Is this the beginning?

Drama Series 387

Tindakan yang tempat untuk menutupi kebodohan adalah dengan diam. Jika kita berusaha semakin meyakinkan bahwa kita benar,  orang tersebut akan semakin curiga dan tidak mempercayai kita. Sebab itu biarkan orang tersebut mencari kebenarannya sendiri jika sekali saja dia mengacuhkan ucapan kita.

Aku mengetuk-ngetuk smartphone-ku seolah menimba haruskah aku membalas chat Kalvin,  atau aku mengacuhkannya?

Kalvin sangat sadar akan perilaku ku saat pulang sekolah yang sebenarnya beralasan saja pesan gojek. Pantas saja dia mencuri-curi pandang ke arahku lewat spion motor sportnya. Bahkan aku kege'eran duluan. Bodoh,  memang bodoh. Kenapa bisa aku mengira dia memperhatikan ku karena ada sesuatu hal yang menyita perhatiannya?

Aku meletakkan smartphone-ku pada nakas,  kemudian aku menarik selimut hingga menutupi hampir seluruh badan ku. Aku berharap hari ini tidak akan merubah apapun di hari selanjutnya. Anggap saja kejadian ini hanya kebetulan.

Tidak ada chat lanjutan dari Kalvin,  aku pun terlelap seketika tanpa terusik bunyi smarthpone malam ini.

25 Juli 2017
Untuk hari ini jadwal kegiatan hanya tidur,  makan,  bermalas-malasan,  kembali tidur lagi,  buang air besar. Begitu terus seperti roda yang berputar di hari ini.  Gak ada keistimewaan,  malah bosan melanda. Mama benar-benar datang ke sekolah untuk memberikan surat izin ketidak hadiran ku. Sedangkan Papa tiga hari yang lalu sampai minggu depan ada tugas di luar kota.

Aku yang seharian berada di dalam kamar,  hanya membuka-buka majalah atau melihat acara tv yang super gak jelas di pagi hari.

Smartphone-ku berbunyi saat sekian jam tidak  aku jalankan fungsinya. Aku melihat layar smartphone-ku, mendapati pesan whatsapp dari sahabat lama yang baru kemarin dia mengomentari sebuah postingan ku. Aku berinama Gabriel-Biel pada nomernya.

Gabriel-Biel
Lagi apa?
Gue boring,  gurunya bikin ngantuk.

Aku
Gak lagi ngapa-ngapain

Gabriel-Biel
Gak di sekolah?

Aku
Ijin
Kaki gue bengkak
Lu jangan main hp mulu,
  entar ketahuan guru.

Gabriel-Biel
Lah kenapa bisa?
Gurunya lagi komat-kamit
Gak tahu jelasin apa

Aku
Jatuh di tangga sekolah
Dasar lu alibi,  bilang aja lu yang bego

Gabriel-Biel
Ceroboh!
Gue gak alasan,
Noh banyak yang nguap di sini,

Aku
Seterah lu ya nak
Gue mau cerita sesuatu

Gabriel-Biel
Cerita apa?

Aku
Gue satu sekolah lagi sama si Kalvin

Gabriel-Biel
Dihh,  seneng kan lu?

Aku
Gak! apa yang seneng?

Gabriel-Biel
Kali aja bisa CLBebek

Aku
Kalau niatnya kayak gitu,  kenapa gak dari dulu?

Gabriel-Biel
Mungkin belum ada niat.

Aku
Dasar sotoy pakek kuah
Terus, masih diem-dieman sama doi?
Eh bentar,  gurunya lagi keliling.
Gue ada tugas

Chat kami pun terputus sepihak. Padahal aku ingin bercerita banyak. Tapi yasudahlah,  aku tidak boleh mengganggu si Biel belajar. Kembali dalam kondisi kegabutan yang luar biasa, aku memutuskan untuk keluar kamar. Kaki ku masih sedikit pincang meskipun sudah lebih mendingan. Aku menuju dapur berniat mencari snack atau buah.

Aku membuka pintu lemari es, mengacak-acak isinya. Aku mengambil dua snack, buah apel,  dan minuman botol yang di simpan Mama di lemari es.

Aku menelusuri ruangan, memastikan apakah Mama sudah pulang. Tidak ada seorangpun dirumah. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB. Emangnya sekolah akan menahan Mama sampai berjam-jam? Padahal hanya mengantar surat izin gak masuk sekolah tapi sampai sekarang belum sampai rumah.

"Duh, rumah sepi,  bosen juga gak sekolah sehari," gerutu ku.

Aku kembali masuk ke kamar membawa semua hasil ngacak-ngacak lemari es. Aku meletakkan makanan itu tepat di atas kasur. Aku membuka salah satu snack,  kemudian memakannya dengan santai sambil menonton tv.

Di luar kamar,  seseorang berteriak memanggil nama ku.  Siapa lagi kalau bukan Mama yang baru saja datang. Kebetulan sekali baru juga di cari,  panjang umur sekali Mama ku nongol.

"Kakak, yassalam anak gadis, masih aja tidur terus!" suara teriakan Mama membuat ku terkejut.

Anaknya sudah bangun dari tadi, bahkan sudah makan sebelum mandi. Itulah aku, dengan malas aku membuka pintu kamar.

"Argentha sudah bangun, Mama."

"Masyallah,  jam segini belum mandi," teriak Mama setelah tahu anaknya lebih mengerikkan dari yang iya bayangkan. Dengan setelang baby dool dan rambut di ikat kuda aku berjalan guntai ingin kembali duduk di ranjang kasur.

"Ar laper Ma," ucap ku manja.

"Laper?  Laper?  Mandi dulu,  baru makan."

Mama mendorong ku masuk ke kamar mandi,  sambil menahan tubuhku sendiri aku berusaha menolak. Tenaga orangtuaku yang satu ini memang masih kuat meskipun sudah berumur. Mama berhasil memasukkan aku di kamar mandi. Baiklah aku akan membersihkan tubuh ku dulu.

Setelah bersih dan wangi aku melanjutkan makan santai sambil nonton tv di dalam kamar. Hingga rasa kantuk melanda ku tepat pukul 11.30 WIB.

Tidak ada salahnya kalau aku pergi tidur siang. Lagi pula aku kan sakit,  meskipun sakit ringan di kaki tapi itu juga perlu istirahat. Aku membersihkan sisa-sisa makanan yang ada, kemudian aku merebahkan badan untuk tidur. Jarang-jarang tidur siang.  Biasanya aku tidur hampir sore setelah pulang sekolah.

Suara di dapur membuat aku terbangun. Seseorang sedang memasak dan baunya sangat menyita perutku. Tidak begitu sadar tetapi aku dalam kondisi terbangun,  aku mengendus-endus aroma masakan mama. Sepertinya mama sedang memasak rendang, wangi sekali. Sesekali aku melenggok-lenggokkan badan dalam posisi duduk,  meregangkan otot-otot yang baru saja diistirahatkan untuk siap digerakkan.

Aku melihat jam dinding di kamar,  ternyata tidur siang ku lama juga. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 16.00 saatnya aku mandi sore,  kemudian siap di depan meja makan.

Setelah mandi,  aku menghampiri Mama yang masih asik dengan alat dapurnya. Aku duduk di kursi meja makan.

"Enak banget,  bangun tidur udah mau makan aja. Cacingnya udah ngomel-ngomel ya buk?" tanya Mama gak lupa menyindir ku.

Aku yang sadar akan sindiran Mama hanya masa bodoh. Aku mengambil piring dan sendok, kemudian meletakkan nasi pada piring ku,  dan mengambil beberapa daging rendang yang tersedia di meja makan.

Mengetahui aksi ku,  Mama mendekati ku sambil meletakkan sebuah buku tulis entah milik siapa tepat di sebelah piring makan ku.

"Tadi ada teman mu ke sini.  Kasihin ini," ucapnya.

"Siapa, Ma?" tanya ku sambil tetap mengunyah makanan.

"Eh Mama lupa lagi namanya,  cuman yang biasanya antar jemput kamu dulu,"

"Uhuk.. Uhukk!" mendengar jawaban Mama hingga aku tersedak. Lagi-lagi Kalvin, apa mau dia sebenarnya.

Aku berlari mengambil gelas,  kemudian menuangkan air putih dan bergegas meneguknya.  Seret rasanya tenggorokan ini,  sedikit panas di hidung karena tersedak.

"Makan itu yang bener. Anak gadis makan jangan tergesa-gesa," ucap Mama lagi.

"Kalvin cuman nganterin ini doang, Ma?" tanya ku lagi.

"Tadi sih sempat mampir sebentar, tapi karena kamu tidurnya pules banget,  dia juga gak ngizinin Mama buat bangunin kamu,  yaudah dia izin pamit," jawab Mama masih sibuk memasak makanan yang lain.

Aku melihat sampul buku itu dan membaca nama yang tertulis di kolom nama pada sampul. Jelas sekali di sana tertera nama Kalvin Nauri B.
Maksud Kalvin apa memberi ku bukunya sendiri?

"Terus,  dia ngomong apa, Ma?" tanyaku lagi untuk memastikan.

"Dia cuman bilang mau balikin buku yang dia pinjam. Pas Mama kasih tau kebetulan kamu gak masuk sekolah karena sakit,  dia mau mampir sebentar,"

"Bahkan aku sama sekali gak minjemin buku ku," ucapku pelan.

Setelah makan aku masuk ke kamar lagi. Aku duduk di meja belajar membuka buku tulis milik Kalvin yang ternyata bersih gak ada corat-coret di halaman depannya.

'Terus maksudnya apa ini anak bilang ke Mama mau mengembalikan buku ku' batin ku dalam hati.

Aku membuka tiap lembar buku Kalvin dengan niat memastikan tidak ada sesuatu hal yang aneh di buku ini. Feeling ku memang benar secarik kertas di tekuk rapi menjadi dua di tujukan kepada ku terselip pada pertengahan buku dengan isi :

Surabaya, 24 Januari 2017

Kepada yang terhormat
Nn. Argentha
Di tempat

Dengan datangnya surat ini, saya
Nama : Kalvin Nauri B.
Alamat : gak pernah pindah
Mengucapkan Good Well Soon, semoga istirahatnya cukup dan jangan lupa makan 3x1/hari. Jika ada salah-salah kata mohon maaf lahir batin dan terima kasih.

Yang bertanda tangan
Kalvin

Siapa yang gak pengen ketawa membacanya, ini dagelan orang gila menurut ku. Pertama gak jelas pura-pura menitipkan buku yang dia pinjam bahkan itu bukunya sendiri,  kedua bukunya bahkan gak ada tulisannya,  yang ketiga menyelipkan surat bahkan penulisannya seperti surat resmi tetapi isinya kocak. Terkadang tingkahnya yang begini yang bikin rindu. Dingin kelihatannya tetapi lucu kalau sudah akrab betul.

Aku menempelkan secarik kertas ini pada mading pribadi di dalam kamar. Setiap hal yang penting, jadwal kegiatan, pencapaian-pencapaian serta cuplikan kata-kata bijak yang sesuai mood di hari ini pasti aku tempelkan pada mading pribadi ku.

Pandangan ku tertuju pada secarik kertas dari Kalvin. Entah harus berkata apa,  memang ada sedikit kegembiraan setelah membaca ini namun ada sedikit kemunafikkan menepis perasaan gembira itu. Aku berusaha mewajarkan tindakan Kalvin.

Aku tidak ingin berada di keadaan yang sama seperti hari kemarin. Karena pada dasarnya hanya dia yang tau bahwa aku memang sedang sakit. Oh salah Cilla dan Kyola juga tau sih. Tapi aku harus tetap berfikir ini wajar kok.

Suara smarthpone-ku berbunyi keras, menandakan seseorang menelpon ku. Aku beranjak dari meja belajar. Aku meraih smarphone ku yang berada di atas kasur,  melihat siapa yang sedang menelpon ku ternyata si Biel.

"Assalamuallaikum,"

"(........................)" aku mendengar sapaan hangat di sebrang sambungan telpon ini.

"Gak lagi ngapa-ngapain. Santai kek di pantai. Slow kek di pulau," jawab ku cengengesan menerima telpon dari sahabat lama.

"(...................)"

"Iya gue mau cerita nih,  tapi lo keburu bilang gurunya lagi keliling.  Emangnya pesugihan pakek keliling segala,  terus lo yang jaga lilinnya?"

"(.......................)"

"Jiah hahaha, kalau ngantuk mah tidur,  bukan chat gue. Alibi! Gue mau cerita nih," ucapku.

"(......................)"

"Kemarin gue jatuh di tanggi, Biel. Kalvin nolongin gue,  dia nganter gue ke UKS,  ngizinin gue ke ketua kelas,  terus bawain tas gue ke UKS. Dia nyelipin kertas gitu di bawa tas gue.  Dia nunggu gue di parkiran sekolah."
Cerita ku panjang yang sebenarnya belum selesai,  tetapi sudah di potong dengan kata 'terus' dari si Gabriel.

"(....)"

"Ya terus gue kesana. Dia ngajakin gue pulang bareng.  Gue pura-pura aja pesan gojek. Tapi dia maksa gue.  Yaudah gue naik. Tapi sempet dia minta smartphone gue buat batalin pesanan gojek gue, ya gue mungkin gue kasih dong. Yang ada gue ngibul ketahuan lagi. Nah bodohnya gue, gue lupa pura-pura batalin gojek gitu. Eh dia sadar banget,  pas malamnya dia ngechat gue. Berasa di skak gitu."

"(......................)" suara super ngakak Gabriel terdengar jelas meskipun smartphone ini sedikit ku jauhkan dari daur telinga.  Sahabat macam apa yang bahagia melihat sahabatnya menderita.

"Ketawa kan lo! Sumpah gue malu, Biel. Dan yang gak gue ngerti dari dia, hari ini dia ke rumah gue,  tapiiiiii...," aku berhenti sejenak mengambil napas kemudian melanjutkan ceritaku.

"Dia bilang ke emak gue mau balikin buku yang dia pinjam. Sehat gak sih sebenernya dia itu?  Bahkan dia aja gak pernah minjem buku gue,  parahnya lagi tuh buku dia di selipin surat gitu macam anak 90an kirim pesan lewat hp gak bisa! Dan parahnya isinya kocak."

"(.........)"

"Entar gue fotoin. Sekarang gue gak tau harus bersikap apa ke Kalvin. Gak mungkin kan ya gue cuek mulu,  secara dia udah baik sama gue akhir-akhir ini."

"(........................)"

"Ah ngacok lo.  Jangan ngomong kayak gitu!  Gue gak berharap apapun. Apalagi buat balikan. Masih sakit hati gue. Udah lah lupain, tolong yakinin pikiran gue untuk senetral-netralnya." ucap ku setelah mendengar si Gabriel mengejekku CLBK sama si Kalvin.

"(....................)"

"Iya,  iya gue gak bakal jual mahal juga. Gue udah maafin dia jauh-jauh hari. Sikap dia juga bakal nentuin sikap gue juga. Buktinya dulu dia yang minta selesai duluan dan tiba-tiba cuekin gue." gerutu ku.

"(..............)"

"Yaudah. Lo sehat-sehat di sana.  Thanks udah dengerin cerita gue. Kalau lu pengen cerita apapun, langsung hubungi gue."

"(...............)"

"Iya, Iya Biel. Miss you,  Assalamuallaikum."

Sambungan telvon kami pun terputus.  Aku melemparkan diri ke atas ranjang.  Tubuh ku terpental beberapa kali karena kasurnya memang empuk. Sedikit lega yang aku rasa setelah bercerita banyak ke Gabriel. Beginilah manfaat bersahabat. Kita bisa menuangkan suka duka.

Untuk kamu Kalvin yang sedang aku pikirkan sekarang,  semoga hal yang nyata akan hadir di antara kita. Meskipun tidak seindah yang lalu. Tetapi aku berharap hubungan pertemanan akan tetap terjalin seiringnya waktu. Hadirmu yang sekian lama menghilang kini aku menemukanmu kembali.

Lebih tepatnya bukan menghilang tetapi perlahan menjauh. Sekarang mendekatlah, aku tidak masalah.  Tapi ingat saat aku sudah pernah sekali saja tersakiti,  untuk respect lagi itu hal yang sulit untuk aku lakukan. Hanya permohonan maaf tanpa diucap pun aku akan memaafkan mu.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience