BAB IX Di fitnah

Drama Series 1259

POV Rina
Sudah berbulan-bulan aku tinggal di rumah mertua, aku di buat layaknya babu, bukan hanya babu di rumah mertua, tapi aku juga harus jadi babu di rumah teman nya mertua. Sungguh tega nian dia pada ku, jika aku berkeluh kesah pada suami , suami ku hanya menjawab sabar sabar dan sabar melulu. Udah capek fisik capek bathin pula. Mertua dan Lastri seperti nya tidak menghargai jerih payahku. Rasanya ingin pindah saja dari sini, lebih baik aku mengajak bang Rinto tuk ngontrak saja.

Lebih baik ku paksa bang Rinto agar keluar dari rumah ini. Tapi ntar apabila sudah sholat isya saja.

Beberapa jam kemudian.....
" Bang Rinto ada sesuatu yang ingin ku katakan pada mu", ucapku pada suami ku.
" Ada apa Rin ", balas suami ku.
" Bang lebih baik kita pindah saja dari sini, kita ngontrak saja " , pinta ku pada Rinto.
" Tapi ngontrak di sini mahal Rin, aku khawatir gaji ku tak cukup", jawab bang Rinto.
" Kita ngontrak rumah sepetak aja bang, aku sudah tidak betah tinggal di sini, aku sudah capek jadi babu di rumah ini, dan babu di rumah Bu Siti ", ucap ku memohon pada suami ku.
" Aku juga ingin sekali kali jalan jalan seperti dulu, tapi selama di sini aku gak sempat , karena pekerjaan yang tak kunjung usai, aku lelah bang, kalau memang Abang tidak setuju, lebih baik aku pulang kampung saja", titahku setelah mengancam ,agar bang Rinto mengikuti keinginan ku.

" Baik kalau begitu Rin, Abang cari rumah kontrakan nya dulu ,tapi mungkin kita hanya nyewa rumah sepetak ya Rin ...????...
Maaf kan Abang belum bisa membahagiakan mu Rin", ucap bang Rinto keliatan sedih.

Tapi aku sudah sangat bersyukur ternyata bang Rinto menyetujui keinginan ku. Lebih baik aku pindah dari ini, walaupun rumah ini besar, tapi aku tidak mendapatkan kebahagiaan di sini. Babu saja masih di hargai, tapi aku menantu seperti lebih di rendahkan dari babu , ucap bathinku.

Seperti biasa nya subuh subuh aku sudah bangun,di saat orang lain masih tidur mendengkur, setelah sholat subuh aku sudah berjibaku dengan kerjaan harianku. Saat suami ku sudah berangkat kerja, lalu aku pun akan berangkat pergi ke rumah Bu Siti, setelah beberes di rumah Bu Siti aku lalu masak tuk makan di rumah ini, ibu sama sekali tidak mau membantu pekerjaan rumah, padahal hanya lesehan saja. Lastri pagi pagi sudah ke kampus, katanya Lastri kuliah sudah 6 tahun ,tapi tak kunjung selesai. Sedangkan Rizal pengangguran, bangun nya gak tentu, kadang pagi , kadang siang.

Lebih baik aku cepat ke rumah Bu Siti, rumah Bu Siti lumayan besar, jadi lama kalau bersih bersih nya, cuciannya juga banyak... kebayang capek nya , udah kerja capek, uang nya selalu mertua ku yang mengambil nya. Pernah aku protes pada ibu , bukan nya ibu memberi kan uang itu, malah ibu memaki ku. Yang ada ibu hanya menghitung biaya sewa kamar kami, biaya listrik, biaya ledeng, biaya makan. Kalau begini terus bagaimana kami bisa maju, bagaimana seandainya kami punya anak, bisa bisa kelaparan anak anak ku , pikir ku sendiri.

Untung nya Bu Siti orang nya baik, kalau menyuruh kerja dengan tutur kata yang halus, tidak seperti mertua dan ipar ku, minta tolong cuci kan baju aja, kadang di lempar di muka ku.
Katanya anak berpendidikan, tapi sama sekali tidak tau sopan santun dan menghargai orang.
Kadang Bu Siti memberi ku makan dulu sebelum aku pulang, katanya kamu harus sehat , biar kerja nya kuat dan semangat, aku bersyukur bisa numpang makan siang di rumah Bu Siti.

Sedangkan makan siang di rumah mertua, aku hanya kebagian sisa mereka saja. Akhirnya aku lebih sering tidak makan di rumah lagi, karena sudah kenyang di rumah Bu Siti, kenapa orang lebih baik dari keluarga sendiri, bathin ku berkata demikian.

" Bu Siti Rina pulang ya", ucapku seperti biasa.
" Oh udah selesai Rin, ayo makan dulu ambil nasi dan lauk di dapur ", ucap Bu Siti. Disini malah makan apa yang Bu Siti makan, tapi aku tidak makan bersama nya, karena Bu Siti makan nunggu bareng bersama suami dan anak-anak nya.

Setelah selesai makan aku langsung pulang , melanjutkan masak di rumah tuk makan sekeluarga suami ku, kalau lama pulang biasa ibu ngomel ngomong. " Apa kamu tidak tau kami sudah pada lapar menunggu masakan mu", begitu kata ibu jika aku telat pulang, aku diam aja, biarin aja kelaparan, yang penting aku sudah kenyang, ucap ku dalam hati. Punya tangan punya kaki kenapa gak masak sendiri , ucap ku dalam hati kembali, tapi gak berani ngomong, takut nya malah makin marah ni si nenek lampir.

Selesai masak aku langsung berhidang, setelah berhidang aku melanjutkan cuci pakaian, kadang ku cuci hanya separuh, ntar sore baru ku lanjutkan mencuci lagi. Kan aku juga perlu istirahat, aku bukan robot, kalau aku sakit siapa yang akan mengurus ku.

" Rin .... kenapa cucian gak kamu selesai kan, sudah istirahat aja kamu Rin, semesti nya selesai kan dulu baru istirahat", perintah ibu.
" Ibu mertua.... dari jam 4 subuh aku sudah beberes, menyapu mengepel, menyiapkan sarapan, lanjut lagi jadi babu di rumah Bu Siti, lanjut lagi masak di rumah, lanjut lagi mencuci baju orang seisi rumah ini. Apa ibu pikir aku robot, robot aja jika kerja terus akan cepat rusak, apalagi aku manusia Bu", lalu aku berlalu meninggalkan nya, lalu menutup kamar ku.

Habis sholat Zuhur aku tidar siang , tidak perduli apakah meja makan sudah di beresin/ tidak. Yang penting aku harus istirahat, Kalau di ikuti kemauan mertua, seperti nya aku di suruh kerja terus. kadang yang menjengkelkan, kita di kamar dia nonton TV, bangun kan aku, hanya sekedar minta ambil kan air putih. Kadang aku budekin aja kuping ku. capek sendiri berhenti manggilnya.

Saat aku masih terlelap, terdengar sayup sayup seperti orang menangis, akhirnya aku pun keluar kamar. Ternyata yang menangis itu ibu. " Kenapa ibu menangis ya", bisik ku sendiri penuh tanda tanya. Di situ ada ayah , Rizal dan Lastri.
" Kenapa ibu menangis Bu", tanya ku.
" Aku kehilangan gelang dan kalung Rin", Isak mertua ku , ibu menangis sampai terisak isak.
" Siapa kah gerangan yang mencuri nya", kembali lagi ibu menangis meraung raung lebih keras.

Tiba-tiba mata semua tertuju pada ku, seolah olah mereka mencurigai ku. " Kenapa kamu keliatan gugup Rin !!!", teriak ibu ...mata nya melotot memandangi ku.
" Pasti kak Rina Bu, siapa lagi kalau bukan dia Bu... selama ini kita tidak pernah kehilangan apa apa, apalagi emas", jelas Lastri dengan penuh kebencian menatap ku. " Pasti kamu maling nya , iya kan kak Rina!!!! " teriak nya kembali.

" Bukan .... bukan aku yang mengambil perhiasan ibu, sumpah demi Allah ", ucap ku berusaha menyakinkan. Karena memang aku gak ada mengambil nya.
" Maling mana pernah mau mengaku, lebih baik geledah saja kamarnya, kita cari di mana dia menyimpan nya!!! ", kata Lastri dengan teriak, terlihat begitu marah yang meluap luap, seakan akan lupa jasa ku berada di rumah ini , jadi babu gratis mereka.
" Dasar wanita kampung yang dungu, ternyata keliatan aja yang dungu, ternyata maling juga ya ", teriaknya kembali.

Rasa nya aku sudah tidak bisa menahan rasa benci , jengkel dan kesel ku padanya, begitu keji tuduhan nya padaku.
" Jangan kurang ajar kamu Lastri, biar pun aku orang kampung,tapi orang tua ku tidak pernah mengajarkan untuk maling, apalagi aku masih bisa makan sampai saat sekarang. Seandainya kelaparan pun aku tidak akan pernah maling", balasku berteriak pada nya. " Tuduhan mu sangat tidak berdasar ", teriak ku kembali. Baru tau mereka kalau aku bisa garang juga. Selama ini aku memilih lebih banyak diam, tapi sekarang harga diri ku di pertaruhkan.

"Kalau seperti itu kita geledah kamar nya.... pasti masih di simpan ", ucap Lastri , seperti sangat yakin kalau perhiasan ibu ada di kamar ku.
" Silahkan geledah , cari sampai dapat", aku yakin tidak ada, kecuali ada yang memfitnah ku. Tapi untuk apa mereka memfitnah ku ,apa tujuan nya ???? bukan kah semua pekerjaan rumah aku yang kerjakan. Gaji ku jadi babu juga sudah ibu ambil, gaji bang Rinto ,juga sudah di serahkan dengan ibu bisikku dalam hati.

" Ayo Rizal , ibu kita geledah kamar kak Rina", ucap Lastri penuh semangat. Ku lihat ayah hanya mematung menyaksikan ini semua nya. Mungkin bingung harus berlisan apa. Akhirnya Ibu , Rizal dan Lastri masuk ke kamar ku dan mengobrak abrik lemari pakaian, tempat tidur dan semua nya di bongkar habis oleh mereka, tapi mereka tidak menemukan apa apa pun.

" Kan sudah ku bilang aku tidak mencuri perhiasan ibu, bukti nya sekarang tidak ada kan ", ucap ku membela diri.

Di luar seperti nya ada yang memberi salam, lalu ku jawab salamnya, kebetulan pintu terbuka. Jadi ku liat kakak ipar ku datang bertamu ke sini bersama dua anak nya yang masih SD. Mereka langsung nyelonong masuk ke dalam.

" Ada apa ini kok pada ngobrak ngabrik kamar mu Rin" , tanya kak Lisa, ini kak Lisa suami nya kerja serabutan, kalau datang kerumah pasti ngadu tak punya uang terus.

" Ini lho kak Lisa mereka menuduhku mencuri perhiasan ibu ", jawab ku.
" Ah... aku tak percaya lah kalau Rina mencuri nya ", timpal kak Lisa.

"Ini kah perhiasan ibu !!!", teriak Lastri.
" Dasar maling !!!!", teriak ibu memekik kepada ku, sambil menunjuk ke wajah ku dengan wajah memerah karena marah nya.
" Sumpah demi Allah , aku tidak pernah maling perhiasan ibu", aku membela diri.
"Dimana kamu menemukan nya Lastri", teriak ibu.
"Dalam tas ini , tas untuk jalan jalan kak Rina", jawab Lastri sambil menunjuk tas tersebut.

" Sumpah aku gak maling, aku juga bingung kenapa bisa di dalam tas ku" , ucapku kembali....
ya Allah fitnah apa ini, bulir bulir air mata ku keluar, tega banget yang memfitnah ku. Ya Allah balas lah ini semua, bisik ku dalam hati.

" Dasar menantu maling", teriak ibu dengan penuh amarah. " Kalau begini kamu harus aku laporkan ke polisi , biar membusuk di penjara, biar keluarga mu tau kamu maling di rumah mertua mu ", ucap ibu penuh amarah.

Aku hanya menangis sesenggukan , tapi aku tidak bisa membela diri ku, karena bukti mengarah padaku.
"Sudah lah Bu.....jangan sampai di laporkan ke polisi, bagaimana pun Rina ini menantu kita, kita akan malu jika Rina di penjara", ucap ayah mertua ku membela ku.

"Ayah ini baik apa d*ngu , menantu di penjara kenapa kita harus malu ????", teriak ibu....
"Ayo Rizal kita bawa maling ini ke kantor polisi, sebelum di bawa ke kantor polisi kita kasih malu dia gang ini, teriakin maling " , perintah ibu.
Aku benar benar lemes rasa nya aku tidak mempunyai kekuatan menghadapi ini.
Tangan ku di ikat dari belakang oleh Rizal, aku benar benar di perlakukan layaknya maling kelas kakap. Pertama aku memberontak, tapi aku malah di pukul oleh Lastri dengan kencang bagian perut ku. Kaki ku di tendang sampai aku terduduk. Kalau begini lebih baik aku diam, aku sudah pasrah jika harus di penjara, mungkin ini sudah takdir ku, ini cara Allah untuk aku keluar dari rumah neraka ini.

" Baiklah aku akan mengikuti keinginan kalian, bawa aku ke kantor polisi.... tapi bukan berarti aku mengakui, aku yang maling, biarlah polisi yang menyelidiki nya ", ucap ku sambil menangis.
"Masih punya nyali kamu menjawab ya menantu maling" , teriak ibu.

" Cukup cukup", teriak ayah...
" Ini kita selesaikan secara kekeluargaan saja, tidak akan ada yang melaporkan Rina" , teriak ayah mertua ku.
" Tidak !!!! Rina harus mendekam di penjara", teriak ibu kembali.

" Sudah sudah ...biar aku masuk penjara saja ", teriak ku kembali. Karena bagi ku sama saja di rumah sini dan di penjara, sama sama tidak punya kebebasan, aku benar benar sudah putus asa. Mendengar itu tiba-tiba ayah mertua ambruk jatuh pingsan.

"Rizal bawa maling ini ke penjara, aku gak mau memelihara maling di rumah ini" titah ibu kepada Rizal dengan emosi yang meluap luap.
" Baik ayo Rizal kita ke kantor polisi , seandainya terbukti aku tidak mencuri ,maka ibu , Lastri dan Rizal akan ku tuntut balik atas tuduhan pencemaran nama baik" teriak ku kembali, karena aku yakin aku akan bebas, walaupun aku tidak tahu apakah aku terbukti bersalah/ tidak, yang penting melawan dulu, soal kalah / menang belakangan.

Padahal aku sebatang kara di kota ini aku tidak tau harus dapat pembelaan dari siapa. Semoga saja bang Rinto percaya padaku bahwa aku bukan maling seperti tuduhan keluarga nya.

" Ayo Rizal kita ke kantor polisi ", teriak ku...
Setelah aku berapi api mau ke kantor polisi kok kenapa malah pada terdiam. Ayah mertua masih pingsan di urus oleh kak Lisa dan suami nya. Aku benar benar muak sudah berada di rumah ini. Hanya ayah yang baik padaku, tapi ayah mertua itu seperti harimau ompong, yang pendapat nya tidak pernah di dengar oleh ibu mertua.

Saat aku mau mendekati ayah mertua, tiba tiba aku di bentak ibu. " Jangan kau sentuh dengan tangan mu tubuh suami ku, ini semua gara gara kamu", teriaknya memekik.

" Ibu suaranya jangan teriak lagi, kasian ayah, ayo kita angkat ke kamar, panggil dokter ke rumah, takut kenapa kenapa ayah ini Bu" ucap kak Lisa.

Aku sendiri hanya terdiam mematung, takut salah lagi, ntar Mak lampir teriak lagi.
"Ayo Rizal ke kantor polisi", ucap ku pada Rizal, rasanya lebih baik aku tidur di sel dari pada dirumah ini yang penuh kebencian dengan ku.

Akhirnya aku pergi dengan suka rela menyerahkan diri, walaupun aku tidak pernah melakukan nya, ternyata setelah kami nyampai ke kantor polisi, di belakang sudsh ada ibu dan Lastri menyusul. Mereka tertawa sinis menatap ku. " Ya Allah apa kesalahanku pada mereka, sehingga aku harus begitu di benci.... astagfirullah astagfirullah astagfirullah" tak henti aku beristighfar memohon ampunan pada Allah.

Setelah ibu mertua membuat laporan , lalu aku pun di masukan ke sel tahanan bersama tahanan yang lainnya.

POV ibu Ida
Tak sengaja aku mendengar obrolan Rina dan Rinto, ternyata Rina ini pintar banget merayu Rinto , rayu rayu aja Rina, tapi gak juga harus jelekin aku dong, ucap ku sendiri tuk diri sendiri.
Oh ternyata Rina merayu Rinto untuk ngontrak ya ????

Hhhhhh tak ku biarkan, enak saja mau pindah dari sini, aku sudah enak dapat uang belanja dari Rinto, dapat babu gratis dari Rina. Tapi bagaimana caranya agar mereka gak keluar dari rumah ini. Akhirnya aku kompromi dengan Lastri, bagaimana cara menahan Rinto dan Rina agar tidak keluar dari rumah ini. Awal nya Lastri malah senang kalau Rina dan Rinto keluar dari rumah ini, karena Lastri beralasan ,gak suka di rumah banyak orang. Pantas saja sikap nya selama ini sangat jutek kepada Rina dan Rinto.

Akhirnya Lastri mengusulkan untuk memfitnah Rina mencuri perhiasan ku. Setelah itu gertak lapor kan ke kantor polisi. Kemudian Rina akan memohon agar jangan di laporkan ke polisi, setelah itu baru di beri satu syarat. Jika ingin tidak di laporkan ke polisi, maka harus tetap jadi babu di rumah ini, dan gaji Rinto harus di berikan kepada ku semuanya.

Tapi ternyata kenyataan nya jauh panggang dari api, Rina ternyata bukan nya takut di laporkan ke polisi, malah nantang nyuruh lapor kan ke polisi. Ternyata anak ini nyali nya kuat juga. Kalau sudah begini tambah bikin repot aja , semua nya gagal, mana ayah jadi sakit lagi, harus keluar uang pula, bukan nya untung malah buntung.

Lebih baik aku ajukan syarat tersebut pada Rinto saja, aku yakin Rinto pasti tidak ingin istri nya masuk penjara, dia kan bucin banget dengan istri nya. " Huh bikin capek aja harus berurusan dengan polisi", gerutu ku sendiri sambil dan terasa membatin sekali. Mana Rina malah kelihatan santai aja, anak yang aneh malah memilih masuk penjara dari pada memohon maaf pada ku, padahal jika iya minta maaf pasti ku maafkan ,tapi tentu dengan syarat.

Setelah bikin laporan ke polisi ,aku buru-buru keluar , tentunya agar cepat bertemu Rinto, sebelum Rinto sendiri menjenguk istri nya ke kantor polisi, bisa gagal rencana ku Rinto menemui istrinya dulu. Anak itu ternyata pintar juga mempengaruhi orang, si ayah aja sampai kasian melihat nya, bukan nya membela perhiasan istri nya yang hilang ,malah membantu menantu yang maling, kesel sekali hati ini.
Ayah ayah....geram sekali hati ku kau buat.

Setelah pulang kerumah , aku cari keberadaan Rinto, syukur lah ternyata Rinto belum pulang, kali ini aku harus bersandiwara sebagus mungkin, biar Rinto yakin kalau istri nya bener bener telah mencuri perhiasan ku.

"Tok tok tok tok tok..." terdengar orang mengetuk pintu, pasti itu Rinto. Aku harus masang meles dan sedih atas terpenjara nya istri nya.
Benar yang datang adalah Rinto.
" Rinto ....", aku menangis sesenggukan di depan Rinto biar kali ini misi berhasil.
" Ada apa ibu menangis, apa yang ibu tangisi , ayo katakan Bu ", tanya Rinto bertubi bertubi yang seperti sedang menunggu jawaban dari ku.
"Rinto ibu minta maaf", dan aku menangis segugukan kembali biar akting ku tambah sukses.

"Ibu minta maaf untuk apa Bu ", ucap Rinto penuh tanda tanya. Aku berusaha tetap menangis beberapa waktu lamanya, sehingga Rinto terus terus bertanya, saat sudah yakin Rinto akan mengabulkan permintaan ku ,baru ku karang cerita lagi, mata menangis, hati ketawa , bisik hati ku pada diri sendiri.
' Rinto ibu sangat kecewa dengan Rina ", aku berhenti dulu sesaat agar Rinto penasaran.
"Ada apa dengan Rina Bu" kembali Rinto bertanya.
" Rina maling perhiasan ibu Rinto", ucap ku sambil lebih kuat menangisinya.
" Lalu sekarang Rina di mana Bu", ucap Rinto bertanya balik.
" Rina di tahan di kantor polisi ...", ucapku dengan terisak, seolah simpatik dengan Rina yang mendekam di penjara
" Kenapa ibu tega menjebloskan Rina Bu", teriak Rinto seolah tidak terima istri nya ku jebloskan ke penjara.
" Rina tidak mau meminta maaf , tapi lebih memilih masuk penjara ", jelas ku kembali pada Rinto.
" Tapi kan bisa di selesaikan secara kekeluargaan Bu, bukan langsung di jebloskan ke penjara???!?!
Apa ibu gak ada rasa kasian dengan Rina, selama ini telah menjadi babu di rumah ini, dan jadi babu di rumah orang... sekarang ibu malah tega menjebloskan nya ke penjara", teriak Rinto pada ku, lha kenapa ini aku lagi yang kena marah. seharusnya aku bisa mengendalikan Rinto, tapi yang terjadi Rinto malah memarahiku, sehingga Lisa dan suami nya yang tadi nya di kamar menemani suamiku di kamar keluar..

" Rinto...aku mau mencabut laporan ku pada Rina ,asal kamu mau memenuhi syarat ku", aku sudah gak sabar mengajukan syarat ku
" Apa syarat nya Bu", ucap Rinto.
" Ibu mau Rinto dan Rina tetap tinggal sini, itu aja... ", ucapku.
" Kenapa harus syarat seperti itu Bu, buka kah ibu tidak senang dengan kehadiran kami disini", timpal Rinto .
"Kamu salah Rinto, ibu sangat senang kalian di sini, ibu mulai sayang dengan Rina, Rina orang nya baik dan rajin", ucapku menyakinkan Rinto agar mau membatalkan niatnya untuk meninggalkan rumah ini.

" Kalau ibu sayang dengan Rina ... kenapa ibu membuatnya seperti babu", ucap Rinto.
" Tidak Rinto, ibu gak membuat nya seperti babu, tapi bukankah itu memang tugas menantu perempuan ", ucap ku membenarkan diri.
" Tapi kenapa menantu yang lain tidak pernah ibu perlakukan seperti itu", protes Rinto.
" Menantu ibu yang lain, semua hanya bisa masak air, kadang masak air aja ,bisa kering airnya. Beda dengan Rina yang serba bisa, Rina menantu kesayangan ku", sungut ku.

"Baiklah kalau itu syarat ibu, tapi aku mau sekarang juga laporan ibu di cabut", pinta Rinto.
"Baik lah, tapi sebelum Rinto harus menandatangani surat perjanjian ini", pinta ku pada Rinto, yang sebelumnya sudah di persiapkan Lastri. Aku tidak mau Rinto berjanji ,lalu mengingkari nya.

"Apa apaan ibu, pakai surat segala, bermaterai pula, kalau aku sudah janji,aku pasti tepati Bu", ucapku Rinto.
" Surat ini hanya sebagai pengingat aja Rinto, agar kita bisa saling mengingatkan bujukku", sebisa mungkin Rinto harus menandatangani surat ini.
" Baiklah ,mana surat nya", pinta Rinto.
" Nih ...", lalu ku sodorkan surat nya yang sedari tadi sudah siapkan.
" Apa apaan Bu !!!! Masa iya kami gak boleh pindah dari rumah ini untuk selamanya. Aku tidak berani mengambil keputusan sendiri, aku harus meminta persetujuan istri ku !!!.

" Bagaimana jika setahun saja Rinto, setelah itu kalian bebas mengontrak rumah", pinta ku lagi, kok jadi aku yang memohon pikir ku sendiri di dalam hati.
" Itu juga terlalu lama Bu, aku mau tinggal di rumah ini istri ku dalam keadaan nyaman bukan tertekan", ucap Rinto.
" Baiklah bagaimana jika 10 bulan saja, ingat lho Rinto hukuman maling itu mau 3 tahun. Kalau kamu gak mau ...ya sudah gak apa apa, maka ibu gak mau mencabut laporan nya. .
" Baiklah Bu . .mana yang harus saya tanda tangani", ucap Rinto.
" Mau di print dulu lah " balas ibu.
" Oke ....", balas Rinto
" Ya udah kamu mandi dulu, sambari Lastri ngeprint ke tetangga sebelah.

Ku cari keberadaan Lastri, ternyata Lastri di kamar sambil mengelus ngelus ponselnya. Anak ini hari hari gak jauh dari ponsel, mungkin bisa hilang nyawanya klu jauh dari ponsel.
" Lastri cepat gih print kan surat perjanjian tuk bang Rinto tuk di tanda tangani, ibu gak mau lho dia berubah pikiran, apalagi sampai ngadu ke ayah mu, yang ada pasti ayah melarang tuk menanda tangani nya". titahku pada Lastri.

"Sip Bu....,mana yang harus di print...". timpal Lastri. " Kamu ini pikun ya, bukan kah ada di laptop mu kemaren sesuai dengan rencana kita kemaren". Kesal sekali aku dengan Lastri, masa baru juga kemaren sudah lupa.
" Bukan kah kemaren sudah di print Bu ",timpal Lastri sambil cengengesan. " Mau di ubah beberapa bagian kalimat nya, Rinto gak mau seumur hidup tinggal di rumah ini, tapi mau nya hanya 10 bulan", ku jelaskan kembali pada Lastri.
" Oh seperti itu", balas Lastri.
" Cepat buruan gak pakai lama", titah ku kembali.
Akhirnya Lastri melesat pergi, takut mendengar omelan ku kembali.

Setelah kurang dari 15 menit, akhirnya Lastri sudah menemui ku, karena tempat ngeprint hanya di samping rumah.
" Ini Bu " ucap Lastri. Akhirnya ku ambil kertas yang harus di tandatangani si Rinto.

Lalu aku bergegas menemui Rinto ,aku gak mau berlama lama memberikan kertas ini. Lebih baik aku langsung menuju kamar nya, mungkin dia sudah selesai mandi. Aku gak mau dia menemui ayah, bisa gagal rencana ku.

"Tok, tok, tok..." aku mengetuk pintu kamar Rinto.
" Rinto" ucapku . " Iya Bu, tunggu sebentar", akhirnya Rinto keluar dari kamar nya .
" Rinto ini yang perlu kamu tanda tangani", sambil ku sodorkan surat perjanjian nya. Lalu di ambil Rinto, tampak alis nya meninggi sebelah setelah membaca surat ini.

" Ibu apa apaan , kenapa jika istri ku gak setuju dengan keputusan ini, aku wajib menceraikan istriku, kalau begini ibu sudah kelewatan Bu.." protes Rinto pada ku. Anak ini ternyata banyak protes juga ya , padahal aku hanya meminta bertahan 10 bulan , bukan 10 tahun.

" Rinto ...ini kan hanya surat perjanjian, dengan begini kan istrimu gak bisa memaksa tuk keluar dari rumah ini, klu dia memaksa maka konsekuensi dia kamu ceraikan. jelasku kembali.
Nampak sekali Rinto penuh keraguan menandatangi surat perjanjian yang ku buat, tapi harus menyakinkan agar Rinto menanda tangani nya. Kalau lama di tandatangani nya aku khawatir jika kelak dia malah enggan menandatangani nya.
" Baiklah jika kamu keberatan ibu tidak akan mencabut tuntutan ", kembali ku tegas kan pada Rinto, agar segera menandatangani surat perjanjian itu.

" Tapi ini ada lagi ini , ibu bilang kalau istri ku gak bisa ku larang keluar dari rumah ini, maka aku akan di denda 100 juta , apa apaan ibu Bu", Rinto memprotes lagi.

"Kamu tinggal tangan aja kenapa sih susah amat , 10 bulan bukan bukan waktu yang lama, pejam celek pejam celek ,udah sepuluh bulan", aku kembali menjelaskan." Atau kamu mau istri mu masuk penjara dengan kasus mencuri perhiasan ibu, waktu nya lebih lama, dan kamu pasti lebih malu punya istri maling dan mantan napi", ucapku menjelaskan, agar jangan sampai Rinto menolak perintah ku.

Setelah mendengar penjelasan ku keningnya mengkerut , mata nya menyipit, itu tandanya Rinto sedang berpikir keras.
"Baik lah Bu , akan aku tandatangani, tapi Rinto minta ibu jangan bikin Rina jadi babu, aku gak tega melihat , paling tidak ibu menghargainya dan sayang padanya seperti anak ibu sendiri.
Rina sering mengadu jika ibu sering kasar padanya", jelas Rinto dengan penuh keraguan tuk menandatangani nya. ternyata ngeyel juga anak ini, aku pikir dia akan segera menandatangani nya, tapi kok malah penuh protes, semoga aku bisa menahan emosi ku yang sudah di ubun ubun, apa susahnya sih tinggal sret sret tanda tangan, kesal sekali hati ku pada Rinto, padahal rayuan maut ku keluar kan agar Rinto segera menandatangani nya. Kalau begini aku khawatir Lisa akan keluar dari kamar ayah lalu nimbrung di sini, bisa kacau semua urusan, aku khawatir Lisa malah ngadu ke suami ku. Uuuuh nyebelin sekali Rinto ini.

" Ya sudah kalau tidak mau, jika sekarang kamu gak segera menandatangani surat perjanjian ini, ibu akan robek surat perjanjian ini, tapi konsekuensinya ibu tidak akan pernah mencabut laporan ibu", ancamku pada Rinto, sambil tangan ku mulai akan menyobek kertas perjanjian ini.

Ibu apa apaan sih kok maksa sekali, tapi jika sampai surat itu di sobek aku juga gak tega Rina di penjara, apa kah benar keputusan ku dg menandatangani nya, aduk mumet mumet.

" ibu jangan di sobek, sini , Rinto tanda tangan", lebih baik ku segera ku tandatangani saja dengan segera. 10 bulan juga bukan waktu yang lama, dari pada penjara 3 tahun, mana harus malu lagi punya istri napi.

Bagus , akhirnya Rinto setuju juga...
" Nih cepat tandatangani", segera ku sodorkan surat perjanjian nya, dan pulpen sekalian.
Gak pakai lama, akhirnya Rinto selesai menandatangani nya.

" Ingat besok ibu harus mencabut laporan nya", aku kesal sekali dengan kejadian hari ini, bisa bisa nya Rina mencuri perhiasan ibu.

" Oh tentu akan ibu cabut laporan nya, kamu jangan khawatir", akhirnya aku berlalu meninggalkan Rinto sendirian di ruang keluarga walaupun ku lihat wajah nya nampak kusut.

Ibu apa apaan sih ,mau mencabut laporan juga harus pakai surat perjanjian, aku khawatir Rina tidak setuju, ini taruhannya pernikahan ku, padahal aku sangat mencintai nya.
Aaah sudah lah, mending besok aku mikirinnya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience