Rate

BAB 1

Mystery & Detective Completed 485

Nick hanya boleh marah-marah dengan kereta nya yang mogok tanpa terkira. Akibat dari hal itu, rancangannya untuk menonton konsert band kesayangannya pun gagal berantakan. Bukan hanya ia saja yang rugi, tetapi juga ketiga teman yang datang bersamanya. Suzan , Ruby , dan Nick hanya dapat memandangi kawannya yang sedari tadi menendangi kereta nya sendiri itu. Mereka pun kecewa. Namun rasa kekecewaan itu tergantikan dengan perasaan kekhawatiran mengingat hari sudah mulai gelap, dan mereka berada di tengah hutan.

“Seharusnya kita tidak melewati jalan ini.” Ucap Ruby dengan sebuah desahan.
Ucapannya itu tak disangka membangkitkan amarah Nick , yang merasa bahwa keputusannya-lah yang salah.
“Oh, ya. Salahkan aku!” ucapnya dengan marah.

Nick, sebagai lelaki lain dalam grup itu mencoba untuk menangkan Nick yang sedari tadi mengomel tanpa henti. Nick mengucapkan kata-kata yang kasar, mencaci maki, bahkan mengutuk pemilik kereta yang dia tumpangi itu. Kereta itu sebenarnya belum terlalu tua. Namun bapa saudara Nick yang memilikinya memang jarang menggunakan kereta itu, sehingga keadaannya cukup tak terawat. Nick seharusnya bersyukur mengingat kereta itu masih boleh berjalan belasan kilometer sebelum akhirnya mogok.

“Oh, ini buruk!” keluh Suzan . Ia mengeluh bukan karena ia tak jadi menonton band kesayangannya, namun karena ia dan ketiga temannya itu kini terjebak di tengah hutan yang sepi tanpa ada tanda-tanda pertolongan. Mereka bahkan sepertinya tak tahu mereka ada di mana.
“Tempat ini tak terpetakan.” Ucap Nick. “Tapi ku rasa kita sudah berada di kawasan Anthemview .”
“Anthemview ?!” pekik Ruby . Ketiga temannya dengan seketika memandang ke arahnya. Kenapa ia harus berteriak seperti itu?
“Kenapa?” tanya Suzan heran. “Kau tidak seharusnya..”
“Kalian tidak tahu?” potong Ruby cepat. “Anthemview terkenal sebagai kota yang angker. Banyak sekali cerita mengenai..”
“Oh, diam Ruby ! Kau membuatku semakin pusing!”

Nick tidak tahan lagi dengan situasi yang dihadapinya itu. Dengan penuh bengang dia menghempas keras pintu kereta dan berjalan dengan cepat meninggalkan ketiga temannya. Nick berseru memanggilnya, namun lelaki itu terus saja berjalan. “Hentikan dia!” pinta Suzan pada Nick. Ia yang begitu peduli pada Nick tak mau melihat Nick celaka karena berjalan terlalu jauh di dalam hutan. Nick mengangguk, lalu berlari menyusul Nick . Suzan hanya boleh mendesah. Ia membuka ponselnya, mencoba untuk meminta bantuan. Sayangnya, tidak ada sinyal sama sekali di tempat itu. Tidak aneh, mengingat mereka ada di antah berantah.

“Tak ada signal.” Keluhnya.
“Now what?” tanya Ruby yang berdiri disisinya. “Sebentar lagi gelap. Apa kita akan tidur di kereta ? Oh, tidak!”
“Ucapanmu tadi..” ucap Suzan cepat. “Anthemview . Kau tahu tentang kota itu?”
“Aku hanya pernah mendengarnya.” Jawab Ruby . “Kota itu terkutuk. Banyak hal-hal misterius yang terjadi. Entahlah. Itu hanya cerita yang ku dengar dari orang-orang.”
“Tapi jika kita memang sudah dekat dengan Anthemview , kita boleh mencari bantuan.”
“Ke kota itu?! Tidak!”
“Kenapa tidak?” tanya Suzan . “Jangan katakan kau takut karena hanya mendengar hal-hal buruk mengenai hal itu!”
“Aku memang takut, oke?” ucap Ruby . Gadis itu menggerutu tidak jelas, lalu masuk ke dalam kereta .

Beberapa detik kemudian Suzan mendongakkan kepalanya saat ia melihat Nick sudah kembali dengan Nick berjalan di belakangnya. Raut wajah Nick masih terlihat kusut, namun nada bicaranya sudah kembali normal. Sepertinya ia sudah berhasil mengatasi amarahnya. “Jangan lakukan itu lagi, Nick ! Ku mohon!” Suzan adalah kekasih lelaki itu. Mereka sudah berpacaran sejak SMA, hingga kini mereka berada pada tahun kedua di perkuliahan. Hubungan kedua remaja itu sudah begitu erat, dan sulit untuk dipisahkan. Kekhawatiran yang disampaikan oleh Suzan membuat Nick n harus mengucapkan maaf pada gadis itu.

“Aku emosi. Itu saja.” Ucapnya. “Maafkan aku!”
Suzan hanya boleh tersenyum, sambil mengelus pipi lelaki pujaan hatinya itu. “Oke! Drama percintaannya sampai di sini saja.” Potong Nick. Suzan cepat-cepat menarik tangannya dari wajah Nick .
“Sepertinya kita akan melewati malam di tempat ini.”
“Tidak!” Ruby berteriak dari dalam kereta . Ia kemudian melompat ke luar, dan bertanya bertubi-tubi mengenai solusi untuk masalah mereka saat itu.
“Tidak ada cara lain.” Ucap Nick.
“Ponsel kita tidak mendapat sinyal, dan Anthemview masih terlalu jauh dari tempat ini.”
“Jadi kita akan tidur di dalam kereta ?” tanya Ruby . “Berempat?”
“Tidak.” Balas Nick . “Aku dan Nick menemukan tempat di mana kita boleh menginap malam ini tanpa kedinginan. Kami melihat sebuah rumah kosong tak jauh dari sini. Kita boleh..”

“Tidak!!” Ruby lagi-lagi berteriak. Suzan yang merasa kesal langsung mencubit lengan gadis itu hingga gadis itu diam.
“Sakit! Hentikan!”
“Kau terlalu rewel, Ruby .” Ucap Suzan . Sedetik kemudian ia arahkan matanya kembali pada Nick dan Nick.
“Rumah itu.” Ucapnya. “Menurutmu layak untuk ditempati?”
“Ku rasa akan cukup hangat.” Ucap Nick . “Rumahnya belum terlalu bobrok. Hanya kosong ditinggalkan. Mungkin belum terlalu lama.”
“Apa kita punya pilihan lain selain rumah itu?” tanya Suzan . Dia masih berharap bahawa ada rumah di sekitar hutan itu. Meski sebenarnya hatinya telah mengatakan bahwa mustahil ada orang tinggal di tengah-tengah hutan tebal seperti itu.

“Jika kau mau kedinginan dan digigit nyamuk, kau boleh tidur di sini.” Ucap Nick. Ia sudah terlebih dahulu bergerak ke arah bagasi kereta dan mengangkut barang-barang. Nick memiliki tubuh atletis yang cukup besar bila dibandingkan dengan Nick . Jadi tidak heran jika ia menjadi ‘kuli’ bagi teman-temannya.
“Bagaimana?” tanya Nick meminta pendapat. Suzan yang tak boleh menemukan solusi lain, mau tak mau harus mengangguk menyetujui.
“Kalau begitu, ayo kita ke sana!”
“Ruby , kau mau tinggal di situ?” teriak Suzan . “Kami akan meninggalkanmu.”
“Tunggu!” gadis itu kemudian dengan tergesa menyusul ketiga temannya yang sudah terlebih dahulu bergerak menjauh.

Rumah yang terbiar itu dapat dilihat selepas beberapa minit mereka meninggalkan kereta . Rumah banglo dua tingkat itu terlihat begitu mengerikan dengan adanya pohon-pohon besar berada di sisi kiri dan kanannya. Atap rumah itu tinggi, dihiasi dengan sebuah cerobong asap batu berwarna hitam. Teras rumah itu terlihat begitu kotor, dipenuhi dengan daun-daun dan ranting kering, dan dihiasi pula dengan jejak-jejak kaki hewan yang mungkin berlindung di tempat itu saat hujan. Adanya sebuah rumah besar di tengah hutan tentu saja akan menciptakan sebuah rasa penasaran di hati siapa pun yang melihatnya. Tidak terkecuali keempat remaja itu.

“Orang macam apa yang membangun rumah di tempat seperti ini?” tanya Nick heran. “Tidakkah aneh?”
“Mungkin pemiliknya dulu sedikit gila?” ucap Nick sambil tertawa mencemooh.
“Tidak.” Bantah Suzan . “Memang ada sebagian orang yang memilih untuk hidup menyendiri. Dan ku rasa rumah ini bukan hanya rumah biasa.”
“Apa maksudmu?” tanya Nick.
“ boleh jadi ini adalah rumah penjaga hutan, atau klub pemburu hewan, atau semacamnya.”
“Ya. Ku rasa itu benar.” Sahut Nick . Tidak ada alasan lain untuk tidak mempercayai kata-kata kekasihnya itu.
Nick dan ketiga kawannya tanpa ragu naik ke teras rumah tua itu. Lantai kayu tua di bawah sepatu mereka berderak, mengeluarkan bunyi yang sama sekali tidak menyenangkan. “Mari kita masuk.”

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience