",Tuan Hermawan membelai rambut hitam anaknya.
"Maafkan Dian, Ayah".
"Kenapa harus meminta maaf. Tidak ada yang salah dalam jatuh cinta", sahut Tuan Hermawan. Diandra mengangkat wajahnya mulai membuka bibirnya dan tersenyum tipis.
"Tapi dia memiliki cinta yang lain, Ayah. Dan kurasa aku harus berhenti menyukai", jawab Diandra pasrah.
**
Share this novel