BAB 3

Drama Completed 528

Pusat perhatiannya kembali pada sosok-sosok itu. Terlebih kepada Khadeeja a. Atong geleng-geleng kepala sendiri setelah ia menyadari begitu cantiknya wanita yang sedang dalam pandangannya ini.
“Gue baru tau, kalau Rahmat punya mpo yang secantik ini.” gumam Atong
Pandangan Atong kembali menerawang. Tampaknya sedang banyak hal yang menari-nari dalam bayangnya.

“Mad, nape lu. Daritadi kayaknye ngelamun terus?” tanya Pa ustaz , memfokuskan kembali pandangan Atong pada sosok itu.
Rahmat yang ditanya tadi malah menggeleng. “Itu pa, emm itu..”
“Itu, itu apa?” cecar Pa ustaz .
Rahmat menghembuskan napas pasrah. “Kue nastar Rahmat , ilang pa. Rahmat takut, nanti Rahmat ngga bisa lebaran.”
Pa ustaz berganti menggeleng. Seraya semua mata tertuju pada Rahmat kemudian tergelak bersama.
“Eh, udeh udeh. Jadi pade rebut sih. Rahmat , lebaran itu kaga tergantung sama kue nastar. Emang lu mau, lebaran sendirian bareng kue nastar doang?”
Rahmat menggeleng dan menerawang.
“Ya udeh gak usah sedih lagi ye. Muka lu udah kaye empang retak. Ha..ha. Kan kata lagu, ‘Ngga punya kue pun ngga apa-apa, masih ada kue tetangga.” Jawab Pa ustaz seraya bernyanyi, menghasilkan senyum renyah untuk semua, termasuk Rahmat dan Khadeeja a.

Atong yang masih setia berdiri di luar masjid pun jadi semakin terenyuh. Dalam hati ia bernapas lega, karena tidak jadi membatalkan lebarannya si Rahmat . Ya kalau sampe lebaran itu diundur, Atong ngga tahan lagi pengen nyobainn ketupatnya Ma Ijah, ibunya si Rahmat .

Lantunan ayat suci keluar dari bibir mungil Khadeeja a. Begitu merdu, menenangkan jiwa. Untuk kesekian kalinya Atong kembali terenyuh. Ia merasa, angin sepoi-sepoi sedang mengipasi tubuhnya. Tapi ternyata, itu memang benar. Atong mencium sendiri bau tubuhnya yang begitu semerbak, karena sudah hampir se-abad belum mandi bunga 7 rupa. ??
Atong terpaku dalam lantunan ayat-ayat suci itu. Ia terharu, begitu lincahnya Khadeeja mengalunkan ayat itu dalam padanan simphony yang indah. Atong kembali memperhatikan tubuh Khadeeja dari atas kembali ke bawah. Sungguh sempurna dan makin sempurna. Wanita idamannya hadir dalam dunia nyata.
Akhirnya Atong kembali ke persinggahan dalam langkah gontainya.

Langit membiru. Angin menghembus. Atong terduduk di atas kursi panjang di bawah sinar mentari yang tak begitu cerah hari ini. Tenggelam dalam pikirannya yang merampas alam sadarnya. Burung berkicauan dalam symphony-nya. Atong kembali dan berpikir sejenak
‘Ga enak ya, jadi pencuri . Mending kalau berhasil, kalau ngga harus lari-larian atau digebukin warga. Masa gue harus jalanin sisa hidup gue untuk jadi pencuri selamanya? Gue kan juga mau, hidup damai sama mereka. Dihargai, dihormati, bukan dicaci maki.
Apalagi liat mpo nya Rahmat , Khadeeja a. Duuh, kaya liat air di gurun pasir. Seger, cantik. Lagian, mana mau si Khadeeja pacaran ama gue, kalau gue masih jadi pencuri gini. Huh.’

Petang hampir sirna. Kemilau senja yang elok berganti dengan serinai malam yang perlahan jatuh di altar langit. Indah dan sempurna. Ciptaannya saja seindah ini, bagaimana dengan penciptanya? Pasti Ia lah maha dari segala maha keindahan. Namun, beginikah rasa syukur kita atas semua keindahan yang telah Ia berikan? Mari kita merenungi hati kita masing-masing. Terkadang, mulut dengan gamblang menyatakan kesalahan orang lain, tanpa pernah berpikir dulu sebenarnya kita pun juga punya kesalahan. Gajah dipelupuk mata tak tampak, semut diujung lautan kelihatan. Udah ah, ngga usah panjang-panjang pidatonya. Hahaa ??

Kembali pada sosok Atong . Sosok yang hatinya sedang diserang kalut yang makin berkecamuk. Bimbang, bingung, galau hingga ia tak tau lagi, apa yang seharusnya ia rasakan.

“Gue mau tobat, Le.” Atong memulai curhat pada sohibnya.
Sule mengernyitkan keningnya yang bergurat roma keheranan. “Hah? Serius lo, Tong?”
Atong mengangguk. Pandangan mereka beradu. Namun cepat kembali pada alam pikiran mereka masing-masing.
“Bukannya gue mau ngelarang lo. Tapi.. bukannya kita harus ngehargain sesepuh kita yang dari bayi dulu udah jadi pencuri ? Ditambah kakek kita yang kemaren dapet pencuri award. Kita semakin digembleng juga untuk mendapat itu. dan pastinya kita harus mengorbankan seumur hidup kita untuk jadi pencuri .” lanjut Sule dengan perasaan bersalahnya.

Atong menyergah. “Le, lo ngga ngerti. Gue tuh mau hidup damai, bukan jadi buronan warga mulu. Gue mau le, hidup kayak orang lain. Gue bahkan benci, kenapa gue harus di lahirin di keluarga seperti ini.”
Mereka berdua menarik napas dalam. Lalu dihembuskan bersama.
“Ya, kalau emang itu keputusan lu, gue cuma bisa ngedukung, Tong. Semoga lu bisa bahagia atas keputusan ini. Goodluck sobat.” Sule menepuk bahu Atong dan segera berlalu menghapus jejak nya yang terbawa riuh angin.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience