Bab 2

Romance Series 41739

Namaku Ripah. Aku lebih di kenal dengan sebutan nama Ipah. Aku hanyalah seorang wanita yang berasal dari salah satu Desa terpencil di daerah pesisir pantai. 

Paras wajahku terbilang cantik, berbody mungil, hitam manis, berambut panjang lurus sebahu, banyak orang-orang bilang menyebutku, salah satu gadis kembang Desa di Desa terpencilku berada.

Aku terlahir sebagai anak yang ke tiga dari enam bersaudara. Pendidikanku hanyalah sampai lulus Sekolah Menengah Pertama. Setelah lulus dari Sekolah, kegiatan keseharianku hanyalah membantu urusan Ibuku di rumah. 

Yang mana, setiap hari aku membantu Ibuku memasak, membersihkan rumah dan juga mencuci pakaian keluargaku.

Di masaku dahulu, kehidupan masih lumayanlah sangat sulit. Sulit untuk mencari pekerjaan. Terlebih, dengan pendidikanku yang hanya sebatas lulusan Menengah Pertama saja.

Yang berangkat menjadi TKI pun masih sangatlah jarang. Hanya ada satu dua saja. Benar-benar sangat terbatas untuk mengais rezeki.

Adapun pekerjaan yang pada umumnya di lakukan oleh orang-orang yang tinggal di Desa terpencilku ini, hanyalah buruh tani dan bercocok tanam di sawah.

Teman-temanku yang lulus sekolah bersama denganku, sebagian dari mereka ada yang menikah muda.

Sekarang ini, usiaku sebentar lagi akan mendapatkan selembar kertas persegi panjang yang di laminating dua lembar plastik.

Aku memang sengaja melakukan hal itu bersama dengan kekasihku, karena aku benar-benar sangat mencintainya. Di tambah dengan problema kehidupanku yang sangat pahit ini.

Flashback OFF

Sore itu langit terlihat sangatlah cerah di Desa terpencilku berada. Suatu kegembiraan di dalam hatiku ini pun selalu mengiringi. Selain aku yang memiliki seorang kekasih, hidupku pun masih terasa sangat bahagia. Tidak ada suatu rasa kegelisahan maupun perasaan yang tidak enak di dalam hatiku.

Sekitar jam 4 sore, aku baru pulang jalan-jalan dari pantai bersama dengan seorang pria berusia dua puluh satu tahun, yang tidak lain, dialah Pria yang aku cintai ini.

"Sayang, turun disini saja?"

Pintaku kepada kekasihku untuk turun di perbatasan Desa. Kekasihku pun langsung memberhentikan motornya. Dengan segera aku menurunkan kedua kakiku dari motornya.

"Cepetan sayang, sana pergi duluan?" 

Ucapku memintanya untuk langsung pergi meninggalkanku, karena aku takut, kalau nantinya dilihat oleh kedua mata ayahku.

"Dadah sayang.." 

Kekasihku menancapkan gas motornya kembali menuju kearah utara.

Orang-orang yang berada diperbatasan Desa terpencilku ini, sedari tadi kedua matanya memperhatikanku, namun aku bersikap masa bodoh. Dengan rasa ceria, aku pun mulai berjalan menelusuri jalan setapak di pinggir sungai menuju ke rumahku.

Sesampainya di depan rumah, terlihat ayahku yang sedang memotong-motong kayu di dalam matrial kayunya yang berada di depan rumahku.

Aku segera mengambil sapu lidi lalu menyapu halaman rumah sambil bernyanyi-nyanyi dengan rasa kegembiraan yang ada di dalam hatiku ini. 

Aku menyapu dedaunan pohon mangga yang jatuh, dan juga serabutan bubuk kayu yang ada di dalam matrial kayu ayahku. Selesai menyapu dedaunan kering dan serabut bubuk kayu tersebut, aku pun langsung membakarnya.

"Pah.." Ayahku memanggilku sambil berdiri merokok di pintu rumah.

"Iya Pak?" Jawabku sambil menaruh sapu lidi di bawah pohon mangga lalu berjalan mendekatinya.

"Kemari Pah?" Ayahku berjalan masuk ke dalam rumah lalu duduk di kursi ruangan tamu.

Aku pun berjalan masuk ke dalam rumah lalu duduk di kursi berhadapan dengannya.

“Pah, kalau nanti kamu sudah memiliki kertas selembar persegi empat yang di laminating dua lembar plastik, saya ingin kamu bekerja seperti Susan dan Yati saja?” Pinta Ayahku.

DEG!

“Aku tidak mau Pak. Aku tidak mau bekerja seperti itu!” 

Aku sangat tidak terima, aku sangat menolak permintaan Ayahku.

“E-eh sudah lancang melawan kamu ya!”

PLAK!!!

"ARG! Hikshikshiks.." 

Sebuah tamparan keras dari telapak tangan Ayahku mendarat dan menapak di pipi sebelah kananku. Terasa sangat panas hingga aku meneteskan air mataku.

Aku langsung berdiri lalu berjalan masuk ke dalam kamar. Aku menangis sambil memeluk bantal di atas kasur kapukku.

"Ingat Pah? Tanpa adanya saya? Kamu tidak akan lahir ke dunia ini! Mau jadi anak durhaka kamu!" Teriak Ayahku.

Kalimat itu merupakan kalimat yang seringkali membuatku merasa sangat bersalah jika aku melanggar perintah dari Ayahku. Aku hanya menangis sambil menutup kupingku dengan bantal di dalam kamarku.

“Limaaah!” Ayahku teriak memanggil Ibuku.

Ibuku yang sedang berjongkok meniup bara api kayu bakar di dapur pun langsung memberhentikan kegiatannya. Ibuku berdiri lalu berjalan menemui Ayahku yang sedang marah duduk di kursi ruangan tamu.

“I-iya Mas?” Ucap Ibuku sambil mendaratkan bokongnya secara perlahan di kursi bersama dengan rasa ketakutannya di hadapan Ayahku.

“Urus anakmu itu? Bilang ke dia? Tanpa adanya saya, dia tidak akan lahir ke dunia ini!” Ucap Ayahku.

Ibuku hanya duduk menunduk di depan Ayahku dan tidak berani untuk melawan sama sekali. Ibuku memang sangat penurut, manut, takluk dan takut kepada Ayahku.

BRAK!!! “Dengar tidak kau Limah!” Gertak Ayahku sambil menggebrakkan Meja.

Seketika tubuh Ibuku tersontak kaget bergetar mendengar gertakan bersama dengan gebrakkan meja itu.

“I-iya Mas, nanti aku akan berbicara secara pelan-pelan sama Ipah.” Ucap Ibuku dengan nada suara sedikit bergetar.

“Awas kamu kalau tidak becus! Saya ceraikan kamu hari ini juga!” Ayahku menggertak kembali.

“I-iya Mas.” Ucap Ibuku sambil mengelap cairan bening yang menetes dengan sendirinya dari pelipis bola matanya menggunakan kain tapih yang di pakai sebagai bawahannya.

Ayahku mendirikan badannya lalu berjalan masuk ke dalam kamarnya. Ibuku mendirikan badannya lalu mengikuti Ayahku berjalan dari belakang.

Ayahku langsung mengobrak-ngabrik seisi lemarinya.

“Mau di apakan itu Mas?” Tangan Ibuku ingin meraih perhiasan yang sedang di pegang oleh Ayahku.

“Diam kau Limah!” Ayahku menyikut tangan Ibuku.

“Saya akan jual perhiasan ini untuk memasang judi. Faham!” Ucap Ayahku.

“Jangan Mas jangan? Itu harta milik kita satu-satunya. Hukshukshuks.” Ibuku menangis sambil mengeluarkan suara tangisannya secara pelan.

“Alah, perhiasan ini juga saya yang beli. Nanti saya ganti!” Ucap Ayahku.

“Urus saja anakmu Limah! Awas kalau tidak becus!” Ucap Ayahku sambil memakai pakaiannya yang terlihat masih baru.

Ayahku langsung mengeluarkan motor Astrea-nya. Ia menancapkan gas motornya lalu mengarahkan tujuannya itu ke salah satu Toko Emas yang berada di tetangga kecamatan Desa Terpencilku untuk menjual perhiasannya.

Ibuku hanya menatap kepergian ayahku dari pintu rumah.

Ibuku membalikkan badannya lalu berjalan menemuiku yang sedang menangis sambil tiduran tengkurap memeluk bantal di dalam kamarku. Ibuku duduk di sebelahku.

“Maafin Bapak-mu Ndo? Bapakmu itu tidak sengaja. Sebenarnya dia itu sangat sayang kepada kamu.” Ucap Ibuku sambil menyisir-nyisir rambutku yang lumayan panjang dengan jari jemarinya.

“Tapi Mak? Aku tidak mau kalau harus kerja jadi lont*! Hukshukshuks.” Aku berkata sambil menangis.

“Emak sangat faham Ndo. Hukshukshuks..” Ibuku mengusap air matanya dengan kain tapih.

“Tidak ada anak lain selain kamu yang bisa di andalkan Ndo. Hukshukshuks..”

“Kedua kakak-mu sudah pada menikah, sementara adik-adikmu sangatlah masih kecil. Hutang Ayahmu sudah banyak Ndo. Hukshukshuks..”

“Rumah ini juga sudah mau roboh. Kalau bukan kamu, mau siapa lagi yang bisa di andalkan Ndo. Hukshukshuks..”

Ibuku berkali-kali berkata sambil menangis dan sesekali mengusap air matanya dengan kain tapih yang di pakai sebagai bawahannya.

Hatiku benar-benar sangat teririris, hatiku benar-benar sangat hancur, namun aku sangat lemah ketika aku melihat Ibuku yang sedang menangis, aku sangat lemah ketika melihat Ibuku di gertak oleh Ayahku.

Di satu sisi aku tidak sangat rela jika aku kerja menjadi seperti itu, namun aku melihat di satu sisi lain yang melihat penderitaan Ibuku.

“Baik Mak, aku akan menuruti perintah Bapak. Tapi aku punya permintaan Mak? Hukshukshuks” Reflek aku pun menggertak Ibuku sembari menangis.

“Apa itu Ndo? Apa permintaan yang kamu minta Ndo? Hukshukshuks..”

“Halalkan aku untuk melakukan sesuatu dengan seorang pria pilihan aku Mak. Hukshukshuks.."

“Hukshukshuks.. Baik, Emak akan mengijinkan permintaan kamu Ndo. Hukshukshuks.."

"Emak akan menjaga rahasia kamu dari Bapakmu Ndo. Hukshukshuks.”

Ibuku berkali-kali berkata kepadaku sembari terus-terusan menangis tersedu sedan di sebelahku, sesekali juga Ia mengelap air matanya yang menetes itu dengan kain tapih. Ibuku memahami apa yang di inginkan oleh anaknya ini.

Yang mana, aku melakukan hubungan yang terasa hangat barusan bersama dengan pria itu.

***

Flashback On..

happy readings..

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience