Rate

BAB 1

Romance Completed 488

Wajahnya kotak, berambut tebal, berkulit putih dan berpostur tubuh tinggi ideal adalah orang yang sudah lama kukagumi. Namanya David kelas XII IPA 3, kakak kelas yang menjadi idola para siswi salah satunya aku sendiri.

“Sampai kapan kamu hanya memperhatikan dia dari kejauhan seperti ini?” tanya Nisa, teman karibku. “Memangnya mau berbuat apa? Mau menyatakan perasaan padanya?” kataku dengan pesimisnya. “Lakukan seperti yang dilakukan penggemar rahasiamu saja.” usulnya. Aku memang memiliki penggemar rahasia yang setiap isi suratnya “TERIMA KASIH TELAH MENOLONGKU DAN SELAMAT ULANG TAHUN” dan sisanya doa-doa yang biasa dikatakan orang pada orang yang berulang tahun tapi sayangnya tanpa nama. “Tapi, kalau orang seperti itu berarti dia pengecut.” kataku. Tepat setelah aku berbicara, kak David menoleh ke arah aku dan Nisa yang sontak membuatku menundukkan kepala seperti biasa.

“Maryam bukannya besok kamu ulang tahun ya?” tanya Nisa saat kami berada di Perpustakaan. “Iya. Kenapa?”. “Mau kado apa?”. “Tidak usah. Doa saja sudah cukup.” kataku sambil terus mencari buku. “Kalau begitu kamu menginginkan apa?” tanyanya lagi. “Tidak ada. Sudahlah jangan membahas itu lebih baik kamu bantu aku cari buku tips dan trik biologi”. Tidak ada jawaban dari Nisa dan setelah kulihat dia termenung sedih. Kudekati dia dan berkata, “Aku hanya membutuhkan doa yang sifatnya abadi daripada benda yang sementara. Aku tahu kalau kamu ingin memberikanku hadiah tapi lebih baik kamu simpan uangmu untuk hal yang lebih berguna.” Dia pun tersenyum mendengar ucapanku.

Untuk kesekian kalinya kudapati surat di kursiku tapi kali ini surat itu penuh dengan kertas warna-warni. Kudekati kursiku dan mengambil surat itu. “Siapakah kamu?” gumamku dalam hati. Tiba-tiba ada suara dari balik pintu. “Kalau kamu menganggap aku pengecut tidak apa-apa. Asalkan aku selalu bisa melihatmu tersenyum saat melihat surat tanpa nama milikku”.

Dengan cepat kubuka pintu dan kudapati orang yang sudah tidak asing lagi bagiku. “Haris?” kataku. “Hai… Maryam.” ucapnya. “Jadi, kamu yang selalu mengirim surat ini?” tanyaku dengan herannya. “Benar. Aku yang selalu mengirim itu semua kerana aku kagum dengan kesederhanaanmu yang tidak mau menerima apapun meskipun sebagai hadiah ulang tahunmu.” jelasnya. “Tapi, kenapa selalu ada ucapan selamat ulang tahun?” tanyaku. ketika hendak menjawab terdengar suara teman-teman yang lain. Haris pun pamit pergi.

“Jadi, penggemar rahasiamu itu Haris?” tanya Nisa sewaktu kami makan siang di kantin sekolah. “Iya.” jawabku datar sambil terus meniup-niup kuah bakso. “Aku fikir penggemarmu itu yang super baik seperti kak Davidlah.” katanya lagi dengan nada menggoda. Seketika nama kak David terdengar, aku pun tersedak sampai terbatuk-batuk. Nisa dengan sigapnya langsung memberikanku minuman. Kuterima minuman itu dan meminumnya. Tak pernah terfikirkan olehku kalau orang yang aku kagumi berbalik mengagumiku. Sama sekali tidak pernah.

Di perpustakaan, itulah tempatku berada sekarang. Aku memang sering menghabiskan waktu di sini selain di kantin. Tapi, bukan berarti aku selalu membaca buku. Terkadang waktuku habis kerana sibuk dengan fikiranku sendiri. Apalagi kalau bukan memikirkan kak David. “Kak David. Kulupakan saja ya? Sebentar lagi dia akan meninggalkan sekolah ini dan aku pun tidak akan bisa bertemu dengannya lagi.” gumamku lirih.

Beberapa saat kemudian, sebuah pesawat kertas jatuh tepat di atas buku yang sedang kubaca. Setelah membukanya, kutemui kalimat “Jangan habiskan waktumu dengan memikirkan hal-hal yang tidak berguna kerana waktu yang terbuang tidak akan bisa kamu dapati lagi.”. Segera kuarahkan pandangan ke seluruh ruangan dan yang kudapati hanyalah Haris yang sedang berdiri membaca buku. Saat dia menoleh ke arahku, dia hanya tersenyum dan kembali membaca bukunya. Apakah ini dari Haris?

Setelah pengakuan Haris kemarin, aku tidak lagi menerima surat. Mungkin kerana aku sudah tahu, jadi Haris tidak lagi mengirim surat?
Berhari-hari tanpa membaca surat penggemar rhasia terasa aneh bagiku kerana sudah hampir satu bulan surat itu menemani hari-hariku. Tetapi, setelah surat itu tidak ada sekarang berganti nasihat-nasihat dari kertas yang dibentuk sedemikian rupa sehingga tampak menarik yang datang disaat aku selalu melakukan hal-hal yang tidak berguna. Selain yang di Perpustakaan kemarin, ada juga saat aku mulai mengeluh dengan tugas-tugas yang menumpuk. Kemudian kertas origami bertengger di jendela kelasku. Bagaikan seekor burung yang datang kepada pemiliknya. Isi kertas itu adalah sebuah kalimat yang berbunyi, “Janganlah banyak mengeluh, lakukan saja semua yang bisa kamu lakukan. Dan jangan lupa tetaplah memohon kepada Yang Kuasa untuk senantiasa mempermudahkamu dalam segala urusanmu.”. Dan ketika kuedarkan pandanganku, lagi-lagi kudapati Haris berjalan di luar kelasku dan tersenyum dari balik jendela. Aku bertanya-tanya, “Kalau pun Haris mau menasehatiku langsung katakan saja. Kenapa harus memakai cara seperti ini?”

“Apakah kamu pernah bertanya langsung kepada Haris tentang kertas yang berisi nasihat itu?” tanya Nisa saat kuceritakan semuanya kepadanya di waktu jam kosong. “Tapi, kalau membuat dia nantinya merasa bersalah bagaimana?”. “Kamu jangan langsung bertanya dengan nada tidak percaya. Seperti berbicara biasa saja.” usulnya. “Atau jangan-jangan dia bukan penggemar rahasiamu?”. “Jangan su’udzon seperti itu, tidak baik tahu.” jawabku. Selesai berkata seperti itu, ada kertas lagi yang berbentuk perahu yang isinya itu berbunyi, “Tetaplah berprasangka baik seperti itu kerana perahu tidak akan berlayar dengan baik jika ada pelaut yang merusaknya dan hati tidak akan bisa suci jika ada noda hitam yang menyelubunginya.”. Dan untuk kesekian kalinya kucari pemilik dari kertas itu tapi tidak kujumpai Haris di sana. Kulihat lagi tulisan di kertas itu dan setelah diperhatikan dengan seksama, aku baru sadar tulisan itu sama dengan tulisan yang ada di dalam surat milik Haris yang dikirim padaku. “Jadi, kertas ini dari Haris juga.” gumamku dalam hati.

Sepulang sekolah, kusempatkan waktu untuk bertemu dengan Haris. Kami memang sudah sepakat akan bertemu di taman sekolah kerana ada yang ingin kuperjelas mengenai dua benda yang sekarang di tanganku. Tiba-tiba ada kertas yang jatuh di hadapanku. Setelah kupungut kertas itu dan kulihat tulisannya. Aku terkejut, bukan kerana apa yang ditulis tapi bentuk tulisannya yang sudah tidak asing lagi bagiku. Tulisan ini sama dengan tulisan di dalam surat dan kertas nasehat itu, tapi ini milik kak David.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience