8. Orphan

Horror & Thriller Completed 8081

Senyumannya tercetak jelas ketika aku memandangi wajah ibu yang duduk diam di kursi belakang dari kaca spion dalam mobil. Dia memegang erat tangan Emma, selama perjalanan kami menuju panti asuhan. Mungkin dengan kehadiran anak kecil lagi di rumah akan membuat ibu bahagia seperti dulu lagi pikirku. Sedangkan paman yang duduk di sampingku sibuk dengan ponselnya, sesekali dia tersenyum kecil ketika dia mendapati ku sedang memperhatikannya.

Setelah memakan waktu satu jam lamanya di perjalanan, akhirnya kami sampai di panti asuhan yang dilihat dari bagian luarnya terlihat besar dan bertingkat tiga. Aku memarkirkan mobil di halaman depan panti asuhan, dimana dari kejauhan tampak terlihat seorang wanita muda sedang berdiri menunggu kedatangan kami. Wanita itu menghampiri kami dan memberi salam kepada ibu yang terlebih dahulu keluar dari mobil. Wanita itu terlihat sangat baik dan ramah, sambutannya yang hangat kepada kami membuatku merasa senang.

"Mari bu, anak-anak sudah menunggu kehadiran kalian didalam" tutur wanita muda itu."Saya senang mendengar nya" ucap ibu.

Emma sibuk menurunkan bingkisan kecil yang akan dibagikan kepada anak-anak panti asuhan nantinya dari dalam bagasi mobil, sedangkan paman masih saja sibuk dengan ponselnya. Aku menghela nafas dan berpikir sejenak akan apa yang aku lakukan ini benar-benar terjadi.

"Perkenalkan ini adalah adik saya Gilberto yang dimana beliau dan saya  yang membangun panti asuhan ini untuk anak-anak di panti ini" ucap wanita muda itu sambil memegang pundak lelakiku itu.

"Hello, senang bertemu denganmu" ucapku sambil menjabat tangannya diikuti ibu, paman dan Emma setelahnya. Lelaki itu mengangguk."Baik, mari  ikuti saya keliling melihat anak-anak".

Suara kaki-kaki kecil berlarian diikuti suara tawa anak kecil di sini tak henti-hentinya terdengar. Aku memperhatikan setiap anak yang berada di panti ini setiap kali berjalan melewati mereka. Mereka selalu tersenyum dan terlihat bahagia dengan kehadiran kami disini. Sesampainya di lantai tiga, wanita muda itu menunjukan seorang anak lelaki yang memakai topi dengan paras kulit berwarna putih dan tingginya hampir sama dengan tinggi Luis kehadapan kami.

"Lihat sayang, bagaimana menurutmu?" ucap ibu merangkulku.

Aku tersenyum."Aku tidak tahu bu, tapi aku rasa anak ini baik dan sangat ramah".

"Dia anak yang paling disukai sama anak-anak lainnya di panti ini. Dia sangat sopan dan mudah beradaptasi dengan orang-orang disekitarnya pak" jelas wanita muda itu.

"Hey kemari sayang, berapa usiamu?" tanya ibu.

Pada saat itu juga aku melihat seorang anak lelaki di sebuah kamar yang pintunya terbuka setengah, aku memperhatikannya dari kejauhan tampak terlihat sedang menggambar sesuatu di selembar kertas. Tidak tahu kenapa, rasanya anak itu berbeda dari anak-anak yang kuperhatikan dari tadi. Dia terlihat berbeda dari yang lainnya, diantara teman-temannya yang sedang bermain di bawah, anak lelaki itu justru menghabiskan waktunya untuk menggambar seorang diri didalam kamar.

"Bagaimana Steve?, anak ini akan menjadi Luis kedua dikeluarga kita" ucap ibu.

"Huh?, sebentar bu" balasku menghiraukan perkataan ibu langsung menghampiri anak itu di dalam kamar".

Pintu suara terbuka pelan."Hei, maaf mengganggumu. Apa yang sedang kamu gambar?".

"Aku sedang menggambar sebuah pemandangan kehidupan kecil di pedesaan" ucap anak kecil itu. Aku tersenyum dan memegang pundak anak kecil itu."Itu gambaran yang bagus, aku senang melihatnya".

"Terimakasih" ucap anak lelaki itu."Siapa namamu?, kenapa kau tidak bermain dengan teman-teman mu yang lainnya?".

"Namaku Brayden Atkinson, aku tidak ingin bermain dengan mereka" ucap anak lelaki itu."Kenapa?, apa mereka menyakitimu?" ucapku penasaran.

"Terkadang dan aku membenci mereka semua. Mereka selalu mengejekku dan memanggilku dengan panggilan aneh".

"Steve?" panggil ibu dari luar kamar.

"Iya bu?".

"Kau terlihat akrab dengannya".

Aku tertawa kecil."Aku hanya penasaran dengan anak ini bu, dia terlihat berbeda dari yang lainnya".

"Wah, ini semua gambaranmu?, semua gambaran ini sangat cantik" puji ibu merasa takjub dengan semua hasil gambaran anak lelaki itu di setiap dinding kamar."Terimakasih nyonya" sahut anak lelaki itu.

"Maaf pak, ada hal penting yang sangat ingin saya sampaikan kepada bapak dan ibu tentang anak ini" potong wanita muda itu."Ada apa dengan anak ini?" ucap ibu.

"Mari bu, kita bicarakan diluar saja" kata wanita muda itu.

Melihat hal ini membuatku penasaran dengan hal penting apa yang ingin disampaikan wanita itu pada kami. Aku menatap wajah Brayden, dia terlihat senang walaupun hanya menggambar di selembar kertas.

"Anak itu memang berbeda dari anak lainnya pak, dia tidak pernah bisa bersosialisasi dengan anak-anak lainnya di panti ini" tegas wanita muda itu pada kami.

"Itu hal biasa untuk anak kecil jika teman-temannya tidak suka bermain dengannya" balas paman Sam."Tapi pak, semua anak di panti ini bisa bapak adopsi namun tidak terkecuali anak ini".

"Apa ada yang salah dengan anak ini?" tanyaku."Belakangan ini dia sering berantam dengan anak-anak lainnya di panti asuhan ini".

Aku melirik anak itu dari kejauhan."Itu hal yang biasa bagi anak kecil seusia dia" potongku."Seminggu yang lalu dia berani".

"Cukup!, aku akan tetap mengambil dia. Aku merasa nyaman berada di dekatnya seakan aku merasakan berada di dekat anakku" tegasku memotong ucapan wanita muda itu.

Wanita itu terdiam dan tidak mengeluarkan satu katapun ketika aku tetap memaksa untuk membawa anak itu pulang kerumah. Dia hanya mengganguk dan mempersilahkan kami membawa anak itu pulang kerumah. Dia mempersiapkan segala berkas sedangkan adiknya Gilberto membantu Brayden mengemasi barang-barangnya.

"Kau siap untuk pulang kerumah barumu?" tanyaku berlutut kehadapannya."Apakah di kamarku nantinya ada jendela yang menghadap langsung ke pemandangan luar?" tanya Brayden balik.

Ibu tersenyum."Kau akan mendapatkannya dirumahmu yang baru. Kau akan senang berada disana" ucap ibu meyakinkan."Aku sangat tidak sabar, bisakah kita pergi sekarang?".

"Tentu saja" ucapku sambil mengelus rambut Brayden dan menggiringnya kedalam mobil.

Ibu tak henti-hentinya mengelus rambut Brayden dan menyandarkan kepalanya di lengan ibu. Paman tersenyum kearah ku ketika dia melihatku diam-diam memperhatikan ibu dan Brayden dari kaca spion bagian dalam mobil.

"Luis pasti senang, neneknya bisa tersenyum bahagia seperti ini lagi" ucap paman berbisik.

Aku tidak menjawab ucapan paman, aku hanya melontarkan senyuman padanya. Sepanjang perjalanan ku selalu mengandaikan bahwa yang berada di pelukan ibu itu sekarang adalah Luis. Aku rasa bahwa aku sudah mulai menerima penuh keberadaan anak itu di keluargaku.

"Hey jagoan, kau sudah sampai di rumah barumu" ucapku."Rumahmu bagus pak, aku rasa aku akan senang berada disini" balas Brayden.

"Hey Brayden, mungkin ini agak aneh bagimu. Tapi kau sekarang sudah menjadi anak lelakiku, dan aku harap kau dapat memanggilku dengan panggilan ayah" jelasku pelan.

Dahi Brayden mengkerut seakan dia tidak suka dengan ucapan ku tadi. Dia menatapku dan kedua tangannya menyentuh kedua pipiku secara bersamaan. Matanya berkaca-kaca dan dia mulai tersenyum seakan ingin berkata-kata hanya saja dia tidak bisa mengungkapkannya.

"Aku selalu ingin ada seseorang yang mengadopsi ku, namun wanita penjaga itu tidak pernah menjadikan ku sebagai pilihan jika ada seseorang yang ingin mengadopsi seorang anak" ucap Brayden menangis di pelukanku.

"Sekarang kau sudah menjadi bagian dalam keluarga kami jagoan, kau sudah berada di rumah, dan mempunyai seorang ayah dan nenek" ucapku berusaha menenangkan."Terimakasih sudah mengadopsi ku ayah" jelasnya.

Hatiku terhentak seketika saat Brayden memanggilku dengan sebutan ayah. Mataku berlinang air mata, sudah lama sekali aku tidak mendengar seseorang memanggil ku dengan sebutan ayah lagi, terakhir kali semenjak Luis masih hidup. Ibu juga terlihat menangis di pelukan Emma saat mendengar Brayden memanggilku dengan sebutan ayah.

Aku tersenyum."Terimakasih sudah memanggil ku dengan sebutan itu" ucapku melepas pelukannya sambil menghapus air mata Brayden yang mengalir di pipinya.

Brayden hanya tersenyum dan mengangguk."Mari jagoan, ayah akan tunjukkan kamarmu" ajakku. Brayden hanya menganggukkan kepalanya.

"Ayah menantangmu Brayden, jika kamu bisa tiba di depan pintu lebih dulu, ayah akan membelikan semua peralatan melukis dan meletakkannya di kamarmu".

"Ayah serius?".

"Iya, kita akan membeli nya besok".

"1....2....3... lariii" teriakku.

"Ayah curang lari lebih dulu" teriaknya.

Kami berdua berlari kearah pintu, dia terlihat sangat berusaha keras berlari menuju pintu. Walaupun jika aku mengeluarkan seluruh tenagaku, aku yang akan berada di depan pintu itu lebih dulu. Namun, Brayden begitu mengerahkan seluruh kekuatan nya untuk berlari kedepan pintu, supaya mendapatkan hadiah yang kujanjikan padanya.

"Hati-hati Brayden" ucap ibu."Ayo Brayden, kalahkan ayahmu. Kamu pasti bisa" teriak paman menyemangati.

Aku sengaja terjatuh."Aduuuh" ucapku."Ayo Brayden, kau pasti bisa" teriak paman.

"Yey, aku menang ayah. Aku lebih dulu sampai didepan pintu".

"Itu curang. Kamu menang karena ayah terjatuh" ucapku mengelak."Janji tetaplah janji yah, ayah tidak boleh mengingkari janji yang sudah ayah buat" tegasnya.

"Paman setuju denganmu Brayden, janji tetaplah janji. Dan kamu Steven, harus mengabulkan janjimu pada anakmu".

"Terimakasih paman" sahut Brayden.

Aku tersenyum kearahnya dan ku menganggukkan kepalaku sebagai tanda bahwa aku akan menepati janjiku padanya. Aku menghampirinya dan menggiringnya masuk kedalam rumah, dan mengajak Brayden melihat seisi rumah barunya.

"Ini dia kamarmu, kau menyukainya?. Dimana ada jendela yang tepat menghadap ke luar sesuai keinginanmu" ucapku.

Brayden melangkah memasuki kamar Luis, dimana raut wajahnya terlihat senang dengan kamar barunya. Sesekali dia melihatku dan tersenyum bahagia, lepas itu dia kembali melihat seisi kamar.

"Siapa anak laki-laki ini yah?" ucap Brayden dimana langkahnya terhenti saat melihat foto Luis diatas meja."Dia adalah anakku, dia tampan bukan?. Dia sangat mirip sekali denganmu" balasku.

"Apakah dia sudah?" ucap Brayden terhenti. Aku menganggukkan kepalaku yang berarti benar akan apa yang dia ucapkan.

"Dia anak yang beruntung jikalau dia masih hidup, bisa mempunyai ayah, paman dan nenek yang baik".

"Sekarang Luis adalah Brayden, yang berarti kamu adalah Luis kedua bagiku" jelasku."Dan selamat datang di keluarga kami, ayahmu ini akan membuka lembaran baru dalam hidupnya begitupun denganmu Brayden" ucap ibu sambil mengelus bahu kananku.

Brayden berlari ke arahku dan langsung memelukku erat. Aku memeluknya kembali dan mengelus punggung belakangnya, dimana mataku seketika menatap foto Luis yang berada diatas meja. Aku hanya bisa berharap apa yang kami lakukan ini dapat membuat nya tersenyum diatas sana bukan sebaliknya. Tiba-tiba ibu ikut memelukku diikuti paman dari belakang, aku seakan merasa kebahagaian yang dulu sempat sirna dari kehidupanku dulu, kini muncul dan datang kembali menghampiriku.

Malamnya kami menghabiskan waktu bersama-sama melihat kelap-kelip lampu kota dari atas bukit. Emma dan ibu sudah mempersiapkan segala sesuatunya sejak petang tadi, mereka berdua memasak makanan di dapur, paman dan aku sibuk memotong kayu untuk membuat ayunan di halaman depan rumah, sedangkan Brayden berdiam diri didalam kamar sibuk mengerjakan sesuatu.

"Kau menyukai pemandangannya?" ucap paman."Iya paman, ini adalah pertama kalinya seseorang mengajakku keluar dari panti sialan itu".

"Hey!, ayah tidak suka kau berbicara dengan bahasa seperti itu" tegasku."Dia sudah lama di panti asuhan itu, mungkin dia terpengaruh. Dia hanya perlu waktu untuk merubah sifatnya" jelas Emma sambil memberikan sepotong roti tawar pada Brayden.

"Maaf yah, tapi aku sangat membenci panti asuhan itu. Mereka selalu mengucilkan ku, mengejekku, dan mereka pernah membuat kakiku patah".

"Kenapa mereka sekejam itu?" tanya ibu."Apa penjaga itu tidak melihat kejadian itu?" tanya paman kembali.

"Penjaga itu selalu menyalahkan ku atas segala kejadian yang terjadi, nantinya aku akan dimasukkan ke ruangan penghukuman yang sangat gelap" jelasnya.

"Itu sudah keterlaluan, bisa-bisa semua anak di panti itu diperlukan seperti itu" ucapku emosi."Apa yang akan kau lakukan Steven?, kau mau melaporkan panti asuhan itu ke polisi?" balas paman.

"Iya paman, aku tidak akan tinggal diam" tegasku."Bagaimana dengan anak-anak lainnya?".

"Mereka lebih baik dipindahkan ke panti asuhan yang lebih beradab" jawabku."Aku hanya tidak mau teman-teman ku yang berada di panti asuhan itu, mendapat perlakuan yang sama sepertiku ayah" ucap Brayden memotong pembicaraan.

"Ibu setuju dengan Brayden" sahut ibu.

Aku menatap Brayden, dia memandang ku seolah-olah aku harus segera menghubungi polisi atas kejadian ini. Malam semakin larut dan terasa semakin dingin, kami dalam perjalanan pulang kerumah. Sesampainya di rumah, ibu dan paman tidak tidur bersama kami dirumah. Paman dan ibu langsung pamit pulang ke rumah mereka, tinggal aku, Brayden dan Emma yang berada dirumah.

"Kau butuh istirahat untuk menjalani hari esok" ucapku sambil menyelimuti Brayden."Baik yah, tapi yah" balas Brayden sambil memegang erat tangan kananku.

"Kenapa?".

"Tidak apa-apa yah".

"Kamu yakin?".

"Yakin, selamat malam ayah" ucap Brayden tersenyum."Baiklah selamat malam jagoan" ucapku sambil mencium keningnya.

Aku mengambil langkah keluar dari kamar, dan aku mematikan sekring lampu kamarnya. Mataku tertuju pada bayangan hitam dan tinggi tepat disamping ranjang tidur Brayden sedang membungkuk menatap wajah Brayden sangat dekat. Sontak, aku langsung menekan kembali sekring lampu kamar dan tidak melihat sama sekali bayangan hitam dan tinggi itu berada disamping Brayden lagi.

"Ada apa yah?" tanya Brayden dengan tatapan silau.

Aku terdiam sesaat, sekujur tubuhku terasa dingin. Apa yang pernah terjadi sebelumnya kini kembali terjadi lagi. Aku tidak menjawab ucapan Brayden, aku kembali mematikan sekring lampu kamar untuk memastikan bayangan hitam itu sudah menghilang. Namun saat aku mematikan sekring lampu itu, bayangan itu kini menatap ke arahku, dan aku kembali menghidupkan lampu, dan aku tetap tidak melihatnya. Aku mencoba kembali mematikan sekring lampu, bayangan itu semakin lama semakin dekat ke arahku.

"Ayah, ada apa?" tanya Brayden kembali.

Aku kembali menghiraukan  perkataan  Brayden, aku tetap mematikan dan menghidupkan lampu itu berkali-kali sampai bayangan itu tinggal selangkah lagi dihadapan ku. Jantungku berdebar kencang dan bulu kudukku berdiri, namun pikiranku tetap ingin melihat jelas bayangan hitam itu. Aku mencoba memberanikan diri untuk mematikan sekring lampu itu kembali.

"Kleeekk" bunyi sekring lampu ditekan.

"Pergi!. Dia milikku" teriak Brayden.

Aku terkejut ketika mendengar teriakan Brayden, tubuhku serasa kaku, jantungku berdetak cepat. Aku kembali menekan sekring lampu, dan alangkah terkejutnya aku dimana aku tidak menemukan Brayden di dalam kamar.

"Brayden....Brayden" teriakku memanggil ketakutan.

"Steven, ada apa?. Kenapa kau berteriak" tanya Emma terkejut tiba-tiba menghampiriku."Brayden, tiba-tiba dia tidak ada didalam kamar, saat aku melihat bayangan hitam" ucapku terhenti.

"Ayah ada apa?, kenapa kau memanggilku dengan berteriak" sahut Brayden tiba-tiba dari luar."Oh ya Tuhan, disini kau rupanya Brayden".

"Bagaimana bisa kau berada diluar?, bukannya ayah sedang menidurkan mu tadi?" tanyaku kembali kebingungan."Tidak yah, aku sedang di toilet tadi" jelas Brayden.

"Steven, ada apa?. Kau membuat seluruh orang dirumah ini ketakutan" tanya Emma lagi."Tidak apa-apa Em, semua baik-baik saja. Aku pikir aku sedang berhalusinasi, mungkin karena aku kecapean" jawabku berusaha menormalkan kembali suasana.

"Baiklah, jika kau sudah siap menceritakannya, aku akan mendengarkan nya" ucap Emma berusaha meyakinkanku."Tidak ada yang ingin perlu di ceritakan, aku hanya berhalusinasi" ucapku menenangkan.

Pikiranku betul-betul terguncang kembali, apa yang dulu pernah terjadi sebelumnya dirumah ini kini terjadi lagi. Aku kembali menidurkan Brayden di ranjangnya dan menyelimuti tubuhnya. Aku tetap berada disampingnya sampai dia tertidur pulas, supaya memastikan Brayden baik-baik saja. Untuk kali ini, Brayden yang terpenting dalam hidupku.

~~

Hallo...  Halloo Hai pembaca Dad Who Is He??? ??. Wahhhhh, sudah publish cerita terbaru. Dua hari lagi akan publish part IX berikutnya yaa. Mimin akan publish part terbarunya setiap dua kali sehari, yeaaaay????

Maafin mimin yee hehe, mimin selama ini sedang membuat cerita terbaru yang akan segera publish.. bisa ditunggu ya.. stay tune terus yee.

Note : Thank you so much buat kalian yang senang membaca novel "Dad Who Is He ??" ini dan sudah menambahkan cerita ini ke reading list kalian di .

#salamhangat

support Mimin selalu?? tumpahkan di kolom komentar ya. *Comment Down Bellow*??.  So, jika banyak yang suka ceritanya, mimin janji akan teruskan kelanjutan ceritanya??.

Dukungan kalian sangat berarti buat Mimin^^/

Stay tune guyss
Love y All

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience