5. The First Signs

Horror & Thriller Completed 8081

Kudapati semua bingkai foto berjatuhan di lantai kamarku, yang sudah kupastikan terpaku di dinding,  sehingga sedikit kemungkinan jika bingkai tersebut  akan terjatuh karena angin atau yang lainnya.

"Bagaimana ini bisa terjadi?, pikirku bingung".

"Apa yang sedang terjadi padaku?,  sambil kedua tangan ku memegang kepala ku yang merasa aneh atas kejadian yang terjadi malam ini".

"Apa aku sedang bermimpi atau apa?, tanyaku pada diriku sendiri.

Ku mulai melangkah kearah salah satu bingkai yang terjatuh, kuambil bingkai foto tersebut dimana semua ini semakin tidak masuk akal bagiku.

Kudapati foto Luis seperti terkena sayatan kuku tajam di wajahnya, sedangkan di foto, wajahku sama sekali tidak ada sayatan.

"Tapi kenapa?".

"Pertanda apa ini?,  tanyaku pada diri sendiri".

Bukan hanya satu bingkai foto yang kudapati wajah luis terkena sayatan kuku tajam di wajahnya, melainkan semua foto kenangan ku bersama luis juga terdapat sayatan di wajah luis.

"Ini semua semakin tidak masuk akal,  pikirku bingung dan tak kuasa menahan air mata atas kejadian yang  terjadi malam ini".

"Maafkan ayah,  anakku sayang".

"Ayah tidak bisa melupakan kejadian yang sangat menyakitkan ini,  dimana aku harus kehilangan mu anakku Luis,  ucapku dalam hati sambil menangisi perpisahan ini".

Seakan tidak percaya akan kejadian yang terjadi malam ini. Karena sejak kecil ayahku selalu berkata bahwa "Hantu itu tidak ada, jadi tidak ada yang perlu ditakuti. Pikiran mu lah yang menakuti mu, sehingga kau menjadi takut akan adanya hantu". Mulai dari saat itu,  aku tidak percaya lagi akan hal hal mistis bodoh seperti itu.

Kuputuskan kembali tidur ke kamarnya Luis, aku mulai berfikir bahwa kejadian ini hanyalah ilusi pikiran ku yang lelah. Dan aku berfikir bahwa ketika aku terbangun keesokan harinya,  kejadian ini tidak pernah terjadi sebelumnya.

Kubaringkan tubuhku di ranjang kecil Luis, seakan kubisa merasakan kehadirannya di samping ku saat ku tidur di ranjangnya.

"Aku merindukanmu jagoan kecilku, ucapku sambil memeluk guling kecil Luis".

Keesokan paginya ku mencium aroma masakan kesukaan ku, seperti biasa yang dilakukan Sarah untuk membangunkan ku setiap pagi.

"Aroma ini?".

Aku pun langsung beranjak dari ranjang Luis, dan berlari kearah dapur untuk memastikan darimana berasal aroma ini.

"Ibu, sudah berapa lama disini?, tanyaku".

"Semenjak kematian cucuku Luis, aku tidak bisa tidur tenang karena memikirkan mu, balas ibuku".

"Ibu, aku sudah bilang ke ibu. Kalau ibu tidak usah khawatir denganku lagi, aku baik-baik saja disini".

"Apa yang kau lakukan semalam?".

"Lakukan apa bu?".

"Bagaimana bisa ibu tidak khawatir, sesampainya ibu disini, langsung ibu dapati kamarmu begitu berantakan dimana semua bingkai foto-foto di kamarmu berjatuhan dilantai, tegas ibuku".

"Apa??, sontak pikirku kaget".

"Jadi semua yang terjadi semalam itu betul?, ucapku pada diriku sendiri".

"Enggak".

"Enggak mungkin, ucapku kembali sambil tertawa kecil".

"Apa yang terjadi semalam?, jelaskan sama ibu sayang. Ibu berhak tau juga akan kekhawatiran mu".

"Aku bingung bu".

"Bingung kenapa?, ada apa anakku. Jangan membuat ibu semakin khawatir, tanya ibuku kembali".

"Rasanya ini semua seakan tidak masuk akal bu, kejadian semalam begitu aneh dan terjadi begitu saja, jawabku bingung".

"Apa yang kau maksudkan anakku?".

"Fo.. fo.. foto Luis denganku semua kudapati terdapat seperti cakaran kuku tajam di wajahnya bu".

"Bukan hanya satu foto saja bu, melainkan semua foto yang terjatuh di lantai kamarku bu, jawabku sambil menangis kecil".

"Apa maksud mu anakku?, ibu tidak ada menemukan sayatan di wajah Luis di semua foto yang terjatuh di kamarmu, balas ibu kebingungan.

"Ada bu, perhatikan sekali lagi bu. Aku tidak mengarang cerita ini bu, ibu bisa lihat. Ayo bu, akan kutunjukan, ucapku menangis sambil menarik tangan ibuku menuju kamarku.

Sesampainya aku dan ibu di kamarku, ku menatap kebingungan dengan foto foto yang sudah tertata kembali rapi di dinding. Dan tidak ada kudapati sayatan di wajah Luis.

Wajah Luis baik-baik saja di foto tersebut, sekarang semua ini terasa tidak masuk akal.

"Lihat Steven, tidak ada sayatan di wajahnya Luis".

"Bahkan saat ibu memperbaiki semua bingkai foto yang terjatuh, ibu sama sekali tidak menemukan akan adanya tanda sayatan di wajah cucuku, ucap ibu kepadaku".

"Tapi bu, aku tidak...".

"Cukup Steven!!, pikiran mu sedang berkecambuk sekarang. Ibu tahu akan itu, tegas ibuku sambil memotong pembicaraan ku".

"Ibu percayalah samaku, ucapku berusaha menyakinkan ibu".

"Ibu bilang cukup Steven!, tegas ibu kembali".

Kupandangi wajah ibu saat aku memberitahukan akan semua ini. Aku bisa melihat wajah ibu yang sebenarnya tidak bisa dia sembunyikan dariku.

Bahwa, aku bisa merasakan ibu juga merasa ketakutan akan kejadian yang kualami ini. Tapi dia berusaha menutupi ketakutan nya dariku.

"Sudahi semua khayalan mu ini, mari kita ke dapur untuk sarapan, ajak ibu sambil memegang bahuku".

Sesampainya di dapur, aku kembali mengingat akan masa lalu. Ketika Sarah memasak makanan di pagi hari dengan sedikit tarian kecil di pinggulnya. Dimana tangan kanannya masih memegang spatula, dan tangan kirinya masih mengenakan kitchen glove.

Setiap aku melihat dia menari seperti itu, dia tidak tahu bahwa aku sedang mengawasi nya dari belakang. Dan memperhatikan tarian pinggulnya yang membuat ku tertawa di pagi hari.

"Heey Steve, apa yang kau pikirkan?, tanya ibuku berusaha menyadarkan ku dengan melambaikan tangannya tepat di depan wajah ku".

"Huh?, ibu. Aku tadi lagi.. ehmm, ucapku gugup".

"Senyum kecil yang tercetus di wajah mu tadi, membuat ibu merasa senang melihatnya".

"Maksud ibu?, tanya ku kembali".

"Semenjak di pemakaman kemarin, ibu takut akan kehilangan senyum itu, balas ibu sambil menahan air mata yang akan keluar".

Ku raih tangan ibu yang duduk tepat di samping ku. Dan ku berusaha menenangkan nya kembali.

"Ibu tidak akan kehilangan senyuman kecil ini. Ibu adalah ibuku, dan ibu adalah orang yang terutama dan terpenting buatku, ucapku berusaha menenangkan ibu".

"Ibu sangat sayang padamu anakku, sambil meraih kening ku dan mengecup kecil keningku".

"Sudahlah ibu, jangan menangis lagi. Aku juga sayang sama ibu, pintaku sambil mengelap air mata di pipi ibu".

Sesaat aku dan ibu sedang berbincang-bincang di dapur. Terdengar suara bel yang berbunyi dari kejauhan.

"Kriiiiiingg"... "Kriiiiiingg"....

"Biar aku saja yang buka pintunya bu".

"Baiklah anakku".

"Kriiiiiingg"..."Kriiiiiingg"....

"Iya sebentar, sahutku".

"Kleeekk".

Saat pintu sudah kubuka, kudapati seorang wanita tua yang sedang berdiri menghadap ke halaman depan bukan mengarah ke arah pintu.

"Haloo?"

Wanita tua itu pun berbalik kearah ku.

"Steven?, ucap wanita tua itu".

"Iya??".

"Siapa?, balasku".

"Perkenalkan saya Emma, ibu nya anda menelpon saya semalam sore untuk menemuinya disini, ucap wanita tua itu".

"Ibuku, Marriah Sigler?".

"Iya, betul".

"Ada apa ya?, tanyaku ragu".

Tiba-tiba ibuku datang, dan memotong pembicaraan aku dan wanita tua itu.

"Hello Emma, akhirnya kau datang juga, ucap ibuku".

"Tapi, wanita ini siapa bu?, tanyaku pada ibu".

"Mari masuk Emma, kita bicarakan didalam saja, ucap ibu".

Ibu sama sekali tidak menjawab pertanyaan ku tadi. Aku mulai curiga akan wanita tua itu, untuk apa ibu memanggilnya kemari. Sejuta pertanyaan bercampur dipikiran ku akan wanita tua itu.

Tak bisa ku lepas pandangan ku dari wanita tua itu.

Keanehan pun terlihat saat dia memasuki rumah ku pertama kali, wanita tua itu langsung menuju kearah kedua bingkai foto yang tergantung di dinding ruang tamu. Dimana foto saat pernikahan ku dengan Sarah dan foto ku dan Luis saat berlibur ke Amerika. Kedua foto itu bersebelahan, sengaja aku buat untuk maksud tertentu.

"Itu anak dan istri ku, ucapku ke wanita tua itu".

"Aku tahu akan itu, balas wanita tua itu".

Nada berbicara dan jawaban yang singkat itu terlihat begitu sombong bagiku. Seakan wanita tua itu tahu akan semua hal tentang keluarga ku.

"Ibu, apa tujuan ibu memanggilnya kesini?, tanyaku kesal pada ibu".

"Oh iya, ibu lupa memberitahu semua ini samamu, sahut ibu".

"Ini adalah Emma, jadi ibu menelpon kemarin sore ke perusahaan penyedia jasa untuk mendapatkan pelayanan jasa, jelas ibu".

"Buat apa ibu menelpon perusahaan penyedia jasa?, tanyaku kebingungan".

"Tenang Steve, jadi Emma akan bekerja disini untuk menjagamu dan menyediakan jasanya untuk memenuhi segala kebutuhan mu, balas ibu menyakinkan ku kembali".

"Apaan ini bu?, aku tidak butuh siapa-siapa untuk menjaga ku disini bu, tegasku kesal".

"Setidaknya dengan adanya Emma disini, kekhawatiran ibu akan kau berkurang anakku".

"Ibu tidak perlu melakukan itu, tegasku".

"Ibu tahu yang terbaik buatmu, ucap ibu".

"Enggak".

"Ibu, tidak pernah tahu apa yang terbaik buatku. Bahkan dari aku kecil juga ibu tidak pernah tau apa yang aku mau, hanya menurut kehendak ibu saja yang aku harus lakukan, ucapku kesal dengan nada meninggi".

Aku meninggalkan mereka berdua didalam rumah, aku pergi keluar karena merasa kesal dengan keputusan yang diambil oleh ibu.

Tiba-tiba ada yang memegang pundak ku dari belakang.

"Sudahlah ibu, aku tidak mau ..., sambil berbalik kearah belakang".

Aku betul-betul terkejut ketika melihat kebelakang. Orang yang memegang pundak ku dari belakang bukanlah ibu, melainkan wanita tua itu.

"Kamu?, ucapku".

Sontak, tangannya tiba-tiba menyentuh dadaku, dia seperti sedang merasakan detak jantung ku yang sedang berdetak sambil memejamkan matanya.

"Apa yang kau lakukan, tanyaku kebingungan".

"Dia"

"Diaa, ucap wanita tua itu tetap menyentuh dadaku".

"Siapa?, tanyaku sambil mengerutkan kening".

"Dia menginginkan ku disini untuk menjagamu!!"

"Apaaa?, ucapku keras".

"Aku tidak mengerti apa yang dimaksud wanita tua ini bu".

"Wanita tua ini mulai membuat ku kehilangan akal bu. Tolong kembalikan dia bu, aku tidak membutuhkan nya sama sekali disini".

Aku pun berlari kembali ke dalam rumah, semua kejadian yang terjadi di luar semakin membuat ku kehilangan akal.

Aku tidak mengerti siapa yang dimaksud wanita itu tadi. Perkataannya tadi membuat ku bertanya-tanya, siapa yang dimaksud wanita tua itu.

"Steven, maafkan Emma atas kejadian diluar tadi, ucap ibu memohon dimana wanita tua itu disamping ibu juga".

"Emma diluar kendali tubuhnya, dia terkadang suka begitu".

"Ini semua semakin aneh bu, dan asal ibu tahu wanita tua ini membuat ku takut sekarang, balasku sambil menunjuk kearah Emma".

"Ibu tahu, dia disini hanya satu tujuan yaitu menjagamu saja Steve".

"Terserah apa kata ibu"

"Aku mau keluar, aku harap ketika aku pulang nanti. Ibu sudah mengembalikan wanita tua ini ke asalnya, paksaku mengancam".

"Steeeven, jaga bicaramu. Dia juga orang tua, dia lebih tua darimu. Kau seharusnya menghormatinya, balas ibu dengan nada yang tinggi dan raut wajah yg kesal".

"Terserah apa kata ibu, ucapku dari halaman luar menuju garasi".

Wanita tua itu hanya menatapi ku saja. Dia tidak melontarkan sepatah kata pun, saat aku berdebat dengan ibu. Tatapan nya yg tajam, membuat ku semakin merasa aneh padanya.

"Dasar orang aneh, ucapku sambil menyalakan mesin mobil".

"Brrrmmm"...... (Bunyi suara mobil dihidupkan)

Kuhidupkan radio mobil dengan volume yang besar, agar ku bisa lupakan sejenak kejadian ini semua.

Ku memutuskan berhenti di seberang restoran favoritnya Luis, tepat di seberang jalan kejadian Luis mengalami insiden kecelakaan.

Ingatan itu, masih saja terbenam di pikiranku. Sewaktu Luis berteriak memanggil ku dengan panggilan ayah untuk terakhir kalinya, dimana dia berharap aku bisa menyelamatkan nya saat itu.

"Aku ayah yang bodoh, kenapa bukan aku yang mengalami kecelakaan itu".

Kenapa harus anakku Luis. Kenapa?, ucapku dengan nada suara meninggi".

Aku sempat berfikir, dari sekian banyak anak kecil yang makan bersama orangtuanya tepat saat aku dan Luis makan di restoran favoritnya.

Kenapa harus anakku yang mengalami insiden kecelakaan itu?, kenapa bukan anak yang lainnya yg mengalami kecelakaan itu, seakan ini semua sudah direncanakan dari awal.

"Aku mencintaimu anakku".

"Ayah akan selalu ada untukmu, walaupun kau tidak berada bersama ayah lagi saat ini".

"Bahagia bersama ibumu disana".

Tiba-tiba saluran radio mobil berganti secara acak. Siaran radio terus berganti, dan akhirnya berhenti di saluran 9.8. Tidak ada suara yang keluar dari saluran radio itu, kutekan tombol ganti saluran radio pun saat itu tidak ada yang bisa. Kutekan berkali kali, saluran radio 9.8 tidak terganti sama sekali.

"Radio sialan, kau membuat ku semakin kesal, ucapku sambil menekan pengganti saluran radio".

Beberapa menit kemudian, ada musik terdengar dari saluran 9.8 itu. Suaranya begitu pelan, padahal volume radio nya sudah di ujung menandakan paling kuat.

"Kenapa dengan radio sialan ini, ucapku kesal sambil menekan semua tombol radio".

Berharap radio bisa kembali normal, tapi tidak ada yg terjadi. Suaranya semakin pelan, bahkan tidak terdengar lagi.

"Radio sialan, ayolah".

Tiba-tiba saluran radio 9.8 memainkan lagu Here We Go Round the Mulberry Bush dengan volume yang begitu keras. Sontak membuat ku kaget dan juga mobil serta pejalan kaki yang sedang melintas melewati mobilku.

"Ayolah, ucapku sambil memutar volume radionya".

Satu menit lamanya ku mencoba memutar tombol volume nya berulang kali, akhirnya suaranya semakin pelan dan kembali normal.

"Akhirnya, thanks God, ucapku lega".

Lantunan lagu Here We Go Round the Mulberry Bush masih berjalan di siaran radio 9.8.

"Lagu ini?".

"Ini lagu kesukaannya".

Seketika siaran radio 9.8 tidak lagi mengeluarkan lantunan musik Here We Go Round the Mulberry Bush. Siaran radio 9.8 hanya mengeluarkan suara seperti radio yang kehabisan siaran di malam hari.

Tatapan ku kosong kearah radio, air mata ku tak dapat ku bendung lagi. Pikiran sejenak melintas di pikiranku, dan ku mulai berfikir.

"Kenapa setiap kali aku merindukan nya, lagu ini selalu berbunyi?, ucapku tertunduk lemas".

"Apakah ini sebuah tanda?".

"Bahwa dia ada bersamaku?".

"Aku seperti merasakan dia masih ada bersamaku, ucapku seorang diri seakan sudah kehilangan akal".

Kuarahkan pandangan ku ke kursi depan sebelah kiri  tepat disamping ku menyetir mobil. Dimana, kursi itu tempat dimana Luis selalu duduk saat ku mengajaknya bermain di taman.

Aku tersenyum kecil dengan tatapan kosong

"Ayah bisa merasakan kehadiran mu".

~~

 Hallo...  Halloo Hai pembaca Dad Who Is He??? ??. Waiitt, siapa nih yang udah menunggu kelanjutan dari cerita ini. Wah, part V dari cerita ini sudah "Already Published" Yeeeeaaay.

Butuh waktu yang lama ya untuk menunggu kelanjutan cerita ini hehe. Akhirnya yang ditunggu-tunggu kembali juga...

Maafin mimin yee hehe, Mimin baru dapat liburan soalnya.. Jadi sudah saatnya Mimin stay tune truss menulis kelanjutan ceritanya.  Mimin bakalan segera akan publish part VI ceritanya. Tungguin aja ya. Jangan pernah bosaaaan... byeeee ??

Note : Thank you so much buat kalian yang senang membaca novel "Dad Who Is He ??" ini dan sudah menambahkan cerita ini ke reading list kalian di .

#salamhangat

support Mimin selalu?? tumpahkan di kolom komentar ya. *Comment Down Bellow*??.  So, jika banyak yang suka ceritanya, mimin janji akan teruskan kelanjutan ceritanya??.

Dukungan kalian sangat berarti buat Mimin^^/

Stay tune guyss
Love y All ??

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience