BAB 5

Drama Completed 437

Jururawat hilir mudik kesana kemari membawa pasien yang berdatangan. Irvan menggendongku menuju ke UGD. Di UGD aku dibaringkan di tempat tidur dan mendapatkan pertolongan medis.

Aku kembali menjalani proses pengambilan darah. Dan rasanya sakit sekali tubuh ini di masuki jarum yang panjang dan runcing menyedot darahku. Setelah prosesi itu aku tertidur pulas.

Irvan tetap setia menungguku di samping tempat tidur sambil mengelus elus rambut dan wajahku. Ia kaget saat ia sedang mengelus-elus aku terbangun.

“Irvan ”

“Maaf aku gak bemaksud …”

“Gak apa-apa kok”

Orang tua ku sedang menunggu hasil tes darah ku di depan ruang laboratorium. Setelah menunggu beberapa lama doktor pribadi dan doktor hospital bersamaan memberikan hasil tes darah. Papaku membuka hasil dari doktor hospital sedangkan mamaku membuka hasil dari doktor pribadi.

“Ini gak Mungkin! Ini pasti tertukar dengan pasien lain ya kan dok?”

“Maaf bu, itulah kenyataannya. Saya yang langsung mengetesnya.”

“Iya bu, hospital pun demikian. Tes tersebut tidak mungkin tertukar Ibu.”

“Tapi ini gak mungkin. Iya kan Pak?”

“Ini kenyataannya ma, anak kita terserang penyakit kanker otak stadium akhir.”

“Iya bu, ibu harus ikhlas dan menerimanya dengan lapang dada. Dan saya sebagai doktor dari hospital juga memberitahu pada bapak dan ibu bahwa anak perempuan kalian sudah tidak lama lagi.”

“Doktor bukan tuhan. doktor tidak berhak berkata seperti itu. Yang tau ajal seseorang hanya tuhan!”

Mamaku menangis tersedu sedu mendengar berita tentang penyakit anak perempuan nya. Ia masih tak percaya bahwa umurku sudah tidak lama lagi. Mama dan Papa masuk ke bilikku. Wajah mama tampak sedih memandangiku. Kucoba tuk berbicara sesuatu. Mereka melihat usahaku tuk berbicara dan mereka merasa iba kepadaku. Irvan memberi secarik kertas dan pena kepadaku. Kutuliskan sebuah pertanyaan yang berisi “Aku sakit apa ma.. pa..?”. Mereka bingung menjelaskannya padaku.

“Ma… kalau mama gak sanggup biar papa aja yang bilang”

“Ga usah pa..” ucap mama “Sinar.. kamu terserang penyakit kanker otak stadium akhir dan kata doktor umurmu sudah tidak panjang lagi.” Kata mama seraya meneteskan air mata.

“Aku berusaha menerima kenyataan ini, Aku gak boleh menangis di hadapan mereka, kalau aku menangis aku akan menambah kesedihan mereka. Aku gak mau mereka sedih, aku sayang banget sama kalian semua.

Hari kedua dihospital , rasanya aku bosan kerana aku harus bedrest di tempat tidur dan kaki tak dapat digerakkan lagi. Tangan menunjuk ke arah kursi roda. Mamaku yang berada di sampingku mengerti bahwa aku ingin jalan-jalan keluar bilik. Ia membantuku duduk di kursi roda dan mendorong kursi roda itu menuju balkon hospital . Aku selalu membawa buku diary kecil untuk mencurahkan isi hati sekaligus membantuku berkomunikasi.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience