POV Rinto
"Aaaah apa yang yang harus kukatakan pada Rina kelak jika dia sudah bebas dari penjara, kenapa ibu harus membuat aku harus menjalani situasi seperti ini. Aku tau Rina sudah sangat tidak betah tinggal di sini, bagaimana jika dia memilih berpisah. Aku belum siap berpisah dari nya..." ,ku garuk garuk kepala ini walaupun sebenarnya tidaklah gatal sama sekali. " Lagian kenapa sih ibu sangat buruk memperlakukan aku dan Rina, kenapa tidak dengan anak dan menantu lainnya. Dari dulu ibu selalu membedakan aku dan anak lainnya. Ok aku masih bisa terima, tapi kenapa harus juga buruk memperlakukan istri ku?" , Hati ini benar benar berkecamuk rasa benci ,kesal , sedih rasanya sudah menjadi satu , seperti gadorint gado.
Tapi tadi ku liat ada motor kak Lisa, tapi aku kenapa belum ketemu dia ya, kemana gerangan kak Lisa, apakah main ke rumah tetangga, tapi ini sudah mau malam , masa main ke rumah tetangga sih. Lebih baik ku tanya kan keberadaan nya kepada ibu.
Akhirnya aku keluar dari kamar ku, di ruang tamu, di dapur tak ada ku liat kak Lisa.
"Om Rinto Rinto..." terdengar suara anak kecil memanggil ku.
" Oh ivan anak ganteng, kemana aja , kapan nyampai ke sini", sambil ku berjalan ke arah nya dan melebar kan tanganku pertanda aku akan memeluk dan mencium nya.
" Duh makin ganteng aja keponakan om ini, sudah lama ke sini sayang", tak lupa ku cium dan peluk, Walaupun sudah agak kurang senang dapat pelukan om nya tapi anak ini pasrah aja, maklumlah mungkin karena sudah kelas satu SD, jadi dah besar agak risih mungkin di perlakukan layaknya balita, tapi aku memandang tetap anak balita gemesin.
" Oh dah nyampe kamu Rinto", keliatan raut wajah nya kesel. " Rinto..aku sangat kecewa kepada Rina, bisa bisa nya maling di rumah ini, jangan jangan sudah terbiasa maling istri mu itu", kata kak Lisa dengan nyelekik." Tampang aja sok alim, ternyata maling juga. Aku bagitu geram dg istri mu Rinto, gara gara kelakuan nya ayah jadi sakit".
" Kak Lisa ...maaf kan Rina mungkin dia khilaf...", walaupun itu kenyataan , tapi hatiku tetap sakit mendengar nya, lagian kenapa sih Rina pakai maling segala mau pindah dari rumah ini, Lebih baik aku ke kamar saja dari pada bersama kak Lisa, ngomong nya pedes banget sepedas cabe. Akhirnya aku segera keluar rumah, malas banget di rumah yang penghuninya toxic dengan rumah tangga ku.
" Kamu ini gimana si Rinto, di ajak ngomong malah kabur, hey Rinto lebih baik kau cerai perempuan maling itu", gimana sih Rinto ini , di nasehati malah kabur.
Ku biarkan kak Lisa ngomong sendirian , malas banget dengar ocehan nya. Kak Lisa kalau ngomel ,tai telinga bisa ke keluar. Ibu yang jago ngomel pun angkat kaki memilih pergi dari pada adu mulut dengan nya, apalagi aku.... ku percepat langkah ku ... hahahaha.... akhirnya aku terbabes dari rumah yang sedang toxid.
POV Rina...
" Bu Rina..." seorang petugas lapas memanggil ku." Iya Bu.." bergegas aku menghampiri nya.
" Bu Rina , sekarang Bu Rina bukan penghuni sini lagi, karena si pelapor sudah mencabut laporan nya", jelas Bu Lapas.
"Alhamdulillah, Allahuakbar....", aku langsung sujud syukur tanda terima kasih ku pada Allah,tanpa terasa air mata ku jatuh dari kelopak mata ini, sedih dan bahagia jadi satu.
Sebelum aku keluar dari sel ini ,aku salaman dengan teman satu sel... Alhamdulillah ternyata aku lebih beruntung dari mereka.
Aku belum terlalu berinteraksi dengan mereka, karena selama satu malam aku di sel, kerjaan ku hanya shalat dan mengaji.... karena kala itu yang terpikir oleh ku adalah meminta pertolongan kepada Allah SWT. Alhamdulillah ternyata Allah dengan segera mengabulkan doaku.
Kulangkah kan kaki ku keluar dari sel yang pengab ini. Saat di ruang tunggu ,aku bertemu dengan ibu dan bang Rinto. Segera ku hampiri bang Rinto, tanpa sadar kami berpelukan di depan umum. Aku juga tidak mengerti ini juga gerakan spontan," bang terimakasih telah membebaskan aku dari sini, bang Rinto , Rina minta maaf telah merepotkan bang Rinto. Perlu Bang Rinto tau aku tidak pernah mencuri perhiasan ibu bang", aku harap bang Rinto percaya dengan penjelasan ku.
" Iya sayang, bang Rinto percaya kok sama kamu, maka sekarang sayang bisa keluar dari sini", ucap Rinto membalas pernyataan ku, dan kami masih berpelukan.
" Apa apaan sih kalian berpelukan di depan umum, kalau mau berpelukan ntar nunggu pulang, lakukan di kamar", terdengar nada ibu mertua kesal dengan aku dan bang Rinto. Mata mertua seperti mau melompat melihat kelakuan kami berbeda, untung aja nggak copot.
Buru buru kami lepaskan pelukan , wow ternyata semua mata mengarah pada kami, rasa dag digdug deeeer ...jadi perhatian umum. Ada yang memandang dengan senyuman ,ada yang memandang dengan mata melotot, ada yang memandang cuek. Baru di pandang orang sekantor ini hati ku sudah gak karuan, gimana mau jadi artis yang hidup nya di pandang oleh seluruh natizen dengan komentar yang beragam pikirku.
"Ibu tolong tandatangani berkas ini, sebagai tanda ibu sudah bebas dari tuntutan pelapor", terang petugas di kantor kepoin.
" Baik pak, mana yang perlu saya tanda tangani pak", tanya ku pada petugas kepolisian.
Setelah semua administrasi beres...kami meluncur pulang kerumah makmer, yang tentu sebentar lagi aku akan pindah dari rumah itu.
Setelah kurang lebih 30 menit perjalanan kami pun telah sampai di rumah. Segera aku masuk ke dalam kamar, tuk mengistirahatkan tubuh yang lelah. lelah tubuh dan lelah pikiran," siapa kah kira yang telah memfitnah ku mencuri perhiasan ibu, mungkin kah ibu sendiri ?... bukan kah selama ini dia gak suka kepada ku", aku mondar mandir di kamar memikirkan ini. Tiba tiba Bang Rinto masuk.
" Ada yang perlu aku kabar kan kepada mu Rin, tentang musabab kamu keluar dari penjara" , ucap bang Rinto berusaha menjelaskan padaku.
Aku harus menjelaskan nya pada Rina dengan segera ,biar dia tau sebab ibu mencabut laporan nya, ku keluarkan kertas dari laci lemari, ku tunjukkan pada Rina.
" Rin.... ini surat perjanjian penyebab ibu menarik laporan nya", ku tunjukkan surat perjanjian nya.
Tangan Rina meraih surat itu , matanya langsung melotot melihat isi nya.
" Apa apaan ini bang ...., ini namanya pemaksaan, seharusnya sebelum Abang menandatangani , sebaiknya konfirmasi kan dulu padaku, Abang tau kan aku sudah sangat capek hati dan capek fisik tinggal di sini", baru juga aku merasa lega keluar dari sel polisi ,tapi nyata aku tetap masuk sel lain. Hidup dengan mertua rasanya hidup di penjara, jadi apa bedanya ?
Ku hempaskan tubuh ku di tempat tidur , ku usap muka ku walaupun tidak basah/ kotor. Ini sama artinya keluar dari mulut harimau lagi lubang buaya.
"Rin... Abang minta maaf, Abang tidak ada pilihan lain, Abang hanya tidak tega liat kamu mendekam di penjara selama 3 tahun. Apa yang harus ku katakan pada orang tua mu, seandainya mereka menanyakan keberadaan mu". Aku berusaha menjelaskan pada Rina alasan ku.
"Apa kamu tega membiarkan ku kesepian hidup dengan mu, aku tidak bisa berpisah dari mu Rin , walaupun hanya satu malam, apalagi sampai 3 tahun", ucapku memelas pada Rina.
" Tapi bang aku benar benar sudah tidak kuat jika harus menjalani hidup bersama keluarga mu lagi, kemaren aku di fitnah maling, ntah besok nya aku di zolimi apa lagi", aku merasa marah , sedih dengan situasi seperti ini, tapi ini bukan salah bang Rinto. Bang Rinto benar, apa yang harus di katakan pada ibu ku, jika aku masuk penjara, kalau ibu tau , pasti sakit jantung ibu kumat.
" Ya Allah kuat kanlah aku menjalani cobaan hidup ku ini, aku yakin Engkau lebih tau mana yang terbaik untuk ku", doa ku dalam hati, tak kuat aku menahan rasa sedih ini, tak terasa bulir bulir air mataku berjatuhan dari kelopak mata ini.
" Maafkan aku Rin... aku sebagai suami yang membuat mu menderita", hancur hatiku melihat penderitaan istri ku, kenapa aku jadi suami tidak mampu melindungi istri ku, padahal yang melakukan orang tua ku sendiri. " Ya Allah aku harus bagaimana ini ", gumamku sendiri dalam hati.
Akhirnya kami berpelukan membuang kelelahan kami akan situasi yang serba tidak nyaman.
" Ini semua bukan salah mu bang, maaf kan aku jika aku bukan istri yang tegar", rengek Rina.
"Asal kan Abang selalu mensupport ku, insyaallah aku kuat bang. Apakah Abang percaya jika aku maling perhiasan ibu", ucap Rina bertanya kembali pada suami nya.
" Jelas aku tidak percaya sayang, mana mungkin istri sesholehah ini maling", walaupun sebenarnya Rinto juga masih bingung siapa yang harus di percaya, namun Rinto tidak mau istri nya berkecil hati.
______
POV Rina....
Seperti biasa bangun tidur lebih awal dari semua anggota keluarga di rumah ini, menyiapkan sarapan, pagi dan plus bekal suami nya kerja.
Tapi ntah kenapa hari ini semangat ku rasa turun drastis , mengerjakan kok rasa berat sekali, semua terasa begitu susah dan sulit ,kaki terasa berat melangkah, tangan terasa berat di gerakkan. Apalagi ini namanya kerja terpaksa ?
pikir ku dalam hati. " Semangat semangat!!!!
aku harus semangat, kalau tidak semanis kapan mau selesai nya ,yang ibu pasti lebih berang pada ku, anggap saja kali ini aku kerja sambil beramal. Aku pernah membaca buku magnet rezeki ,jika ingin menjadi orang kaya harus bisa ikhlas, kita harus ikhlas menjalani kehidupan ini, walaupun banyak terumbu karang nya. Semakin banyak terumbu karang nya, maka semakin terbuka pintu rezeki", gumam ku dalam hati sendiri.
Akan ku anggap ibu mertua ibu kandung ku sendiri, akan ku anggap bawelan nya seperti musik dangdut berirama merdu, akan ku pasang telinga kuali, jika kata kata nya nyelekik ,akan ku masuk kan telinga kanan, dan akan ku keluar kan ke lubang telinga kiri. Semakin bahagia kita ,maka akan semakin terbuka pintu rezeki, semakin banyak kita di sakiti, maka akan semakin banyak Rahmat yang datang.
Aku terus terusan menyemangati diri ku sendiri, agar aku punya kekuatan menjalani kehidupan ini. "Ayo semangat Rina hanya 10 bulan, jadikan ladang pahala sebanyak-banyaknya... semangat semangat !!!!!
"Ok sekarang sudah beres semua nya... ngepel lantai sudah, nyiapkan sarapan sudah.
Lebih baik aku sarapan sendiri saja, aku mau buru buru ke rumah Bu Siti...
Akhirnya semua sudah pada bangun dan mau sarapan. Aku langsung pamit pada bang Rinto, tuk segera pergi ke rumah Bu Siti.
" Bang Rinto, aku pamit dulu ya, Abang tidak apakan sarapan tanpa ku, bekalan Abang juga sudah ku siapkan", aku malas banget masih ketemu ibu dan Lastri serta Rizal, mereka tega banget memfitnah ku. Bukan aku takut, aku hanya ingin menghindari percekcokan. Karena aku bukan tipe yang manut aja, kadang aku suka nyerocos juga kalau apa yang di tuduhkan pada ku itu fitnah.
Jam 06.00 pagi aku sudah otw ke rumah Bu Siti, jadi babu yang aku sendiri tidak pernah mengambil hasil jerih payahku ,tapi biarlah anggaplah itu tabungan di akhirat ku, ya Allah semoga aku jadi orang yang kuat dan ikhlas.
POV Bu Ida...
Puas sekali hati ku , akhirnya Rinto dan Rina tidak jadi ngontrak, awalnya aku takut Rina jadi beban keluarga ku, tapi ternyata dia banyak guna nya juga... makanya aku mempertahankan nya agar tetap berada di rumah ini, walaupun hanya 10 bulan. Tuk ke depan nya biar ku pikir kan nanti.
Rina walaupun anak desa ,tapi ternyata pintar masak, pintar beberes, dan bisa di jadiin babu di rumah orang juga ... hehehehe.
Liat lah ini , pagi pagi sudah ada aja sarapan pagi di atas meja. sudah enak murah lagi, tentu bisa menghemat pengeluaran ku. Si Lastri padahal hampir seumuran dengan Rina ,tapi anak itu nyuci piring aja tidak mau, sekali kali bantu nyuci, yang ada piring, mangkuk, gelas pada pecah.
Apa sih kelebihan Lastri, kuliah aja kagak kelar kelar ...aku sudah capek biayain nya kuliah, bisa bisa uang pesangon habis dia nya gak selesai juga kuliahnya.
Jam segini belum juga kulihat Lastri keluar dari kamar nya, jangan jangan masih tidur. Lastri Lastri ... gimana mau selesai kuliah , kalau kerjaan malas malasan.
Ku hampiri Lastri ke kamar nya ...
" Tok tok tok"
" Lastri Lastri bangun udah siang ni, kamu hari ini apa gak kuliah haaa", sudah di panggil beberapa kali tetap diam aja, ini anak tidur apa ngorok sih... suaraku sudah melengking senyaring mikrofon masih gak sadar juga.
Lastri lah tumpuan dan harapan ku satu satu nya, agar mempunyai anak yang sarjana. yang lain ini hanya tamat SMP, SMA..... bukan nya suami ku gak mampu, tapi anak anak aja yang otaknya pada gak mampu mau kuliah, itu alasan mereka saat di anjurkan tuk kuliah.
Semua nya sudah pada kumpul di meja makan, aku , Lastri dan Rinto. Kalau Rizal kadang sarapan bersama , kadang kagak, karena anak itu bangun nya kadang sudah mau azan Zuhur. Malam kelayapan, seperti kelelawar siang tidur.
Sekolah syukur syukur tamat SMP, itu pun menyelesaikan nya penuh drama. Nama nya anak kalau bebal plus malas , kalau di sekolah kan selalu bikin darah tinggi.
" Ayah mana ibu, kenapa tidak ikut sarapan bersama", tanya Rinto .
" Ayah mu sakit Rinto... gara gara peristiwa kemaren, darah tinggi nya kumat, jadi katanya badannya lemas, nanti biar ibu bawakan ke kamar saja tuk sarapannya. Sudah kamu sarapan saja nanti telat kerja nya.
POV Rina
Setelah beberapa bulan menanda tangani kertas perjanjian, aku masih tinggal bareng mertua plus ipar, rasanya kok , kayak kerja jadi TKW di LN, pakai teken kontrak segala, klu belum habis kontrak nya maka belum bisa pulang. Beda nya aku di sini jadi babu kagak di bayar, tapi tenaga di peras.
Aku heran dg ibu, punya anak gadis tapi kok kagak pernah di ajarin ngerjain pekerjaan rumah, gimana seandainya dapat bumer seperti aku ini ya....hohoho....gak kebayang deh. Aku aja yang sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah capek jiwa raga di buat nya.
Sebenarnya kalau hanya capek tenaga aku gak masalah, yang lebih bikin aku capek itu sebenarnya capek hati. Mertua yang kasar, ipar yang judes, seorang pembantu aja kagak di perlakukan seperti ini. Mana gaji bang Rinto di ambil semua nya, duh.... jangan kan beli skincare, beli bedak Viva aja kadang gak mampu. Gini amat nasib nikah sama orang kota.... astagfirullah.
"Rinaaaaa !", ibu berteriak memanggil ku.
" Nih di setrika cepatan ,aku mau undangan ,awas rusak baju nya, ini baju mahal, gak akan mampu kamu mengganti nya", jelas ibu , ya jelas aku gak akan mampu mengganti nya, lha gaji suami ku dan gaji ku di embat semua nya, bisik ku dalam hati. Sabar sabar... ntar lagi masa tahanan 10 sudah selesai. Pengen cepat kabur di sini.
" Iya Bu...", ucap ku singkat ,dan langsung mengambil baju yang akan segera di setrika, begini lah keseharian ku, hari hari berkutit di rumah, melayani seluruh penghuni rumah ini, yang layak memperlakukan aku seperti babu.
Untung aja cebok nya gak aku yang di suruh, Kalau mencuci bh, celana dalam yang ada darah nya itu sudah sering ku lakukan, mereka habis mandi ,CD nya masih bergulung di kamar mandi.
Gak punya malu dan etika sekali.
"Udah Rin setrika nya", teriak ibu.
"Sudah Bu", buru buru ku hampiri ibu ,lalu ku berikan baju yang sudah di setrika.
"Emang nya ibu pergi dengan siapa undangan", tanya ku pada mertua.
" Dengan Rizal",
"Rizal ..!
"Rizal...!
" Kemana sih anak ini, jangan jangan belum siap siap dia", ucap mertua ku.
" Tok tok tok
"Tok tok tok....
"Rizal cepatan, jangan lama lama , ibu udah siap ini" teriak ibu mertua ku yang mulai kesal dengan Rizal.
" Jangan jangan masih molor ini anak , kenapa gak ada sahutan", gerutu ibu Ida, kalau ada orang lain yang bisa ku ajak undangan, ogah amat aku ngajak Rizal, selalu seperti ini lelet nya kebangetan.
"Rizaaaaaal....", ibu Ida teriak dengan lantang.
" Iya Bu ,iya Bu....", spontan Rizal keluar dari kamar.
" Kamu ini mau bikin ibu darah tinggi hhhh", ibu Ida emosi sekali, napas nya turun naik dan ngos ngosan mungkin karena menahan amarahnya.
" Rina ! ambilkan ibu air putih", bergegas Rina ke dapur mengambil air putih.
" Mau pergi undangan tadinya dengan hati senang, eh gara gara kamu ,mood ibu jadi rusak Rizal", ucap ibu Ida pada putranya.
" Maaf Bu ... hehehehe", jawab Rizal cengengesan .
" Kamu apa apaan sih Rizal, pakai baju ,gak berkelas sekali selera mu, mau bikin ibu malu kamu Rizal", terang Bu Ida pada putranya.
Akhirnya Bu Ida masuk ke kamar Rizal ,dan mencari baju di lemari yang cocok tuk Rizal pakai. " Nih pakai baju ini, biar keliatan macco, masa anak ibu yang ganteng pakai baju jelek seperti ini", sambil ibu mertua menempel kan baju pilihan nya ke tubuh Rizal, baju pilihan ibu jatuh pada baju kemeja warna merah bata.
Saat memakai baju itu, Rizal keliatan lebih keren.
Beberapa menit kemudian....
" Brugh....
" Tolong... tolong... tolong..".
Terdengar suara dari kamar mandi mertua, buru buru aku masuk langsung menuju kamar mandi.
"Ayah , ayah....ayah kenapa, buka pintu nya ayah", ku coba buka pintu kamar mandi, ternyata di kunci dari dalam. Mana mungkin aku mampu mendobrak pintu ini.
" Ayah ...ayah ...ayah baik baik saja kan", tanya ku panik.
Kenapa malah gak ada sahutan, apakah ayah pingsan di WC, aduh bahaya ini, apalagi ayah sudah tua , kalau terpeleset pasti fisik nya gak kuat. Mending aku minta bantuan tetangga untuk mendobrak pintu ini.
Lalu aku keluar rumah mencari bantuan pada tetangga, aku khawatir ayah kenapa kenapa.
"Tolong... tolong"
Dari saat berada di teras rumah aku sudah meminta tolong, aku berharap semoga ada yang dengar.
"Tolong... tolong..."
Suara full ku keluar kan, agar segera dapat bantuan. Benar saja sudah ada beberapa orang warga yang menghampiri ku.
" Ada apa mbak.... perlu bantuan apa", kata warga yang menghampiri ku.
"Tolong pak mertua ku jatuh di kamar mandi, kamar mandi nya terkunci dari dalam",aku menjelaskan pada warga.
" Ayo pak buruan masuk", akhirnya beberapa warga mengikuti masuk kedalam.
"Ayo pak sini kamar nya", aku lalu menuju kamar utama di ikuti beberapa warga.
"Tolong pak di dobrak aja pintu nya", jelas kan dengan panik.
"Satu, dua , tiga...", Pintu beberapa kali di dobrak, akhirnya terbuka. Ku liat ayah sudah terhenti di kamar mandi.
"Ayah... ayah...ayah..", aku berusaha memanggil nya, tapi ayah tetap diam.
"Ayo pak kita bawa ke rumah sakit aja, tolong angkat ayah ku, ke tempat tidur dulu.
" Baik mbak ", akhirnya ada 3 orang menggotong ayah tempat tidur.
" Bapak , Abang, mas", ucapku pada warga yang membantu karena mereka ada yang tua ada yang muda.
" Ada yang tau cara menghubungi ambulance gak ya", tanya ku pada warga dan tetangga yang ikut masuk ke dalam rumah ini( tahun 2000 an hp belum ada, kalau pun ada hanya orang orang tertentu yang punya. Termasuk aku juga belum punya hp, belum ada gojek, yang ada hanya oplet).
" Kenapa kita gak minta bantuan pak Rudi aja, bukan kah dia punya mobil pickup, kan gak jauh rumah nya dari sini, saya liat tadi pickup nya masih nongkrong di depan rumah nya", terang tetangga yang membantu.
" Pakai apa aja boleh, yang penting sekarang ayah di bawa ke rumah sakit, tolong ya pak di bantu saya, kabar dengan pak Rudi saya ingin menyewa pickup nya membawa ayah", jelas ku kembali pada mas Agus yang mengusulkan tuk menyewa pickup pak Rudi.
" Baik mbak", pak Agus pun segera berlalu.
"Ini kenapa mbak , ayah bisa jatuh", kata mbak Rita tetangga di samping rumah mertua ku.
" Saya juga kurang tau, mungkin terpeleset mbak", terang ku.
" Ini kok sepi sekali , yang lain pada kemana ", tanya mbak Rita kembali.
" Ibu dan Rizal undangan, bang Rinto kerja, Lastri dari pagi pergi kuliah sampai sekarang belum pulang", jelasku.
Tidak berapa lama kemudian, pak Rudi sudah menghampiri ku.
"Ayo mbak kita segera bawa bapak ini", ucap pak Rudi.
" Iya pak, tolong ya bapak bapak bantu bopong ayah mertua ku", semua nya sudah pada sigap. Tidak lupa aku bawa bantal dan kasur tipis agar ayah nyaman baring di pickup. Beberapa orang dan mbak Rita inisiatif ikut mengantar, ya Allah terima kasih ternyata tetangga di sini perduli dengan kesusahan tetangganya. Padahal selama ini aku kurang bergaul dengan mereka, karena selama ini ,aku sibuk berkutit dengan pekerjaan ku saja.
Setelah sampai di RS , ayah buru buru di bawa ke ruang IGD. Rasa cemas dan khawatir menghantuiku, apalagi tidak ada anggota keluarga yang tau, mending aku telpon bang Arman, bang Arman kan ada telpon rumah. Di mana sini kiospon, lebih baik ku tanya kan pada petugas keberadaan kiospon di rumah sakit ini. Lalu aku hampiri petugas rumah sakit.
"Bu... Numpang nanya di sini kiospon di mana ya ? ", tanya ku pada petugas.
"Oh ... Sebelah sana Bu, ibu jalan aja lewat situ( sambil menunjuk jalan), nanti belok kiri, setelah belok kiri , lanjut lagi berjalan, setelah itu akan keliatan kiospon nya Bu", terang petugas RS pada ku.
"Terimakasih Bu", ucapku padanya. Akhirnya aku berlalu mencari kiospon, tapi sebelum aku mencari kiospon aku permisi dulu dg tetangga ku yang membantu membawa ayah ke sini.
"Mbak Rita saya mau nelpon ipar saya dulu ya", terang ku pada mbak Rita , yang ikut menemani ngantar ke sini.
"Oh iya mbak Rina , silahkan", balas mbak Rita. Lalu berlalu meninggalkan mereka.
Ku pencet pencet no tujuan, akhirnya tersambung...
Kring ....kring....kring
Akhirnya ada yang mengangkat telepon.
"Assalamualaikum...
Hello , ini dengan Rina", terang ku, aku bersyukur yang mengangkat adalah bang Arman. Siapa lagi kalau bukan Bang Arman, karena di rumah itu anggota keluarga yang laki laki hanya bang Arman, kalau ada anak nya laki laki tapi masih kecil.
"Iya ada apa Rina", Arman menjawab telepon Rina. Tumben Rina nelpon.
" Bang ayah sekarang sedang di ruang IGD, Rina mohon Abang Arman ke sini. Anggota keluarga tidak ada yang tau.
" Lho Rin, kenapa ayah bisa masuk rumah sakit, emang kenapa", tanya bang Arman.
" Tadi ayah terpeleset di kamar mandi, buruan ke sini, ntar lebih jelas nya aku kasih tau kalau sudah di RS", aku gak mau berlama lama nelpon, nanti bayar nya mahal, khawatir uang ku gak cukup bayar nya." Udah dulu ya bang, Assalamualaikum", lalu ku tutup telpon nya.
Share this novel