Prolog

Drama Series 452

Rancangan takdir Tuhan memang selalu indah. Bertemu denganmu di sore hari itu, menjadi awal jumpa pertemuan kita. Aku bahkan tidak pernah berpikir kalau pertemuan itu yang nantinya akan melahirkan sebuah kisah baru. Kisah, yang saat ini akan kuceritakan pada semua orang.

Kalian pasti bertanya-tanya, kisah seperti apa yang aku punya hingga aku berani menceritakan kisahku di hadapan semua orang. Memang kisah yang tidak terlalu bagus. Tapi aku berharap, kisahku ini bisa menginspirasi banyak orang.

Dua hari yang lalu, aku mendapat kabar kalau salah satu stasiun radio di Jakarta sedang mengadakan sebuah acara khusus. Yaitu acara berbagi kisah yang pernah dialami seseorang semasa hidupnya. Aku tertarik dan langsung mengirim ceritaku lewat e-mail. Dengan segala keberuntungan yang ada, aku akhirnya mendapat kesempatan menjadi pembaca kisah untuk yang pertama kalinya.

Tidak tau lagi kata yang bisa mengekspresikan perasaanku saat ini. Yang pasti aku lega karena sebentar lagi, rasa sesak yang sudah memenuhi dadaku perlahan akan hilang seiring ceritaku dibacakan.

Sudah dua menit aku berada di dalam sebuah ruang siaran. Katanya, aku harus menunggu sang pembawa acaranya malam ini. Dia bilang kalau sang pembawa acara masih dalam perjalanan dan sekitar lima menit lagi sampai.

Dan lima menit itu pula aku gunakan untuk menetralkan degup jantungku yang semakin berdetak kencang. Gugup. Siapa yang tidak gugup tampil untuk yang pertama kalinya di dalam siaran radio. Aku yakin siapapun pasti gugup.

"Hei!" sapaan dari seseorang itu membuatku menoleh. Wanita itu duduk tepat di sampingku.

"Gimana kabar lo? Nggak nyangka ya kita bakal ketemu lagi. Seneng, Dir, bisa liat lo sukses kaya gini."

Aku menundukkan wajah. Seperti ada jarum yang menusuk dadaku saat Alysa mengatakan hal itu. Aku juga tidak tau kenapa.

"Gue juga seneng liat lo sukses." ucapku yang membuat Alysa tersenyum.

"Si Dimas kebiasaan ngaret. Sorry, ya udah buat lo nunggu. Lo pasti udah nggak sabar mau cerita." ucap Fira.

Aku tersenyum kaku.

"Eh iya, gue bawa minuman nih. Supaya lo nggak gugup." Alysa menyodorkan sebotol minuman berasa kepadaku.

Aku menggeleng pelan. "Nggak usah, Al. Gue kalo gugup nggak pengen ngapa-ngapain."

Tidak lama setelahnya, suara pintu terbuka membuat aku dan Alysa menoleh secara bersamaan.

"Ye, si brokokok. Kemane aje, bang? Ditungguin daritadi. Emang jadwal lo jam berapa, hah?" Alysa yang melihat lelaki berponi itu datang, langsung mengomel habis-habisan.

"Sorry, kena macet tadi di jalan. Oh ya, tamu kita udah datang?"

"Nih di samping gue."

Lelaki yang disapa Dimas itu tersenyum kepadaku lalu mengulurkan tangannya sebagai salam perkenalan. Kami menyebut nama masing-masing. Dan setelahnya, Dimas mempersilakan aku untuk ke meja siaran.

"Langsung aja ya." tanya Dimas.

Aku mengangguk. Setelah tulisan "on air" menyala terang, Dimas langsung menyapa para pendengar setianya dengan semangat. Aku sendiri hanya bisa tersenyum geli melihat tingkahnya yang seolah seperti sedang berbicara langsung oleh para pendengarnya.

"Hai semua, ketemu lagi sama Dimas di 123 Fm, radio berbagi kisah. Gimana nih kabarnya temen-temen siang hari ini? Sehat-sehat semua, kan? Oke.. gue siang ini ditemenin sama cewek cantik yang katanya baru singgah di Indonesia seminggu yang lalu."

"Langsung aja kita kenalan ya. Hai kak!" Dimas menjabat tanganku dengan ramah.

"Hai juga." jawabku agak kikuk.

"Gimana nih perasaannya bisa kepilih di acara baru kita?"

"Em.. seneng dong pastinya."

"Seneng doang? Ada perasaan lain? Kaya gugup, deg-deg'an?"

Aku sempat terkekeh mendengar ucapannya. Jelas aku gugup karena baru pertama kalinya tampil di acara radio.

"Gugup ya pasti, soalnya aku baru pertama kali ngomong di radio." jawabku dengan singkat.

"Oke.. berhubung tema kita kali ini adalah story of my life. Kira-kira cerita apa sih yang bakalan dibawa sama tamu kita yang cantik ini?"

Dimas mengisyaratkan aku dengan kedipan di matanya untuk mulai bercerita.

"Pertama, aku mau ngucapin makasih banyak untuk 123 Fm yang udah cek e-mail aku sampai nerima dan ngundang aku ke sini."

"Sama-sama."

"Kisah yang mau aku bawain ini nggak terlepas dari masa SMA. Kira-kira saat tujuh tahun yang lalu. Udah lama memang. Tapi aku masih inget jelas semuanya. Orang bilang bahwa kejadian manis akan selalu diingat seseorang dalam perjalanan hidupnya. Dan itu yang terjadi sama aku kali ini."

Aku menarik napas sebentar.

"Di masa itu, aku bener-bener cewek nerd yang nggak peduli sama hal berbau cowok. Yang aku pikirin cuma gimana caranya aku bisa masuk PTN lewat jalur undangan tanpa tes."

"Hari-hari yang aku lewati di sekolah, aku habiskan dengan belajar, belajar, dan belajar. Orang lain bahkan pergi ke kantin saat jam istirahat, tapi aku milih untuk belajar di perpustakaan. Kedengerannya terlalu serius memang, tapi ya.. begitulah aku dulu."

"Sampai akhirnya aku sadar ada banyak orang yang menentang semua usaha aku, bahkan mungkin satu sekolah benci sama aku. Saat itu aku sadar, bahwa apa yang aku lakuin itu bertolak belakang dengan temen-temen."

Sepertinya, mataku mulai berair. Sementara otakku masih memutar kembali memori lama yang hampir hilang saking lamanya terjadi. Aku tidak sanggup lagi bahkan untuk mengucap satu kalimat pun. Tangisku kian pecah. Dan aku menutup mulutku sendiri agar suaraku tidak mengganggu para pendengar.

"Ya.. kayanya cewek cantik di sebelah Dimas ini udah nggak sanggup nerusin ceritanya. Kalau gitu, gue bakal puterin satu lagu yang cocok buat kalian yang lagi nangis denger kisah dari tamu kita kali ini."

"Ada James Arthur - Say you wont let go."

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience