3. 21++

Romance Series 18017

Aku memelankan langkahku, ketika aku sudah mendekati depan pintu kamar kosong.

Aku berhenti melangkah sejenak di depan pintu kamar, melihatnya yang sedang berdiri di tangga besi lipat itu. Kedua telapak tangannya ke atas sedang memperbaiki AC yang tidak tahu rusak atau tidaknya.

Untungnya, mas Bromo juga tidak mengeceknya terlebih dulu. Dia langsung buka-buka saja, dan memeriksanya.

Mungkin sebenarnya mas Bromo merasa gugup kepadaku, hingga dia lupa untuk mengeceknya terlebih dulu.

Aku melangkah masuk ke dalam kamar. Aku berdiri di samping tangga, di bawahnya yang sedang berdiri di tangga besi lipat ini.

"Hati-hati mas? Awas jatuh?" Ucapku sekedar basa-basi sambil memegang tangga besi lipat dengan telapak tanganku yang lembut ini.

Aku pun memegang tangga besi ini, sekedar menempelkan telapak tangan saja. Takut kotor dan lecet telapak tanganku yang lembut ini.

Sambil memegang tangga besi lipat ini, kedua mataku tertuju kearah atas, melihat tonjolan kepunyaannya mas Bromo yang telihat besar itu.

Mas Bromo menengok ke bawah menatapku, sambil kedua telapak tangannya tetap berada diatas memegang box AC. "Tidak perlu di pegangin koq Din?" Ucapnya.

"Tidak apa-apa koq mas. Saya takut nantinya kamu jatuh. Nggak seru kan, kalau nantinya kamu jatuh dari tangga." Ucapku.

Gereget banget aku melihat tonjolan kepunyaannya itu. Ingin sekali memegangnya.

"Ya sudah kalau gitu." Ucapnya.

"Iya mas." Ucapku.

Mas Bromo kembali menatap kearah atas, memeriksa AC itu.

Setelah beberapa saat kemudian.

"Sepertinya, tidak ada kabel maupun yang lainnya, yang rusak Din?" Ucapnya sambil menatap AC itu.

"Masa sih mas?" Ucapku masih berdiri sambil memegang tangga besi lipat ini.

"Coba, tolong ambilkan remotnya Din?" Ucapnya.

'Hah, kenapa harus secepat itu sih, dia memeriksanya?' Hatiku.

"Oh iya mas. Saya ambilkan dulu?" Ucapku.

"Terima kasih." Ucapnya.

Aku melepaskan tangan kananku dari tangga. Sejenak aku mengusap-ngusak telapak tangan kananku ini. Aku melangkah menuju tempat remot yang berada di samping pintu kamar.

Ceklek!

Aku menutup pelan pintu kamar ini. Aku mengambil remot AC. Aku melangkah. Aku berhenti melangkah di depan tangga, tepat berada di bawahnya yang sedang berada diatas tangga itu.

Mas Bromo menurunkan kedua kakinya di beberapa tangga, lalu berhenti.

Terlihat semakin sangat jelas tonjolan besar miliknya itu, ketika dia menuruni tangga lipas besi ini tadi. Semakin merangsang aku di buatnya.

Apalagi, dia berhenti menghadapakan tonjolan bawahnya tepat berada di depan wajahku.

"Ini mas?" Telapak tangan kananku menyodorkan remot.

Telapak tangan kanannya mas Bromo meraih remot yang aku berikan kepadanya "Terima kasih." Ucapnya sambil memegang remot AC.

"Sama-sama, mas." Ucapku.

Mas Bromo kembali menaiki tangga. Mas Bromo menekan remot AC itu, menyalakan AC. Seketika langsung terasa dingin di dalam ruangan ini, karena sebenarnya AC itu, tidaklah rusak.

'Mas-mas, mau saja kamu, di bohongi sama aku.' Hatiku berkata sambil tersenyum dan juga sambil menatap tonjolan miliknya itu.

"Iya mas, ternyata ACnya tidak rusak." Ucapku.

"Iya Din. Memangnya, tadinya gimana sih?" Tanyanya sambil mengelap dalaman AC itu.

"Ya, tidak menyala gitu, mas. Terasa panas saja tadi, saat saya memeriksanya." Ucapku sekedar beralasan.

Aku harus pandai-pandai ngeles deh kepadanya.

Aku melangkah. Aku mengambil sebatang rokok menthol.

"Fyuuh.." Suara hembusan saat aku mengeluarkan asap rokok menthol barusan.

Aku menatap ke arahnya mas Bromo yang sedang menutup box AC itu.

"Mas, tolong di matikan ya, AC-nya? Saya sedang merokok, soalnya." Ucapku.

"Baik Din." Ucapnya langsung mematikan AC.

"Ini Din, remotnya? Tolong di terima?" Ucapnya.

"Iya mas." Ucapku.

Aku melangkah lalu berhenti melangkah di samping tangga lipat besi. Aku menerima remot AC darinya.

Aku melangkah. Aku duduk di samping kasur. Aku mengenyot rokok dan menghembuskan asap rokok.

Aku bangkit berdiri, melangkah, mengambil sebotol anggur merah dan dua gelas loki. Aku melangkah kembali. Aku berhenti melangkah di samping penyangga kasur. Aku menaruh sebotol anggur dan dua gelas loki diatas penyangga kasur.

Aku menaruh rokok di samping penyangga kasur. Aku menuangkan anggur merah ke dua gelas loki. Aku duduk di samping kasur. Aku merokok kembali.

Terlihat mas Bromo yang sudah turun dari tangga. Bahkan dia sudah sedang ingin melipat tangga lipat besi itu.

"Mas, taruh saja tangganya di pojokkan kamar?" Ucapku.

"Memangnya kenapa Din?" Tanyanya sambil menatapku dan juga sambil melipat tangga lipat besi itu.

Puk! Puk!

"Sudah mas, taruh saja dulu di pojokkan situ? Terus temenin saya minum dulu, disini." Ucapku setelah mengusap kasur di samping kiriku.

Mas Bromo, malah terdiam.

"Ayok mas? Kamu juga, suka minum anggur merah inikan?" Ucapku.

Mana mungkin, pria sepertinya tidak suka minuman yang seperti ini.

"Iya Din, saya suka. Tapi takutnya nanti.."

"Sudah mas, nggak perlu takut. Kanda akan pulang besok pagi koq. Lagian, saya hanya ingin di temani minum saja. Sebagai ucapan rasa terima kasih saya, saya juga ingin menjamu kamu, mas. Sama anggur merah ini." Ucapku panjang kali lebar.

"Ya sudah, saya taruh dulu, tangganya?"

"Iya mas."

Mas Bromo melangkah ke pojokkan kamar sambil membawa tangga lipat besi itu. Mas Bromo menaruh tangga lipat besi itu di pojokkan kamar. Mas Bromo membalikkan badan. Mas Bromo melangkah ke arahku. Mas Bromo duduk, membuka lebar kedua dengkulnya. Mas Bromo pun hanya menunduk ke bawah. Sepertinya, dia merasa malu kepadaku.

"Mas?"

Mas Bromo langsung menatap ke arahku "Iya Din?"

"Sinian mas? Duduknya disini saja? Nanti saya susah memberikannya." Ucapku sambil menepukkan telapak tangan kiriku ini ke kasur. Aku memintanya untuk duduk samping sebelah kiriku.

"Oh iya Din." Ucapnya terdengar pelan.

"Sudah mas, jangan malu-malu, sama saya. Anggap saja, saya ini bukan majikannya kamu." Ucapku agar mas Bromo tidak terlihat sangat kaku seperti itu.

Keringat di wajahnya terlihat mengucur. Keringat di badannya mas Bromo pun, terlihat mengucur membasahi kaos panjang ketat yang di pakainya itu. Semakin sangat seksi wajah hitam manis pekatnya itu. Tubuhnya pun tetap wangi.

'Parfum apa sih mas? Yang kamu pakai ini?' Hatiku.

"Mas? Kenapa diem? Ya sudah kalau gitu. Biar saya saja yang pindah duduk kesitu." Ucapku.

"Ja-jangan Din? Biar saya saja yang duduk disitu?" Ucapnya.

Aku mengambil rokok mentholku. Aku menghisap rokok mentholku. Aku menaruh rokok mentholku di samping penyangga kasur kembali. Aku meraih bungkus rokok mentholku.

Mas Bromo bangkit berdiri. Mas Bromo melangkah. Mas Bromo duduk di sampingku.

Aku menangkringkan paha kananku keatas paha kiriku.

Mas Bromo menunduk di sampingku, namun kedua matanya sesekali melirik kearah pahaku yang mulus dan seksi ini.

"Ini mas, merokok dulu?" Telapak tangan kananku menyodorkan bungkus rokok dan juga korek kepadanya.

"Terima kasih, Din." Ucapnya sembari menerima rokok dariku.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience