Rate

BAB 1

Mystery & Detective Completed 356

Karla menghentakkan kakinya kesal ke arah aspal. Sudah ada satu setengah jam ia berdiri di tepi jalan untuk menunggu mobil lewat, namun tidak juga datang. Sebenarnya ia membawa mobil sendiri.
Tapi ketika ia melewati area hutan Bokoye yang cukup luas itu, mobilnya tiba-tiba mati dengan sendirinya.
Apakah hanya kebetulan? Hutan Bokoye mulai terlihat menyeramkan saat matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Meninggalkan celah-celah sinar dari balik pepohonan. Dan dalam beberapa menit, Karla telah berdiri dalam kegelapan malam.

Karla sudah mencuba untuk menghubungi bengkel. Namun sayangnya, berada di tengah hutan membuatnya tidak dapat mendapatkan sinyal ponsel. Terpaksa, Karla harus menunggu sebuah keajaiban. Sebuah mobil yang lewat, mungkin. Sementara itu, ia hanya dapat duduk di kap mobil tuanya itu.

Karla berdecak kesal saat tiba-tiba saja rintik hujan mulai turun. Benar-benar sebuah keadaan yang sial bagi Karla hari itu. Kenapa ia harus pergi belasan mil untuk pekerjaan ringan, dan harus melewati pekatnya hutan Bokoye, dan kenapa juga mobilnya harus mogok disaat yang tidak tepat? Dan kini, hujan turun. Aspal hitam yang membelah hutan tua itu dengan cepat basah. Karla meringkuk di dalam kabin mobilnya, dengan pandangan mata tajam ke arah jalanan, masih menunggu.

Entah sudah berapa lama ponselnya memainkan musik untuk mengusir kebosanan. Karla sadari kemudian bahwa jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh. Dan kini resmi, ia tidak dapat melakukan pekerjaan yang seharusnya ia lakukan.

Kedua mata wanita itu tiba-tiba saja melebar saat ia melihat satu titik cahaya berwarna kuning di kejauhan. Sebuah mobil? Ya. Dan tengah mengarah ke arahnya. Karla dengan cepat turun dari mobil, mengabaikan tetesan air hujan yang menimpanya, dan berdiri di tengah jalan sambil melambaikan kedua lengannya. Mobil yang datang itu perlahan memelankan lajunya, dan berhenti tepat di samping wanita itu.

“Maaf!” ucap Karla seraya bergerak ke arah sopir yang sudah membuka kaca.
Seorang lelaki yang kira-kira berusia tiga puluhan berada di belakang kemudi.
Lelaki itu menunjukkan rasa simpatinya pada keadaan Karla yang tengah Karla alami.
“Mobilku mogok.” Ucap Karla . “Boleh aku menumpang sampai bengkel terdekat?”
“Sayangnya tidak ada bengkel di sekitar tempat ini.” Jawab lelaki itu, yang dengan seketika merosotkan hati Karla .
“Tapi kau boleh memanggil mobil derek dari kota sebelah.”
“Tidak ada sinyal di ponselku.” Ucap Karla . Ia sedikit berteriak untuk mengatasi suara riuh air hujan.
“Kalau begitu ikut aku saja.” Ucap lelaki itu sedetik kemudian. “Rumahku tidak jauh dari tempat ini. Kau boleh menghubungi bengkel lewat telepon rumahku.”
Satu senyum lebar hadir di wajah wanita itu. Karla akhirnya mendapatkan bantuan yang sudah ia nanti-nantikan.
“Benarkah? Tidak apa-apa jika aku…”
“Masuklah!” ucap lelaki itu. “Ambil barang-barangmu, dan masuk ke mobiku.”

Dalam beberapa detik, Karla sudah duduk di dalam kabin truk pickup berwarna merah yang lelaki itu kendarai. Tubuhnya yang basah membuatnya sedikit tidak nyaman.
“Mobilmu akan baik-baik saja.” Ucap lelaki itu sebelum menginjak gas, dan pergi dari tempat itu.

Selama kurang lebih lima menit, keduanya saling diam dan tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing. Hingga akhirnya suara lelaki itu memecah kesunyian.
“Kemana tujuanmu sebenarnya?” tanya lelaki itu. “Sayang mobilmu harus mogok di tempat terpencil seperti ini.”
“Ya.” Balas Karla . “Aku tengah mengarah ke Cherwood, untuk pekerjaanku. Dan aku memutuskan memotong jalur melalui hutan ini agar cepat sampai. Siapa kira mobil itu akan mogok?”
“Atau ini memang takdir.” Ucap lelaki itu sambil tertawa kecil. “Kita bertemu. Takdir, ‘kan?”
“Terima kasih atas bantuannya.” Ucap Karla . “Namaku Karla Lawrence. Panggil aku Karla .”
“Darwin .” Lelaki itu mengucapkan namanya.
“Aku jarang keluar bertemu orang lain, sebenarnya. Aku lebih sering menghabiskan waktuku di rumah.”
“Apa pekerjaanmu?”
“Pelukis.” Ucap lelaki itu sambil tertawa. Karla ikut tertawa.
“Aku serius.” Lanjut Darwin . “Belum terkenal, tapi sudah ada beberapa lukisanku yang laku.”
“Ada kota di sekitar sini?”
“Redrock. Dua puluh mil.”
“Kau tinggal di sana?”
“Tidak.” Jawab Darwin . “Aku tinggal di rumah peninggalan kakekku. Di sekitar sini. Kita akan segera sampai.”

Karla sudah tidak tahu lagi ke mana mobil itu pergi. Hujan deras di luar membuatnya tidak dapat melihat dengan jelas keadaan sekitar. Ditambah lagi dengan suasana hutan pekat, di malam hari. Beberapa menit kemudian Karla rasakan mobil itu memelankan lajunya, dan berbelok ke arah sebuah jalan kecil yang masuk ke dalam hutan.
“Ke mana kita…”
“Rumahku.” Jawab lelaki itu cepat. “Kau akan segera melihatnya.”

Benar. Beberapa menit kemudian mobil itu sampai di halaman sebuah rumah megak, besar, yang terlihat sudah begitu tua. Di tengah hutan, tentu saja terlihat sedikit menyeramkan. Namun dengan adanya cahaya-cahaya jingga dari jendelanya, mungkin bagian dalam rumah akan terasa lebih hangat.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience