9. Don't Close The Door

Horror & Thriller Completed 8081

Kemarin malam aku tidak tahu apa yang terjadi di panti asuhan itu. Hanya saja, sesaat sudah menidurkan Brayden dikamarnya, aku menelepon polisi dan melaporkan kedua penjaga panti asuhan itu ke polisi sesuai gambaran yang diceritakan Brayden. Dimana polisi itu menerima laporanku, dan berkata akan segera melakukan penyelidikan terkait laporan yang kulaporkan keesokan paginya.

Tepat pukul tujuh pagi saat semua belum ada terbangun dari tidurnya, telepon rumah berbunyi keras dari ruang keluarga membangunkan ku. Saat aku mengangkat telepon itu, aku betul-betul terkejut akan apa yang dikatakan polisi itu. Polisi itu melaporkan informasi bahwa saat mereka sampai di panti asuhan itu, sudah banyak kerumunan orang sedang menyaksikan langsung pemadam kebakaran memadamkan api besar yang sedang membakar habis panti asuhan itu. Dimana akibat kebakaran hebat yang terjadi di panti asuhan dini hari tadi, tidak ada satupun yang berhasil diselamatkan.

Setelah mendengar kabar tersebut, sontak aku langsung berlari menuju kamar Brayden. Aku memeluknya erat, aku menangis dan menangis seakan menjadi sebuah tanda bahwa jika kemarin aku tidak datang mengadopsi Brayden, mungkin dia juga akan menjadi korban kebakaran panti asuhan itu. Dimana aku tidak akan pernah bertemu dengannya, dan   tidak akan pernah mengadopsinya.

"Ayah, ada apa?. Kenapa kau tiba-tiba menghampiriku dan menangis seperti ini" tanyanya penasaran.

"Tidak sayang, ayah hanya mimpi buruk tadi malam. Ayah pikir aku akan kehilanganmu" ucapku berbohong merasa tidak tega dimana Brayden harus mendengar kabar ini.

Aku tersenyum padanya."Mari kita sarapan, ayah yang akan memasak hari ini" ajakku."Aku tidak yakin ayah bisa memasak" ucap Brayden ragu.

"Kau meragukan ayah?. Apa makanan kesukaanmu?, ayah belum tau tentang itu" tanyaku."Aku tidak punya  pilihan yah. Sejak aku kecil di panti asuhan itu, aku tidak pernah suka makanan yang diberikan mereka".

"Baiklah, kalau gitu kau harus mencoba makanan kesukaan anakku Luis dulu" ajakku.

Brayden tampak langsung menatap foto Luis dengan tatapan sinis ketika aku mengatakan ucapan tadi. Dia menatap foto Luis lama, lalu menatapku kembali dan tersenyum.

"Hey, ada apa?. Kenapa kau menatap foto anakku dengan tatapan seperti itu?" tanyaku penasaran.

"Tidak apa-apa yah".

"Kalian berdua adalah anakku" tegasku.

"Aku sudah lapar yah, mari kita sarapan" ucap Brayden tampak mengalihkan.

Mendengar ucapannya, kami berdua langsung menuju dapur. Namun, tatapannya tadi masih menjadi pemikiran.

"Hey kalian berdua sudah bangun rupanya. Maaf,  aku belum membuat sarapan. Kemarin, aku terjaga semalaman" ucap Emma."Tidak apa-apa Emma, biar giliran ku yang membuat sarapan pagi ini".

Bunyi air mengalir."Ayah tidak pergi ke kantor hari ini?" tanya Brayden sambil mencuci buah di wastafel."Tentu, ayah akan bersiap-siap selesai ini" jelasku.

"Sudahlah Steven, kamu bergegaslah biar aku dan Brayden yang mempersiapkan sarapan" bujuk Emma."Iya yah, biar aku dan bibi saja yang memasak".

"Baiklah, aku bergegas dulu. Setelah ini kita sarapan bersama-sama".

"Baik yah" ucap Brayden."Buruan sana" diikuti Emma.

Selesainya ku bergegas, aku langsung menuju dapur. Kami bertiga langsung melahap semua makanan kesukaan Luis dulu. Terlihat dari wajahnya Brayden sangat menyukai makanan ini, bahkan cara memakannya juga terlihat tidak normal. Namun, aku hanya menganggap kalau dia sangat suka dengan makanan ini.

"Baik-baik dirumah bersama bibi Emma, ayah janji akan pulang secepatnya" ucapku sambil masuk kedalam mobil."Baik yah, aku akan baik-baik saja bersama bibi".

"Dah yah" ucap Brayden sambil melambaikan tangannya dimana Emma merangkul pundaknya."Ayah akan cepat pulang" teriakku sambil memegang kemudi dan menginjak pedal gas mobil.

Sesampainya di kantor, aku langsung menuju ke ruangan pertemuan. Dimana aku harus memilih pilihan yang tepat untuk kedepannya bagi perusahaan. Selama tiga jam lamanya, aku menghabiskan waktu di ruang pertemuan bersama rekan kerjaku yang lainnya. Dimana sehabis melakukan pertemuan, aku harus menghadiri rapat yang lainnya di perusahaan lain. Setelah melakukan rapat tersebut, aku baru bisa lepas dari semua kegiatan kantor.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore, dimana aku baru saja lepas dari segala kegiatan kantor. Aku langsung menuju parkiran mobil lalu menghidupkan kembali ponselku, selagi ponselku dalam proses hidup, aku langsung menghidupkan pendingin mobil. Tiba-tiba ponselku bergetar beberapakali yang menandakan beberapa notifikasi panggilan dan pesan yang baru saja bermasukan. Aku terkejut dengan notifikasi panggilan dari Emma sebanyak dua puluh kali panggilan tidak terjawab di ponselku.

Dering panggilan berlangsung."Ayo, angkat Emma. Apa yang sedang terjadi" ucapku risau dalam hati.

"Maaf nomor yang anda hubungi, tidak menanggapi" ucap operator dari dalam ponsel.

Aku langsung menginjak pedal gas dan langsung membanting kemudi bergegas pergi meninggalkan parkiran. Pikiranku meraba-raba akan apa yang sudah terjadi dirumah saat aku bekerja tadi. Spedometer mobil menunjukkan 120 km/jam, dimana aku betul-betul ingin segera langsung sampai dirumah.

Sesampainya ku dirumah, ku mendapati mobil paman terparkir di halaman rumah. Aku langsung melepaskan sabuk pengaman ku dan langsung berlari kedalam rumah. Suara hentakan kakiku sangat terdengar dari dalam pikirku, seharusnya mereka keluar rumah melihatku.

Bunyi pintu terbuka kuat."Paman, ada apa?. Dimana Emma?" tanyaku."Ayah, untung saja ayah cepat pulang. Emma terjatuh dari tangga basement yah, saat aku sedang melukis didalam kamar" jelas Brayden menghampiriku langsung.

"Basement?. Huh?, bagaimana bisa dia terjatuh disana?".

"Aku tidak tahu yah, saat aku sedang melukis, aku mendengar suara dentuman keras dari dalam rumah. Dan aku mencari darimana sumber suara itu, aku melihat bibi Emma sudah tidak sadarkan diri" jelas Brayden.

Apa yang ingin dia lakukan didalam sana?" ucapku dalam hati."Kondisi Emma sangat memprihatinkan Steve, dia harus dirawat dirumah sakit terlebih dahulu sampai dia sadar dari koma nya" sambung ibu.

"Aku ingin menemuinya sekarang juga bu" ajakku."Baiklah, kita akan kesana sekarang juga".

Kami langsung menuju rumah sakit pada saat itu juga, ibu sibuk mengunci semua pintu rumah memastikan semuanya aman. Namun sesuatu terlintas di benakku, apabila segala penahan hantu itu tidak diganggu maka seharusnya kejadian ini tidak akan terjadi. Jikalau sebaliknya, berarti hantu itu tidak lagi dibawah basement.

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, aku terus memikirkan hal tersebut. Bulu kudukku berdiri, rasanya rumah itu kembali seperti semula. Aku tidak akan tenang kembali kesana, dibarengi Emma terkulai lemah dirumah sakit tidak bersama kami pikirku dalam hati. Karena hanya dialah yang bisa membantu ku melawan hantu itu.

"Dia sama sekali tidak sadarkan diri Steve" ucap ibu."Emma, ini aku. Apa yang sebenarnya terjadi tadi?" bisikku di telinga Emma.

Emma tidak merespon sama sekali, aku hanya menggenggam tangan kirinya dengan kedua tanganku dan memejamkan mataku.

"Emma, aku membutuhkanmu dirumah sekarang" ucapku dalam hati."Dia akan baik-baik saja" ucap paman mengelus pundak ku.

Hari semakin larut malam, aku, ibu dan Brayden memutuskan untuk kembali kerumah. Dimana paman Sam yang akan menjaga Emma dirumah sakit. Saat mengemudi dalam perjalanan pulang, ku melihat bayangan Brayden dari kaca spion luar sedang menatap ke luar jendela, dia terlihat sedang tersenyum bahagia seperti sedang memikirkan sesuatu atau yang lainnya. Hanya saja, belakangan ini Brayden tampak aneh dari sebelumnya.

"Ibu bisa tidur dikamar Emma, biar aku yang menggendong Brayden ke kamarnya" ucapku."Baiklah, ibu masuk duluan".

Aku menggendong Brayden dari kursi belakang yang sudah tertidur pulas dalam perjalanan pulang, saat aku ingin menekan tombol pengunci mobil tiba-tiba kuncinya terjatuh ke bawah dalam posisi lagi menggendong Brayden. Aku mencoba menggapai kuncinya perlahan, pada akhirnya aku berhasil meraih kunci mobil tersebut. Namun, saat aku berdiri kembali dan ingin menekan tombol pengunci tersebut tiba-tiba aku melihat sosok seorang perempuan sedang duduk di kemudi. Aku sadar kalau itu bukanlah ibu, karena ibu sudah masuk terlebih dahulu.

Aku melangkah mundur ke belakang, aku menjauhi mobil itu. Namun, penasaran ku tetap lebih besar dari rasa takutku. Aku mencoba menggapai pintu mobil dan perlahan membukanya. Tanganku gemetar hebat, dimana tangan kiriku sedang menggendong Brayden yang sedang tertidur. Pintu terbuka perlahan, dan sosok perempuan itu masih duduk di bangku kemudi dengan tatapan menghadap kedepan.

Pintu mobil sudah terbuka lebar, aku mencoba menggapai bajunya yang terbalur darah yang sudah mengering. Saat aku sudah menggapai bajunya, dia memalingkan wajahnya kehadapan ku. Kulit wajahnya yang terkelupas serta banyak belatung keluar dari dalam pipinya membuatku merasa mual. Aku langsung melepaskan genggaman ku, aku berlari kedalam rumah sekuat tenagaku. Aku tidak bisa berteriak memanggil ibu rasanya, semakin cepat aku berlari rasanya dadaku akan semakin sesak untuk bernafas.

Bunyi pintu tertutup."Ibu..ibu, dimana ibu?" teriakku keras."Iya, ada apa sayang?. Kenapa kau terlihat ketakutan seperti ini?" tanya ibu bingung.

"Ada seseorang di mobil bu, saat aku ingin menguncinya" jelasku."Siapa?, hanya ada kita bertiga pulang ke rumah ini" tegas ibu.

Anehnya, Brayden tetap tertidur pulas di gendongan ku. Bahkan dia tidak terganggu dengan teriakan ku, memanggil ibu tadi dengan suara keras.

"Sudahlah Steve, kau hanya kecapean. Kadangkala, seseorang yang kurang istirahat akan suka berhalusinasi" ucap ibu menenangkan kondisi.

"Baiklah bu, aku akan mengantarkan Brayden ke kamarnya. Selepas itu aku akan mandi terlebih dahulu".

"Itu ide yang bagus. Istirahatlah, besok kamu harus kerja kembali".

Selepas membaringkan Brayden dikamarnya, aku berjalan menuju basemen ingin memastikan kalau pintu itu sudah tertutup kembali. Meskipun aku tahu, jika hantu itu hadir kembali kedalam rumah ini lagi. Saat aku melangkahkan kakiku menuju ke arah basemen, mataku tertuju pada posisi pintu basemen yang terbuka setengah dari kejauhan. Dimana lorong yang menuju basemen sangat gelap, tepat disamping kamarnya Brayden.

"Bukannya tadi sebelum aku pergi kerumah sakit, pintu itu sudah terkunci rapat?" tanyaku dalam hati.

Aku melangkahkan kakiku langkah demi langkah secara perlahan. Semakin ku mendekati pintu basemen itu, rasanya hawa yang aku rasakan semakin dingin. Aku menarik nafas panjang, jantungku berdebar kencang, bulu kuduk berdiri dengan sendirinya. Aku mencoba menggapai gagang pintu basemen itu.

"Ayahh!" teriak Brayden dari ujung lorong mengagetkanku."Oh Tuhan, Brayden kau mengagetkan ayah" ucapku.

"Kenapa kau beranjak dari ranjang mu?, bukannya kau sudah tertidur tadinya?" tanyaku.

Brayden tidak merespon perkataanku, dia terdiam dan melihatiku saja dari ujung lorong.

"Brayden, sebaiknya kau kembali ke ranjang mu, besok pagi kita harus mencari sekolah barumu" ucapku kembali sambil memegang gagang pintu basemen.

"Jangan tutup pintu itu yah" ucap Brayden pelan."Apa?, ayah tidak bisa mendengarmu sayang".

Saat itu juga, tiba-tiba tanganku dengan sendirinya menggenggam erat gagang pintu basemen itu dan mendorong keras pintu itu kedalam seakan ada yang membantuku juga menarik keras gagang pintu itu dari dalam basemen.

"Apa-apaan ini?" ucapku kebingungan.

Aku langsung melepaskan genggaman ku dari gagang pintu itu, dan aku langsung memalingkan pandangan ku ke ujung lorong dimana tadinya Brayden berdiri menatapku. Namun, aku tidak menemukan Brayden disana. Tidak ada seorangpun yang berdiri disana, seakan-akan hal ini mencoba membuatku kehilangan akal kembali. Aku langsung meninggalkan basemen dan memeriksa Brayden di kamarnya, dan hal yang tak masuk akal ku dapati dimana Brayden masih tertidur pulas di ranjangnya.

"Bagaimana bisa?" pikirku.

"Emma, kumohon aku butuh keberadaanmu disini" ucapku dalam hati.

Aku beranjak pergi meninggalkan kamar Brayden, dan menuju dapur mengambil segelas minuman anggur, lalu ku pergi ke kamar mandi. Aku berendam dan menghabiskan malam di kamar mandi sendirian sambil meneguk anggur mencoba menenangkan pikiran melupakan semua hal yang tak masuk akal tadi.

"Tolong, keluarkan kami dari sini" suara teriakan banyak anak kecil meminta tolong.

"Kami terbakar disini, tolong selamatkan kami" teriakan seorang wanita meminta tolong.

Mataku yang tadinya terpenjam kini terbuka lebar. Saat ku memejamkan mata, aku mendengar suara teriakan anak kecil dan seorang wanita sedang meminta tolong seakan menyuruhku untuk membantu mereka secara tidak langsung. Namun aku menyadari bahwa suara itu tidak berasal dari luar rumah ataupun dari dalam rumah. Aku melihat keluar dari jendela kamar mandi, tidak ada rumah yang mengeluarkan asap seperti akan terbakar pikirku.

Aku langsung mengambil handuk yang tergantung di belakang pintu, kubalutkan di pinggangku. Aku keluar langsung memakai bajuku, dimana aku menyadari kalau semakin lama aku menyendiri, maka kejadian-kejadian diluar akal itu akan terus-menerus membayang-bayangi ku.

Suara pintu terkunci rapat."Aku harus segera tidur" pikirku dalam hati sambil berjalan cepat menuju ranjang.

Aku langsung menarik selimut menutupi seluruh tubuhku dan mematikan lampu tidur yang berada tepat disamping ranjangku. Aku mencoba berusaha membuat diriku nyaman agar bisa langsung terlelap. Aku memejamkan mata ku, selang beberapa menit tiba-tiba pintu kamar berbunyi terus seperti sedang berusaha untuk dibuka dari luar. Hanya pantulan cahaya dari luar jendela saja yang menerangi seluruh kamar. Jantungku begitu cepat berdegup, seluruh tubuhku terasa dingin dan kaku, mulutku menganga seakan tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Gagang pintu itu terus menerus ditarik ke bawah dan ke atas seakan ada seseorang yang ingin memaksakan diri untuk masuk kedalam kamar. Aku hanya bisa terduduk bersila diatas ranjang, dan menatap kearah pintu yang sedang berusaha dibuka.

"Siapa itu?!" teriakku. Namun gagang pintu itu masih saja bergerak naik turun seperti ingin dibuka paksa dari luar."Ibu kaukah itu?" tanyaku ketakutan.

Gagang pintu itu semakin cepat bergerak naik turun sampai pada akhirnya gagang pintu itu rusak dan jatuh ke lantai. Pada akhirnya pintu itu akhirnya terbuka perlahan, sampai berhenti terbuka. Detak jantung sudah tak beraturan rasanya, aku hanya bisa menelan ludah dan terpaku di atas ranjang sambil menerka seseorang di balik pintu itu.

Ada sebuah tangan dimana jari-jarinya begitu panjang dan hitam dengan kuku seperti kuku hewan yang terlihat begitu tajam sedang mencoba meraba pintu. Aku tidak tahu harus berbuat apalagi, sekujur tubuhku serasa kaku dan mulutku tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun rasanya. Tangan itu mendorong pintu itu hingga terbuka lebar, namun aku tidak bisa melihat dengan jelas. Pemandangan luar begitu gelap, karena semua lampu sudah aku matikan sebelum beranjak masuk ke kamar mandi. Aku berusaha melihat jelas seseorang yang didalam kegelapan itu, namun dia tidak mengambil satupun langkah kedepan. Seakan dia hanya ingin tetap berada di kegelapan itu, seperti sedang memainkan pikiran saya.

"Aku tidak mengganggumu, kenapa kau mengganggu ku?. Apa mau mu di dalam keluargaku?" teriakku kearah kegelapan itu.

"Kenapa kau selalu menggangguku, apa yang kau inginkan?" teriakku lagi.

"Jawab aku".

"Aku sedang bicara denganmu kau yang disana" tegasku.

Angin berhembus kearah ku yang dimana asalnya terasa dari kegelapan itu seakan dia yang melakukan itu. Saat itu juga, tampak sebuah mata yang terbuka dari kegelapan itu berwarna merah seakan bercahaya dari kejauhan.

"Dia milikku" ucap seseorang didalam kegelapan itu. Dimana saat dia berkata seperti itu, pintu kamar Brayden terbuka setengah.

"Tidak!. Dia anakku, dan kau tidak akan bisa mengambil dia dariku. Itu tidak akan terjadi kedua kalinya" ucapku dengan nada tinggi.

Aku langsung menghidupkan lampu tidur dan berlari menghampiri saklar lampu kamar serta menghidupkannya juga. Semua isi kamar terlihat jelas, dan pantulan cahaya dari kamar membuatku bisa melihat sebagian besar ruangan luar. Namun, aku tidak mendapati seseorang yang sedang berkomunikasi dengan ku tadi didalam kegelapan. Aku langsung berlari ke kamar Brayden, dan memastikan bahwa Brayden masih tertidur disana.

~~

Hallo...  Halloo Hai pembaca Dad Who Is He??? ??. Wahhhhh, sudah publish cerita terbaru. Dua hari lagi akan publish part X berikutnya yaa. Mimin akan publish part terbarunya setiap dua kali sehari, yeaaaay????

Maafin mimin yee hehe, mimin selama ini sedang membuat cerita terbaru yang akan segera publish.. bisa ditunggu ya.. stay tune terus yee.

Note : Thank you so much buat kalian yang senang membaca novel "Dad Who Is He ??" ini dan sudah menambahkan cerita ini ke reading list kalian di .

#salamhangat

support Mimin selalu?? tumpahkan di kolom komentar ya. *Comment Down Bellow*??.  So, jika banyak yang suka ceritanya, mimin janji akan teruskan kelanjutan ceritanya??.

Dukungan kalian sangat berarti buat Mimin^^/

Stay tune guyss
Love y All

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience