Setelah kurang lebih seminggu Rina mau pun ayah di katakan sudah sehat, ayah mungkin agak lama , karena stroke penyembuhan nya agak lama, sedang kan istri ku Rina keguguran, sebenarnya dokter telah memperbolehkannya untuk pulang, hanya saja aku ingin istri ku benar benar sehat bugar baru pulang. Tentu saja aku hanya tak ingin dia drop lagi, saat harus berhadapan dengan ibu yang zolim kepada nya.
Sebaiknya aku cari rumah kontrakan yang jauh dari ibu, agar ibu berhenti memiliki Rina, biar lah rumah sepetak saja, biar kecil yang penting penghuni nya adem tentram dan damai. Daripada tinggal di rumah ibu , rumah besar tapi istri ku selalu makan hati.
"Sayang hari ini kita pulang ya , tapi kita tidak pulang ke rumah ibu, kita ngontrak rumah sepetak ,kamu gak apa kan , kalau kita tinggal di rumah sepetak ? ", Tanya ku pada Rina.
Ku liat raut muka nya bersinar, mendengar penjelasan ku.
" Tentu aku sangat bahagia sekarang , walaupun tinggal di rumah sepetak, asal kan kita bersama bang," balas Rina lalu memeluk ku.
" Terimakasih bang, telah mengabulkan keinginan ku untuk menjauh dari keluarga mu", ucap Rina bergetar, dari cara bicara nya, ada troma yang dalam yang di rasakan Rina saat serumah dengan ibu.
" Kamu jangan khawatir, ibu gak mungkin menyakiti kamu lagi sayang", ucapku sambil memeluk nya. Wanita di samping ku ini, dulu saat ku persunting tubuh sintal padat berisi, setelah berumah tangga dengan ku , tubuh nya jadi kurus, wajah nya kusam mungkin karena kurang perawatan dan beban pikiran. Sungguh aku merasa berdosa pada nya. Ternyata aku belum bisa menjadi suami yang baik untuk nya.
" Ayah bagaimana keadaan nya bang ? ", Tanya Rina.
"Oh ayah sudah sehat juga, besok sudah pulang ", jelas Rinto sedikit berbohong, Rinto hanya tidak ingin Rina khawatir, karena Rinto tau Rina sayang kepada ayah, karena di rumah hanya ayah yang selalu membela Rina di saat Rina mendapat makian dari ibu.
"Oh syukurlah", ucap Rina dengan tersenyum
" Rina ingin menjenguk nya bang", pinta Rina kemudian, tentu hal ini tak kan ku benar kan , karena ayah walaupun sudah di perbolehkan pulang, namun ayah tidak bisa berjalan dan bergerak.
"Jangan sayang, di sana ada ibu dan Lastri, aku khawatir mereka akan menyerangmu kembali, kamu tau kan sifat ibu itu gimana", terang ku pada Rina.
" Iya lah bang kalau seperti itu, aku juga lagi malas ketemu sama ibu, rasanya masih troma saat ibu membabi buta menganiaya ku", jelas Rina tampak sedih.
" Entah dosa apa yang telah ku perbuat, sehingga ibu selalu memandangku sebagai musuhnya", ucap Rina dengan lemah.
" Abang ada uang untuk ngontrak rumah ", tanya Rina kembali.
" Adalah sedikit, kan bayar nya perbulan", terang ku.
" Terus yang bayar rumah sakit Rina siapa", tanya Rina Kem.
" Ya ibu lah, kan ibu yang membuat kamu celaka", jelasku kembali.
" Kenapa ibu mau ?", Tanya Rina kembali.
"Abang paksa lah, Abang ancam akan melaporkan ke kepolisian jika tidak mau membayar biaya RS", jelasku kembali.
" Oh seperti itu, terimakasih bang telah merawat Rina selama sakit dan membela Rina ", jelas Rina lemah.
" Sudah lah sekarang sebaiknya kita segera pulang ke rumah kontrakan kita", ajak ku pada Rina.
POV Atikah
Apa apaan bang Rusdi memberi uang pada orang tua nya sampai 7 juta ?
Enak sekali dia menarik uang sampai sebegitu besar, dia apa gak ingat berapa susah nya cari uang hhhh, lebih baik sekarang aku kerumah ibu, akan ku minta agar uang itu di kembali kan. Lagian ibu kan punya uang pesangon, punya emas, punya tanah, kenapa gak di jual aja tuk keperluan berobat ayah, ini bisa nya hanya merongrong anak anak nya, aku tidak akan rela ya. Ku pacu motor ku menuju arah rumah mertua ku, setelah kurang lebih 20 menit sampai lah aku ke rumah mertua yang megah.
" Tok tok tok
Tok tok tok", Atikah mengetuk pintu.
Kemana ini orang nya, kok sepi, lebih baik aku masuk aja, kucoba buka slot pintu , oh ternyata tidak di kunci.
"Spada spada", masih tidak ada sahutan, beberapa saat kemudian baru muncul ibu keluar dari arah dapur.
" Oh kamu Atikah", ucap ibu.
" Ada perlu apa kesini", tumben Atikah kerumah , masih pagi pula.
" Ibu...aku ke sini minta balikin uang yang ibu pinta dari suami ku, bisa bisa nya ibu memeras suami ku hhh", ucap Atikah dengan marah.
" Hei Atikah, suami mu itu adalah anakku, apakah kau lupa itu hhhh", terlihat ibu terpancing emosi atas perkataan Atikah.
"Tapi sekarang dia adalah suami ku, dia hanya bertanggung jawab pada anak dan istri nya, bukan orang tua nya", teriak Atikah kembali.
" Hei ....kamu lupa ya...anak laki laki walaupun sudah berkeluarga tetap harus bertanggung jawab pada kedua orang tua nya, uang anak adalah uang orang tua", balas ibu Ida gak mau kalah dalam berdebat.
" Tapi uang itu adalah hasil jerih payah kami berdua, bukanlah warisan dari ibu, aku tidak rela jika harus berbagi dengan ibu, saat kami minum bantuan kepada ibu ingin buka usaha, apakah ketika itu ibu mau membangun , tidak kan, malah ibu mengatakan kalian kalau sudah berkeluarga harus mandiri, jangan berharap pada orang tua, saat kami kesusuhan beli susu untuk cucu mu, ibu pun tidak perduli, kenapa sekarang aku harus membiarkan suami ku membantu mu haaaa!!!!", Teriak Atiqah kembali, aku teringat saat kami ingin buka usaha buka kios, saat ingin membayar sewa kios aja gak punya uang, jadi berisiatip minjam kepada ibu, bukan nya memberi pinjaman tapi malah mengatain aku.
" Maka nya Rusdi ,cari bini anak orang kaya, ini sudah jelek miskin pula, kenapa gak ceraikan saja dia, cari yang lebih cantik dan kaya" begitu lah kata ibu ketika itu.
Aku sadar aku gak cantik dan bukan juga anak orang kaya, tapi kami menikah karena saling mencintai. Qadarullah kata kata itu jadi cambuk tuk aku dan juga bang Rusdi tuk bangkit dan mandiri, tanpa harus minta bantuan siapapun. Akhirnya kami jualan lauk pauk keliling dari gang ke gang. Walaupun dengan susah payah kami jalani dengan demi mencukupi kehidupan sehari hari. Saat aku punya anak pertama, anak ku sufor, bukan nya aku gak mau memberinya asi, tapi ntah kenapa asi ku gak ada. Saat itu kami di uji kembali, kami gak mampu mencukupi sufor anakku, lagi lagi ,kami minta bantuan ibu, bukan bantuan yang di berikan, tapi malah Hinaan yang di lontarkan ibu. " Sudah tau hidup susah, belagu ngasih anak sufor, kenapa gak asi", sudah di jelaskan gak bisa asi malah di katainnya balik. " Karena kamu gak telaten memberikan nya, atau mungkin kamu ini memang gak pantas jadi ibu, sehingga asi saja gak mau keluar dari tetek mu hhhh", kata ibu kala itu, hati menantu mana yang gak sakit hati. Aku bukan malaikat yang terlalu mudah untuk memaafkan.
" Dasar menantu durhaka", teriak ibu kembali.
" Aku mau uang 7 juta di kembali kan, jika tidak maka seisi rumah ini akan ku Ambi ,lalu ku jual teriak ku tak kalah sengit nya.
" Jual aja kalau kau punya nyali", balas ibu Ida tanpa rasa takut sedikitpun, karena ibu yakin itu hanya gertakan sambal menantu nya.
" Baik kalau begitu ", jawab si Atikah kembali.
" Jangan salahkan aku kalau semua isi rumah ini kelak akan kosong", ucap Atikah memberi peringatan kembali.
" Sebaiknya ibu jual perhatian ibu, tuk bayar uang 7 itu, biar ibu gak malu rumah nya gak ada isi, pasti akan jadi cibiran tetangga", ucap Atikah kembali memberi peringatan.
" Bukan aku yang malu, tapi kamu, seorang menantu menyita perabotan mertua karena harus membayar hutang pada sang menantu demi pengobatan mertua nya ", balas ibu kembang sambil teriak.
Atikah mulai berpikir, iya juga, apa kata tetangga kalau mereka tau, pasti aku di kira menantu yang zolim. Apalagi itu uang 7 juta tuk perawatan ayah, bukan kah selama ini ayah orang yang baik, beliau selalu membela ku, walaupun kalah oleh istri nya sendiri. Ayah mertua ku orang yang lemah, seorang suami yang tidak mampu mendidik istri nya. Segala sesuatu adalah keputusan istri yang akan selalu di ikut , walaupun sebenarnya tidak setuju.
"Kenapa kamu terdiam hhhh Atikah, sadar kamu ...apa kamu siap di bully jadi menantu durhaka satu komplek ini, karena menyita perabot mertua", ucap Bu Ida kembali, Bu Ida tau pasti menantu nya sedang berpikir ulang untuk menyita perabot rumah tangga nya.
" Baiklah sekarang Dewi Fortuna sekarang masih di sebelah ibu, lain kali takkan ku biarkan ibu merongrong keuangan keluarga ku kembali", ucap Atikah, lebih baik aku pulang saja, nanti akan ku pikir kan bagaimana cara nya agar ibu membayar uang 7 juta itu padaku, yang pasti nya aku gak akan menarik perabot di rumah nya.
POV Bu Ida
Dasar menantu gak punya akhlak, baru kaya sedikit sudah belagu, padahal dulu kismin , berkat menikah dengan anakku dia kaya. Karena anakku pandai cari cuan. Firasat seorang ibu tidak pernah salah, makanya dulu aku gak setuju Rusli menikah dengan Atikah, selain anak orang kismin jelek pula, eeh setelah kaya belagu pula. Sombongnya minta ampun, semoga Rusli dapat istri baru. Dulu aja Rusdi gak pantas ama dia , apalagi sekarang Rusli sudah kaya, tambah tidak pantas.
Akan ku Carikan Rusli calon istri, tentu yang lebih cantik dan kaya.
POV Rina
Setelah beberapa minggu tinggal di rumah kontrakan, belum pernah sekalipun kami bertamu ke rumah mertua, rasanya ingin sekali melihat keadaan ayah , apakah sekarang sudah sehat. Aku menunggu bang Rinto tuk mengajak ku ke sana, tapi hari berlalu hari tidak juga pernah bang Rinto mengajak ku. Lebih baik aku saja yang mengajaknya.
" Bang kopi nya di minum", ucapku Rina pada Rinto.
" Iya , terimakasih ", balas Rinto lalu menyeruput kopi buatan istri nya.
" Bang ada sesuatu yang ingin Rina sampai kan pada Abang", tanya Rina pada Rinto.
" Iya , ada apa Rin ", jawab Rinto singkat.
" Bang sudah beberapa minggu kita tinggal di sini, kita belum pernah menjenguk ayah, aku ingin tau keadaan nya, apakah sudah sehat", ujar Rina pada Rinto. Rinto diam aja mendengar nya seperti ada sesuatu yang di pikirkan nya.
" Bang...ayo lah ,kita jenguk ayah, aku gak mau ntar Abang di bilang anak yang durhaka, dan aku menantu yang pasti penyebab Abang menjadi anak durhaka", jelas Rina kembali.
"Abang malas ke sana Rin, malas ketemu ibu, nanti dia malah merecoki kebahagiaan kita kembali, ada aja ulah nya tuk membuat kita sengsara, ayah pasti mengerti juga, kalau kita gak datang menjenguk nya", jelas Rinto pada Rina.
" Gak juga harus seperti itu kali bang dendamnya, kita abaikan saja kata kata ibu kalau menyakiti hati kita, aku sudah biasa kok bang", jelas ku kembali.
" Malas ah Rin", lalu Rinto terdiam seperti memikirkan sesuatu.
" Kamu belum tau ya , saat kita pindah ke sini ,aku tidak memberitahu sesiapapun. Aku membawa barang barang ini saat semua nya tidak ada di rumah, minggatlah gitu, bahasa kerennya", jelas Rinto dengan cengengesan.
" Kenapa juga harus minggat bang, kenapa gak izin dulu, iiih mau jadi durhaka ya", ledek Rina.
"Mau gimana lagi, aku malas ntar yang ada pindah nya dengan penuh drama, ntar di kata kata in, yang ada malah sakit hati, kayak kamu gak kenal aja dengan mulut ibu ", jelas bang Rinto.
" Jadi kapan ni kita jenguk ayah", rengek Rina pada Rinto.
" Ntar nanti aku pikirkan kapan waktu yang tepat, emang sayang sudah siap mental ke sana", goda Rinto pada istri nya.
" Siap lahir dan batin" kata Rina menjawab pertanyaan Rinto.
Semenjak ngontrak aku mulai merasakan ketenangan, karena tidak ada yang mengatur dan mengusik kami. Benar kata orang kalau sudah menikah ,maka sebaiknya memisahkan diri dari orang tua, wallpaper ngontrak rumah sepetak.
Tapi akhir akhir ini aku kepikiran ayah, apa kah beliau sehat ?
Atau masih sakit, karena walaupun gimana dia adalah mertua ku, yang selama ini ku hormati.
Beberapa kemudian
"Sayang..
Hari ini kita jenguk ayah ya, mumpung gak ada kerjaan", tanya Rinto pada Rina.
" Oh... iya
Tapi sebelum kesana kita kepasar dulu , cari buah buahan tuk kesana", balas Rina.
"Ok...", balas Rinto
Tepat jam satu siang kami nyampai di rumah mertua.
"Assalamualaikum
Assalamualaikum
Assalamualaikum"
Tidak ada jawaban dari dalam, tapi pintu terbuka, lalu aku dan bang Rinto masuk ke dalam rumah.
Alangkah terkejutnya kami , karena rumah berantakan sekali, kami masuk ke dalam, tv, salon, kursi , kulkas bahkan kursi juga hilang. Kamar juga terbuka semua nya, lemari isi nya berserakan. Aku dan Bang Rinto begitu terkejut melihat pembayaran seperti ini, lama tidak bertamu ke rumah mertua malah harus menyaksikan perampokan serakah seperti ini. Lalu aku dan bang Rinto masuk ke kamar ibu. Baru juga masuk ke kamar mencium aroma yang menusuk, ternyata ayah buang hajat di tempat tidur. Selain itu lemari ibu juga di acak acak oleh pencuri, pasti mencari barang berharga.
" Ayah ... kemana ibu dan lainnya ", tanya ku pada ayah.
" Mereka pergi piknik ke taman hiburan", ucap ayah pelan , dengan berurai air mata.
" Sejak kapan mereka pergi ", tanya bang Rinto.
" Sejak pagi pagi sekali", jawab ayah kembali.
" Kok tega sekali mereka pada ayah , meninggal kan ayah sendirian di rumah", ucap Rinto geram.
" Kapan kerampokannya ayah ? ", Tanya ku balik.
" Sekitar jam 10 ", jelas ayah, tentu saja ayah tau karena di kamar ini ada jam dinding.
"Sudah lah bang nanti lagi bertanya intograsi ayah, lebih baik Abang bersihkan ayah dulu" ucapku mengingat kan , agar segera membersihkan ayah.
Lalu aku dan Bang Rinto menaikkan ayah ke kursi roda , untuk membersihkannya ayah.
Ya Allah pilu hati ini, melihat keadaan ayah, kenapa bisa jadi begini ?
" Tapi masih bersyukur walaupun ayah gak bisa jalan, tapi bicara masih lancar.
", Setelah beberapa saat selesai lah tugas kami memberatkan ayah, lalu membiarkan nya tetap di kursi roda.
" Apa ayah sudah makan", tanya ku pelan.
" Belum", ucap ayah singkat, lalu aku berlalu pergi ke dapur, namun setelah mengarah ke dapur Magicom aja gak ada di maling tadi pagi, kulkas juga gak ada, sampai kompor gas beserta tabung nya juga gak ada.
" Astagfirullah...tega amat ini maling, benar benar kejam ", Rina mengurutu sendiri. Akhirnya Rina kembali ke kamar.
" Bang seperti nya Abang harus keluar tuk beli nasi bungkus untuk ayah", ucapku pelan.
" Kenapa gak masak aja Rin", balas Rinto.
" Lebih baik kita ngobrol di luar aja ", bisik Rina pada Rinto,dan akhirnya Rinto pun akhirnya keluar bersama Rina dari kamar.
" Ada apa sih Rin, sampai ngajak Abang keluar ", kata Rinto depan nada penuh tanda tanya.
" Abang ,aku gak bisa masak di rumah ini, semua perabotan di maling , termasuk kompor gas juga" , jelas Rina pada suami nya.
" Astagfirullah ....sadis sekali mereka merampoknya" kata Rinto.
" Sudah sana cepat beli nasi bungkus, ayah pasti sudah lapar", perintah Rina pada Rinto, akhirnya Rinto pergi membeli nasi bungkus untuk ayah saja.
Beberapa saat kemudian.
Ayah makan begitu lahap, mungkin karena hari sudah siang, makan nya masih bisa sendiri, walaupun pelan.
" Abang lebih baik lapor pak RT kalau rumah ibu kena maling, aku khawatir nanti kita yang di tuduh maling rumah ini", perintah Rina pada Rinto.
" Baik Rin, hampir aja aku lupa kalau ibu selalu berpikir negatif kepada kita berdua", timpal Rinto kembali.
Beberapa saat kembali.
"Rin .. rumah pak RT kosong, seperti nya sedang bepergian", jelas Rinto pada Rina.
" Jadi bagaimana ini, lebih baik Abang kasih tau tetangga sebelah saja kalau di sini telah terjadi perampokan. Setidaknya ada yang tau bang, mungkin mereka melihat aksi perompak saat melakukan aksinya di rumah ini.
" Baiklah...", Kata bang Rinto.
Beberapa saat kemudian, masuk lah mbak Rita ke kamar bersama Rinto.
" Tadi memang aku melihat truk berhenti di depan rumah ini, tapi aku tidak curiga kalau itu rampok. Jadi aku lanjutkan aktivitas ku seperti biasa, pergi ke pasar Belanda. Setelah pulang dari belanja tau tau aku liat truck nya sudah penuh muatan perabot.
Aku sempat bertanya pada salah satu dari mereka, itu kenapa perabot nya di bawa mas, lalu ada yang lain menjawab tuan rumah mau pindahan", jawabnya singkat. Lalu aku berlalu masuk ke rumah. Aku tak mengira kalau mereka merampok rumah ini", jelas mbak Rita menceritakan panjang lebar.
" Terus ibu Ida dan lain nya kemana sekarang ? Kenapa gak keliatan ya. ", Tanya mbak Rita kembali.
"Mereka pergi taman hiburan ", jawab Rina.
" Kasian sekali ya, pulang pulang rumah sudah kosong melompong", balas mbak Rita kembali.
Lalu suasana hening kembali.
"Sekarang lagi musim orang maling pakai truk, incaran nya rumah kosong, ntah dari mana mereka dapat informasi rumah sedang di tinggalkan tuan rumah, seperti nya mereka punya jaringan yang luas, anak petugas mata mata kali ya, kemaren di gang sebelah juga kemalingan seperti ini. Tetangga pikir mau pindah juga, tadi aku pikir Bu Ida dan keluarga juga mau pindah", jelas mbak Rita.
Setelah ngalor ngidul sama mbak Rita akhirnya mbak Rita pamit pulang.
" Bang kita bagaimana ini, apakah kita pulang sekarang ayah juga sudah tidur", tanya Rina pada Rinto.
" Jangan lah, kita tunggu ibu, apalagi rumah habis kemalingan, ntar di kira nya kita yang maling lagi", jelas Rinto pada Rina.
"Aku malah takut ketemu ibu bang, ntar di kira nya kita yang maling , takut nya malah marah membabi buta lagi", jelas Rina.
" Tenang saja ,kan ada aku yang akan melindungi mu, takkan berani ibu macam macam padamu", jelas Rinto.
Tidak lama kemudian tiba tiba ada yang masuk ke dalam rumah. Kami Rina dah Rinto sedang lagi di posisi di kamar ayah, sambil ngobrol mijitin ayah.
Di luar kamar.
" Ya ampun ....
Ini kenapa rumah jadi begini, semuanya hilang", terdengar suara ibu.
" Ini kenapa rumah kita Bu, kemalingan ya", teriak Lastri seperti histeris, kalau sadar rumah nya kemalingan.
" Iya ini rumah kita di rampok Bu", terdengar suara Rizal.
" Tapi aku liat di depan ada sepeda motor Rinto Bu" jelas Lastri.
Lalu kami pun buru buru keluar dari kamar ayah.
" Oh ada kalian di sini, kalian ya yang merampok rumah ibu ", tuduh ibu sekena nya, walaupun dia tau tidak mungkin kami yang melakukan nya.
" Masih dendam kamu Rin sama ibu sampai rumah ini di rampok", jelas ibu lagi.
" Ibu !!!!
Jangan menuduh sembarangan, apalagi nuduh tanpa bukti, lagian kenapa ibu dan lainnya tega sekali meninggal kan ayah sendiri dalam keadaan tak berdaya hhhh", teriak Rinto dengan emosi pada ibu nya.
Tak di hiraukan nya kemarahan Rinto pada nya lalu berjalan masuk ke dalam kamar. Beberapa saat kemudian, terdengar suara ibu memekik.
"Emas ku , perhiasan ku, uang ku, semua di bawa maling", pekik ibu dari dalam kamar.
Kami pun langsung berlari ke kamar ibu. Seketika ibu pingsan , mungkin karena syok perhiasan dan uang nya habis di gondol maling.
Lalu Lastri pun keluar dari kamar ibu.
Tiba tiba terdengar juga pekikan suara Lastri.
" Laptopku hilang, padahal skripsi ku sudah selesai , tinggal printer aja, ya ampun aku gak sanggup jika harus membuat ulang", teriak Lastri dengan histeris, terdengar tangis nya segugukan.
Lalu Rina, Rinto dan Rizal memantau keadaan Lastri. Lastri terduduk lesu di tepi spring bed nya, sambil segugukan menangis.
" Jika tadi aku gak pergi ke taman hiburan, pasti laptop mu gak hilang", racau Lastri sambil segugukan menangis.
" Dengan susah payah aku menyusun skripsi ku, kalau begini kapan aku selesai kuliah nya" racau nya kembali sambil terus menangis, seperti anak kecil yang tidak di belikan mainan oleh ibu nya.
" Sudah lah kak Lastri, nanti tinggal di buat lagi ", kata Rizal , mungkin maksudnya menghibur saudara nya, namun Lastri malah tidak karuan pada Rizal.
" Kamu mana mengerti skripsi, kamu SMP aja gak gak tamat, memang nya mudah buat skripsi hhhh", pekik Lastri pada Rizal, sambil jari nya menunjuk nunjuk wajah Rizal.
Rina gak berani buka suara takut salah bicara, ambil jurus aman , yaitu diam.
Lalu Rina pergi ke dapur mengambil air putih untuk Lastri, mungkin setelah minum air putih Lastri sedikit tenang, itu yang ada di pikiran Rina.
" Ini Lastri, di minum dulu air putih nya, biar kamu tenang" ucap Rina sambil menyodorkan air putih ke Lastri. Bukan nya berterimakasih, Lastri malah melempar gelas itu ke ubin, tentu saja gelas kaca itu pecah berderai kemana mana.
" Aku tidak butuh simpati mu, pasti kamu mentertawakan ku karena kesialan ku hari ini hhhh", ucap Lastri sambil melamparkan gelas kaca tersebut.
" Sudah lah Rin, lebih baik Lastri sendiri saja, tidak baik kita di sini berlama lama, yang ada malah kelak jadi sasaran kemarahan nya", bisik Rinto pada Rina.
Akhirnya semua Rina ,Rinto dan Rizal keluar dari kamar Lastri.
" Coba kamu cek kamarmu, mungkin ada juga juga hilang", kata bang Rinto.
" Baik bang Rinto", lalu Rizal masuk ke kamar nya.
Tidak seperti yang lain Rizal keluar dari kamar nya hanya terdiam.
" Ade yang hilang zal", tanya Rinto.
" Ada bang Rinto, gitar kesayangan ku", terlihat wajah nya murung.
" Jadi kita gimana ni, tanya Rina, apakah harus lapor ke polisi", tanya Rina.
" Iya...kita sebaiknya lapor polisi saja, ini sudah kasus perampokan ", jawab Rinto.
" Aku setuju, sebaiknya kita sekarang buat laporan", kata Rina.
" Aku dan Rizal kekantor polisi, kamu di rumah aja, menemani ibu dan Lastri", kata Rinto.
" Justru itu yang aku takutkan bang, aku takut jika harus dekat dengan ibu, aku masih trouma bang", ucap Rina pelan.
" Baik lah kalau begitu, sebaiknya kita pergi bertiga saja, tapi sebelum kita buat laporan kita minta pertolongan tetangga untuk melihat keadaan ibu , Lastri dan ayah", jelas Rinto, lalu Rina dan Rizal mengangguk tanda setuju.
" Sebelum berangkat , aku kamar ibu dulu, karena tadi ibu tergolek di lantai, lebih baik kita angkat ibu ke kasur dulu sebelum meninggal kan nya ", jelas Rina.
"Jangan !!!
Biar saja tetap di lantai, khawatir ibu sadar ntar malah ngamuk ngamuk, jadi penghalang kita tuk buat laporan", jelas Rizal.
Ternyata ayah sudah bangun tapi hanya terdiam tanpa bicara.
" Ayah kami permisi dulu mau buat laporan ke kantor polisi ", jelas Rinto pada ayah.
Ayah hanya mengangguk.
Akhirnya kami bertiga ke kantor polisi ingin membuat laporan perampokan.
Sebelum pergi Rinto minta bantuan tetangga tuk menjaga keadaan ibu. Untung nya tetangga sini pada baik, walaupun sejati nya Rinto jarang bertemu sapa dengan mereka.
Setelah kurang lebih 30 menit perjalanan menuju kantor polisi , sampai lah kami sudah dan siap memberikan laporan perampokan.
Rizal menceritakan kronologi dari awal nyampai ke rumah orang tua nya sampai bertanya menemui Pak RT dan menemui mbak Rita. Cerita mbak Rita juga kami ceritakan di kantor polisi. Semua di tulis tuk di jadikan penyelidikan.
Akhirnya selesai kami membuat laporan , lalu pak polisi mengikuti kami menuju ke rumah.
Ntah apa yang di lakukan pihak kepolisan, semua nya di foto , di simpan...aku pun tidak mengerti. Ah ntah lah biar lah itu menjadi bagian dari kerja mereka, otak ku gak nyampai mikir ke situ bisik ku sendiri.
Ku pantau di kamar, ibu sudah sadar dari pingsannya di temani tetangga yang kami minta Pertolongan tadi, dah bahkan tetangga tetangga lain juga ada, mungkin semua nya ikut bersimpati atas kejadian yang menimpa keluarga mertuaku. Ibu memandang ku , tapi kali ini pandangan nya sayu, tidak ada kemarahan.
Namun aku sebagai menantu yang selalu di musuhi ibu, saat sekarang tidak berani menegurnya, Wak tak keliatan amarah nya, aku hanya khawatir, suara ku hanya akan membangun kan macan yang sedang tidur.
" Ibu Rizal ,kak Rina dan bang Rinto sudah melapor kejadian ini ke pihak berwajib", kata Rinto memecah kesunyian di kamar ibu, yang sejak tadi diam tanpa ada suara, wallpaper di sini banyak tetangga yang datang menjenguk, ibu hanya diam aja mendengar penjelasan Rizal , mungkin Masi syok.
Lalu aku memantau keadaan Lastri ke kamar, ternyata dari tadi Lastri tetap di posisi yang sama, diam seribu bahasa.
" Ayo kita keluar saja Bang, sebaiknya kita jangan mengganggu Lastri", pinta Rina pada bang Rinto.
Akhirnya Rinto dan Rina keluar dari kamar Rina.
" Kenapa bang Arman belum juga datang ya ", gerutu Rizal.
"apa dia gak merasa simpati atas tragedi yang terjadi di rumah ini", ujar Rizal kembali.
Tadi bang Arman sudah kami telpon lewat kiospon.
Beberapa saat kemudian, bang Arman , bang Rusdi , kak Lisa dan kak Kinan datang secara bersamaan. Ternyata mereka ke sini di jemput bang Arman.
Kami hanya saling pandang, tidak tau mau harus ngomong apa.
" Di mana ibu Rinto", tanya bang Arman.
" Di kamar ", jawab Rinto singkat.
Akhirnya saudara bang Rinto masuk ke kamar.
Masyaaallah... Beruntung mertua ku banyak anaknya, jadi saat berduka seperti ini, tentu anaklah yang jadi pelipur lara, bisik ku sendiri dalam hati. Semoga kelak Allah titip kan ke rahim rahim ku zuriat yang banyak, aamiin.
Aku sengaja tidak masuk ke kamar, biar lah ibu dan ayah mertua di hibur anak kandung mereka saja. Aku lalu ke luar, duduk di teras rumah sendirian.
Tidak lama kemudian azan magrib berkumandang, saat nya melaksanakannya sholat Maghrib pikir ku. Tapi aku mau sholat di mana , pakai mukena siapa, mau bertanya pada Lastri gak berani , apalagi mau bertanya pada ibu. Tiba tiba lamunanku di buyarkan oleh mbak Rita.
" Hei ...kok melamun ", ucap mbak Rita sambil tangannya menepuk bahu Rina, yang sontak membuat Rina terkejut.
" Oh mbak Rita", lalu Rina kembali terdiam.
" Apa yang kamu pikirkan Rin", tanya mbak Rita.
" Ini sudah magrib mbak, tapi aku bingung mau sholat di mana", jelas Rina pada mbak Rita.
" Ya ...itu aja bingung, mari sholat di rumah mbak saja ", ajak mbak Rita kepada Rina.
" Benar ni mbak, boleh numpang sholat di rumah nya", ucap Rina bahagia.
" Iya benar lah, malah aku senang ada orang numpang sholat di rumah, pasti kebahagiaan pahalanya", balas mbak Rita sambil tersenyum.
Akhirnya Rina mengikuti Rita kerumah mbak Rita. Walaupun pernah jadi tetangga hampir setahun, tapi Rina baru kali ini masuk ke rumah mbak Rita.
Rumah mbak Rita sederhana, namun semua nya tertata rapi dan bersih. Suami mbak Rita katanya seorang satpam di salah satu bank swasta di kota ini. Sedangkan mbak Rita seorang ibu rumah tangga dengan dua orang anak.
Setelah sholat aku lalu di tawari mbak Rita makan malam di rumah nya. Tentu saja aku tolak secara harus, walaupun mbak Rita sedikit memaksa.
Akhirnya aku pamit kembali kerumah mertua lagi. Aku tidak mau berlama lama di sini, khawatir bang Rinto akan mencari ku.
Bentuk sekali dugaan ku, ternyata bang Rinto mondar mandir di teras, pasti lagi mencari ku.
" Assalamualaikum
Bang ....maaf tadi aku numpang sholat Maghrib di rumah mbak Rita ", jelas ku.
" Oh iya , lain kali kalau mau keluar kasih tau Abang ya ", kata bang Rinto.
" Iya ...maaf bang...
Abang sudah magrib ", tanya Rina kembali.
" Belum ni", balas Rinto singkat.
" Shalat dulu gih ", perintah Rina.
" Saat begini harus lebih dekat kepada Allah, biar tenang", Rina mendadak jadi ustazah.
" Iya...", Balas Rinto.
Lalu berlalu masuk ke dalam rumah, ambil wudhu lalu sholat.
" Rin ..... sebaiknya kamu dan Rinto sebaiknya jangan pulang, kalian menemani ibu di sini", pinta Arman pada Rina.
Lama terdiam Rina mendengar permintaan Arman. Tentu saja Rina keberatan jika harus nginap di sini lagi, karena trouma beberapa minggu yang lalu masih hangat di ingatan Rina.
" Maaf bang Arman, Rina tidak bisa", jawab Rina singkat.
" Abang mohon Rin, kami yang lain, gak bisa nginap di sini, karena ada anak anak di rumah yang gak mungkin bisa di bawa nginap ke sini, mereka kan pada sekolah, hanya kamu dan Rinto yang tidak ada halangan", pinta Arman kembali pada Rina.
" Tidak bang, Rina masuk trouma atas kejadian beberapa minggu yang lalu , Rina khawatir ibu akan mengulangi nya kembali, siapa yang bisa menjamin keselamatan Rina di rumah ini", Rina kembali, Rina berhasil Arman tidak memaksa nya.
Beberapa saat kemudian muncul Rinto mendekat.
" Rinto Abang minta kamu dan Rina nginap di sini, sampai ibu , Lastri kondisi stabil kembali, klu kamu dan istri pulang siapa yang akan merawat ayah", kembali bang Arman meminta Rina dan Rinto menginap di rumah orang tua nya.
Lama Rinto terdiam, lalu melirik kepada istri nya Rina, untuk meminta pendapat. Rina memberi isyarat dengan menggeleng kan kepala.
"Sebentar ya bang Arman, aku bicarakan dengan istri ku dulu, aku gak mau mengambil keputusan sepihak", jelas Rinto pada Arman. Akhirnya Arman mengangguk.
Lalu Rinto menarik tangan Rina ke arah dapur , biar mereka bicarakan berdua dulu sebelum mengambil sebuah keputusan.
" Aku tidak setuju bang ,jika harus tinggal di sini lagi, aku masih trouma bang, aku harap Abang tidak memaksa ku", ucap Rina.
" Iya aku tau kamu trouma, tapi situasi sekarang berbeda Rin ?
Jika kita gak mau tinggal sementara di sini, siapa yang akan mengurus ayah ", jelas Rinto pada Rina dia.
" Tidak bang, Rina gak mau", kalau Abang mau , Abang sendiri yang nginap sendiri, Rina akan pulang ke rumah kontrakan", ucap Rina dengan penuh penekanan, tanda sangat tidak setuju. Rina gak mau lagi di paksa Rinto.
Akhirnya Rina meninggalkan Rinto sendirian di dapur.
"Ternyata hati Rina keras juga ya",ucap bathin Rinto sendiri.
Rina lalu pergi menyendiri di teras rumah mertua nya, terlalu banyak kenangan pahit di sini, rasanya tidak sanggup untuk mengulang nya kembali. Aku sudah nyaman tinggal di rumah sepetak tanpa tekanan dari orang lain. Aku bukan malaikat bang, yang semudah itu melupakan perlakuan ibu mu dan saudara mu padaku, insyaallah aku sudah memaafkan mereka , tapi untuk serumah kembali bersama mereka aku gak bisa bang ( begitu isi hati Rina).
Tapi si satu sisi ntah kenapa tiba tiba ia teringat dengan ayah mertua nya , jika aku gak tinggal di sini siapa yang akan mengurus ayah, sedang kan ibu dan Lastri sekarang seperti sedang kurang akal.
Hati Rina mulai bergejolak antara kasian dan trouma.
Apakah aku akan menjerumuskan suami ku menjadi anak yang durhaka. Ya Allah jadi kan aku orang yang yakin akan bahwa keselamatan seseorang ada di tangan mu. Ya Allah berilah aku petunjuk , apakah aku harus kembali ke sini atau pun tidak. Rasanya antara nolak dan siap sama sama berat.
Ku berjalan menuju arah kamar Lastri, ku pantau keadaan Lastri, masih diam tertunduk, ku pantau keadaan ibu juga hanya terdiam membisu, ku liat ayah mertua hanya tergolek tidak berdaya. Baiklah mungkin saat nya aku berbakti pada keluarga mertu, semoga dengan kebaikan ku membawa pintu pintu keberkahan tuk keluarga kecil ku kelak , aamiin.
" Ku sambangi bang Rinto, yang masih terduduk diam di kursi makan dapur, untung aja kursi makan dapur gak ikut di curi, mungkin keadaan nya sudah usang maka gak di curi.
Ku dekati bang Rinto.
" Bang setelah ku pikirkan aku setuju pindah ke sini, hanya satu pintaku untuk dua atau tiga hari Abang jangan kerja dulu, Abang harus menemani ku di rumah, jujur aku masih belum siap di tinggalkan bersama keluarga Abang", terangku.
Seketika senyum bang Rinto melebar, ku liat ada raut kebahagiaan terpancar di raut muka nya karena aku setuju merawat orang tua nya.
" Terimakasih Rina, akhirnya kamu setuju merawat orang tua ku, aku tidak akan pernah melupakan jasa jasa mu
10
Lalu kami berdua mengabarkan kepada bang Arman dan yang lainnya akan mengurus ayah di sini, sampai situasi membaik kami akan ngontrak lagi.
Wajah saudara saudara bang Rinto berbinar binar tanda bahagia.
Bismillah...
Semoga menjadi ladang pahala itu yang terpikir oleh ku saat ini, bukan kah meraih surga itu tidak lah mudah, penuh perjuangan dan air mata, itu kata kata sendiri untuk menguat kan hati dan menyakinkan keputusan ini.
Malam ini kami pulang ke rumah kontrakan, sambil bekamas untuk pindah ke sini, paling tidak harus pamit dengan yang punya kontrakan dan tetangga sesama ngontrak. Jangan lah sampai pergi tak ada kabar, ntar di bilang kurang adab.
Katanya bang Arman yang akan nginap di rumah mertua malam ini, yang lain akan pulang. Kak Lisa menolak tuk nginap alasan nya besok anak anak sekolah, gak ada yang menyiapkan sarapan. Begitu juga dengan kak Kinan, alasannya juga anak anak gak bisa di tinggalkan.
Pagi pagi sudah beberes rumah kontrakan, suami ku menyewa pick up untuk membawa banyak barang kami, walaupun gak banyak ,tapi akan susah juga jika di bawa pakai motor. Karena ada barang barang yang besar, seperti lemari pakaian dan tempat tidur.
" Maaf kan aku Rin, harus membawa kamu ke situasi tidak nyaman kembali, semoga ibu berubah ya Rin", ucap Rinto pada istri nya.
" Bismillah, insyaallah aku sudah siap bang, semoga ini jadi ladang pahala untuk kita, sehingga menjadi keberkahan untuk keluarga kecil kita kelak bang", timpal Rina kembali.
" Aamiin...." Jawab Rinto singkat.
Beberapa saat kemudian sudah sampai lah kami di rumah ibu. Suasana nya masih hening, seperti suasana bergabung.
Aku dan bang Rinto segera berkemas menata kompor gas, kompor gas kemaren hilang kami ganti posisi dengan kompor gas kami.
Aku menyapu dan mengemasi kamar yang akan kami tempati, karena sudah berminggu-minggu gak di tempati lantai nya banyak berdebu. Bang Rinto bagian membersihkan ayah, ganti Pampers ayah dan ganti baju ayah, ibu hanya terduduk diam , sekali ibu layak nya patung pajangan, mulut nya seperti Kelu, begitu juga dengan Lastri hanya diam seribu bahasa kecerewetan nya mendadak hilang. Kami hanya saling membisu, namun aku dengan sigap membersihkannya dan mengemasi rumah ini, walaupun rumah ini sudah tidak berperabot harus terlihat keren , begitu pikir ku, setelah berkemas aku pergi ke warung terdekat berbelanja tuk makan siang dan malam seluruh anggota keluarga ini, walaupun saat belanja banyak tetangga yang nanya itu ini, aku jawab seperlunya aja, habis itu langsung pulang, aku lebih fokus ingin cepat masak.
Bang Arman lalu pamit pulang, aku di sodorkannya seratus ribu, tuk bantu belanja kata bang Arman.
Tepat jam 11 siang semua nya sudah beres, semua sudah tersaji di meja makan. Kupanggil bang Rinto untuk makan bersama. Tentu nya gak kami berdua yang makan dong. Sebelumnya ayah sudah di beri makan.
" Bang Rinto , Abang aja yang mengajak ibu dan Lastri makan sekarang", ucap ku pada Rinto suami ku, karena aku sendiri masih segan dan takut pada ibu.
"Ok ", jawab Rinto singkat.
" Bu, kita yuk, dari malam tadi ibu belum makan, Rina sudah masak lauk kesukaan ibu", bujuk bang Rinto pada ibu nya.
Ibu Ida lalu memandang Rinto kemudian memeluk Rinto, ntah apa yang ada di pikiran ibu sekarang. Ibu Ida menangis segugukan.
" Rinto maaf kan ibu, yang selama ini telah zolim pada mu dan Rina, mungkin ini hukuman Tuhan atas kezoliman ibu pada anak yatim piatu seperti mu", Isak ibu sambil masih memeluk Rinto.
Lalu Rinto melepaskan pelukan ibu nya, dia syok atas pernyataan ibu nya, selama ini, dia tau nya pak Budi dan ibu adalah orang tua kandung nya.
Terjawab lah sudah pertanyaan di dalam hati nya sejak dulu, kenapa ibu selalu membedakan dirinya dan saudara lainnya.
"Jadi anak siapa aku Bu ? ", Rinto balik bertanya.
Ibu hanya terdiam lalu memandang ke arah ayah suami nya, ayah menarik napas dalam mendengarkan penjelasan istri nya.
Rina yang tadi sedari tadi mengintip di pintu hanya melongo mendengar kata-kata ibu, sekarang aku tau lah penyebab , kenapa ibu tidak menyukai ku tanpa sebab, ucap bathin Rina sendiri.
POV Rinto.
"Ibu ...
Ayah...
Katakan aku anak siapa, jika memang kedua orang tua ku sudah meninggal di mana kubur nya, aku ingin mengunjunginya mereka walaupun hanya melihat pusaranya " ucap Rinto kembali. Tidak terasa bulir bulir bening keluar dari kelopak mata Rinto, apakah itu tangisan bahagia atau tangisan berduka, sulit untuk di gambar kan.
" Ibu ...
Ayah....
Kalian jangan hanya diam saja , aku ingin mengenal sosok orang tua ku", ucap Rinto memeles, dada Rinto berkecamuk, teringat Rinto perlakuan ibu nya sewaktu kecil, anak yang lain selalu di beliin baju baru, namun dia selalu dapat baju bekas, walaupun hari lebaran, tak pernah sekalipun ibu nya membeli kan nya baju baru, sesekali ayah membeli kan baju, maka akan terjadi perang keluarga, walaupun baju tersebut sudah ayah beli namun aku di larang tuk memakai nya, lalu baju tersebut akan di pakai kan untuk abangku Rusdi, walaupun agak kecil, tapi ibu bilang cocok untuk Rusdi. Ayah hanya mengalah, kadang aku meronta-ronta , bertanya tanya kenapa ibu ku tidak menyanyangi ku seperti saudara ku yang lain. Makan pun kadang aku makan sisa yang di beri.
Hanya ayah yang sayang padaku, bang Arman juga sayang padaku. Biasa bang Arman menyembunyikan makanan nya yang di beri ibu pada nya, lalu memberikan nya padaku.
Oh ternyata ini jawaban nya. Tapi kenapa ayah sangat baik padaku tidak seperti ibu ?
Apakah aku ini anak selingkuhan ayah, sehingga ibu sangat membenciku ?
Tapi kenapa ibu bilang aku anak piatu jika aku anak selingkuhan ayah ?
Pertanyaan pertanyaan muncul di benak ku, kami membisu dengan perasaan masing-masing.
" Ayah ...ayo jelaskan padaku , kenapa ayah diam saja, apakah aku anak selingkuhan ayah, itulah sebabnya ibu selalu membenci ku bahkan membenci istri ku ?", Ucap ku pada ayah.
" Kamu bukan anak selingkuhan ayah Rusdi, tapi kamu adalah anak adik ayah yang meninggal karena kecelakaan di saat kamu berumur 2 tahun", jelas ayah.
Lalu ibu membuka lemari, dan memberikan satu album kenangan.
" Bukalah di situ ada foto kedua orang tua mu ,dan foto nenek mu, ada foto mu juga di saat masih bayi", jelas ibu pada ku.
Kubuka album kenangan itu, lembar demi lembar, betapa aku merindukan mereka, terlihat mereka sangat menyanyi. Terlihat ibu memeluk ku dan mencium ku dengan penuh kasih sayang. Kami seperti sebuah keluarga yang harmonis.
Tak terasa bulir bulir air mataku menetes memandangi foto orang orang yang mencintai ku.
Lalu aku beranjak dari dudukku berlalu meninggalkan kamar ibu dan ayah. Ku bawa album kenangan ini, menuju kamar ku, saat sekarang aku hanya ingin memandangi wajah ayah dan ibu ku, yang baru kulihat sekali , rasa lapar perutkan seakan lenyap.
Ku lihat istri ku memandangi ku tanpa menyapa ku.
Di kamar aku tengkurap sambil memandangi wajah ke dua orang tua ku. Ibu ku cantik ayah ku ganteng, nenek juga cantik, walaupun sudah keriput, namun aura cantik nya masih keliatan. Lembar perlembar Album kenangan ku buka, dari acara resepsi pernikahan kedua orang tua ku sampai aku masih orok ada di album ini.
Istri ku mulai mendekati ku dan menyapa ku.
" Bang boleh aku ikut liat ", ucap Rina pada suami nya.
" Iya .... tentu boleh dong ? ", Balas Rinto kembali.
Dan akhirnya Rina dan Rinto melihat secara bersamaan.
" Eh Abang waki kecil ,gembul sekali, kenapa sekarang jadi ceking", seloroh Rina sambil ketawa.
" Ini bukan ceking, tapi seksi", balas Rinto kembali membela diri nya.
" Ayah dan ibu bang Rinto cantik dan ganteng, tapi kok anak nya jelek sih", canda Rina kembali.
" Idiiiih ... ganteng gini kamu bilang jelek, maka nya dulu wanita di samping ku ini klepek klepek kepada ku", balas Rinto pada istri nya.
Setelah selesai membuka album kenangan ini.
" Bang makan yuk, kasian tuh ibu dan Lastri belum makan, aku juga ni udah lapar", ucap Rina sambil menunjuk perut nya, yang tiba tiba berbunyi " kreot....".
" Idih cacingnya kelaparan ", goda Rinto pada istri nya.
Akhirnya kami berdua keluar kamar, Rina mengajak Lastri dan Rizal , aku mengajak ibu.
Dan kami pun makan bersama-sama dengan lahap. Sesekali ibu tersenyum pada ku dan rina sambil menikmati masakan Rina yang enak.
"Ternyata Rin, mau tetap membantu ibu, walaupun ibu telah zolim padamu, aku minta maaf pada mu atas kesalahan ibu selama ini kepada mu, ibu janji akan menyanyangi kalian berdua, seperti...." Lalu ibu terdiam, tapi aku mengerti mungkin Rizal dan Lastri juga tidak tau status ku hanya anak angkat, makanya ibu tidak melanjutkan perkataannya.
" Sebelum ibu minta maaf, Rina dan bang Rinto sudah memaafkan ibu ", jawab Rina lalu melanjutkan makannya kembali.
Ya Allah semoga setelah ini keluarga ku menjadi rukun dan damai, aamiin.
Hari berganti hari Minggu berminggu-minggu, kami sudah tinggal bersama ibu. Sikap ibu yang sudah berubah, begitu juga Lastri.
Tidak pernah ku dengar keluhan Rina tentang sikap ibu kepada nya. Ku liat mereka nonton drama sinetron bareng, nonton TV bareng, cekikikan bersama menangis bersama, ngomel ngomel bersama, maklumlah Mak Mak kalau nonton di hayati sampai ke hati hehehehe.
Pada suatu hari aku membaca koran, ada lowongan pekerjaan untuk sebuah PT bergerak di bidang perkebunan sawit, di perlakukam karyawan yang akan di tempatkan di kota ini , maksimal umur 30. Wah ini cocok sekali untuk ku yang baru berumur 27 tahun.
"Rin...ada lowongan kerja", teriak ku pada Rina. Akhirnya Rina mendekati ku.
" Wah ...ayo bang masuk kan lamaran", ucap Rina.
" Iya ... Abang akan buat surat lamaran, semoga di terima ya Rin, kamu doakan Abang ya biar di terima", ucap Rinto pada istri nya.
" Pasti ", balas Rina sambil mengacungkan jempol nya.
"Ayo buruan di buat surat lamaran nya", titah Rina.
" Iya tuan putri ", jawab Rinto sambil cengengesan.
"Seperti nya kertas fortofolio nya gak ada ", balas Rina kembali.
" Oh iya gak ada, sekarang aku ke pasar toko dulu , beli fortofolio dan pulpen", jawab Rinto, lalu pergi dengan sepeda motor butut nya.
Setelah beberapa hari berlalu setelah memasukkan lamaran, ternyata ada panggilan kerja untuk Rinto.
Rasa bahagia gak terlukis , berarti sekarang aku sudah gak harus berpanas panasan lagi, akhirnya ijazah SMA ku bisa juga di gunakan tuk di pakai kerja kantoran.
Share this novel
terimakasih telah mampir