Dua Puluh Empat

Romance Completed 140923

????????

"Dasar kau pria bedebah--- Oh Shit!! What the hell...!!" Amanda menghentikan ucapannya ketika melihat penampilan Darko saat membalikkan tubuh dan sekelilingnya.

Wanita itu bergeming sambil menatap lekat Darko yang sedang duduk dengan setelan jas hitam, serta kacamata hitam. Di balik kacamatanya Amanda yakin, pria itu juga tengah menatapnya lekat.

"Kenapa tampan sekali! Sial!" gumam Amanda.

Otaknya kembali eror jika berhadapan langsung dengan Darko. Amanda akan melakukan tindakan konyol yang bertentangan antara pikiran dan kelakuannya. Tapi kali ini, ia sebisa mungkin untuk mensinkronkan pikiran dan tindakannya.

'Please, Amanda jangan goyah. Banyak pria di luar sana yang jauh lebih tampan darinya. Ah- Apa itu? Bunga. Ya Tuhan, Amanda please, jangan melakukan tindakan bodoh. Kau harus marah, lampiaskan amarahmu,'batin Amanda.

Amanda berusaha keras mengubah ekspresinya menjadi kembali sangar. Wanita itu berjalan selangkah demi selangkah mendekati Darko yang berdiri memandangnya dari balik kacamata hitamnya.

"Hebat sekali apa yang sudah kau lakukan. Kau berbakat untuk mempermalukan aku!" ketus Amanda.

Darko melepas kacamatanya. Sepasang mata beserta tatapan tajamnya menatap lurus ke arah Amanda berdiri.

"Aku tidak berniat mempermalukanmu, sayang. Bukankah apa yang aku lakukan itu hal yang romantis?" kata Darko.

Amanda memijit dahinya sambil menghela napas mendengar ucapan Darko.

'Sayang? Apa itu? Panggilan untukku? Hah- Bisa gila lama-lama,' batin Amanda.

"Romantis? Ro-man-tis, katamu? Kau pasti gila!" Amanda mengumpat memutar balikkan kalimat batinnya.

"Yah, aku memang sedang tergila-gila padamu. Maka dari itu, aku melakukan semua itu hanya untuk mendapatkan maafmu dan juga agar kita bisa berbicara dengan kepala dingin," ucap Darko blak-blakan.

"Oh- berhentilah membual Mr Darko. Aku tidak akan termakan lagi dengan semua bualanmu. Kau mengerikan sekali," cemooh Amanda.

Darko mengambil buket mawar merah yang telah ia siapkan untuk diberikan pada Amanda. Pria itu menyodorkannya ke depan wanita itu.

Wanita itu tersenyum miring dengan tangan menyilang di depan dada.

"Maafkan aku. Mari kita mulai semuanya dari awal dengan baik," kata Darko sambil menyodorkan buket bunga mawar yang sudah ia persiapkan.

Amanda maju dua langkah dari tempatnya berdiri sebelumnya sehingga kini ia lebih dekat bahkan hampir merapatkan diri pada Darko. Wanita itu tersenyum dengan tidak melepaskan tatapannya pada Darko.

Darko sudah merasa di atas angin, begitu terbuai dengan tatapan dan senyuman Amanda. Baru saja tangannya ingin melingkari pinggang wanita itu ternyata kepalanya sudah basah akibat guyuran segelas wine yang ada di meja di belakang tubuh Darko.

"Ups! Aku tidak sengaja," ucap Amanda.

Mata Darko terpejam, merasakan aliran air yang turun dari sela rambutnya menuju wajah tampannya. Memang Amanda adalah wanita ajaib yang mungkin hanya ada satu-satunya di dunia ini dan hanya tercipta untuk dirinya.

"Itu untuk menyegarkan jalan pikiranmu!" lanjut Amanda santai.

Belum sempat Darko berucap apapun, Amanda sudah mengambil sebuket bunga mawar yang ada dalam genggaman Darko, membuat pria itu membuka matanya.

Wanita itu meneliti setiap detail yang ada pada bunga tersebut lalu mengelusnya. Mencoba mencium aroma bunga itu dengan hidungnya. Lagi-lagi Darko ingin tersenyum namun, kembali gagal.

Amanda melemparkan bunga tersebut kembali ke atas meja. Darko menaikkan sebelah alisnya sambil menatap Amanda penuh tanya.

"Kau pikir aku kuburan? Kau berikan aku bunga segar seperti itu? Aku belum mati dan aku tidak suka bunga," ucap Amanda.

"Aku lebih suka bunga bank. Itu membuatku bahagia jika memilikinya dalam jumlah yang besar," lanjut Amanda tanpa rasa bersalah.

Darko hanya diam mendengarkan ucapan wanita yang sangat ia rindukan itu.

"Kau ingin bunga bank yang jumlahnya besar?" tanya Darko.

Amanda tersenyum, "Oh, tentu saja! Bahkan, aku mau hotel ini menjadi milikku kalau bisa,"

"Tentu saja semua bisa! Aku bisa melakukan apapun, apalagi itu keinginanmu, wanitaku. Partnerku dalam menciptakan bibit-bibit unggul di masa depan," kata Darko.

Pria itu tidak marah atas perlakuan Amanda yang lagi-lagi menyiram kepalanya dengan wine. Lalu membuang bunganya begitu saja. Wanita itu satu-satunya yang melakukan semua hal itu padanya.

"Ya Tuhan! Kau ini percaya diri sekali! Kau pikir aku mau melakukannya denganmu?"

Amanda mengepalkan telapak tangannya kesal. Darko bergerak berjalan mendekati Amanda dan menaruh telujuknya di depan bibir Amanda, sehingga wanita itu terkejut lantas tidak jadi mengeluarkan kalimat-kalimat yang lainnya.

"Reputasi kita akan semakin hancur jika kita terus berdebat di sini, lebih baik kita cari tempat yang jauh lebih aman dan kau bisa puas memakiku tanpa takut seseorang untuk menjadikan berita kita sebagai skandal," ucap Darko sambil menarik lengan Amanda dan sedikit menyeretnya pelan.

Amanda terkejut dan memukul lengan Darko namun, pria itu tampak tidak memperdulikannya dan akhirnya baru dua langkah Darko melepaskannya dan mengelus lengannya.

"Shit! Dasar bar-bar!" umpat Darko.

Amanda tersenyum sombong. Wanita itu tidak kehilangan akal agar Darko melepaskannya. Di luar dugaan, wanita itu menggigit lengan Darko.

"Kau pikir, kau bisa membuatku patuh begitu saja? Mimpimu terlalu tinggi Mr Darko. Kasihan sekali kau ini," ucap Amanda meremehkan.

Ucapan Amanda tentu sedikit menggores harga diri pria yang merasa paling bisa menakhlukan semua hal di dunia ini. Darko harus melakukan sesuatu agar Amanda mencabut ucapannya, untuk mengobati harga dirinya.

Pria itu seakan memberi kode pada pegawainnya yang terlihat berjaga di depan pintu masuk resto hotel. Salah satu pegawainya yang berpakaian serba hitam mendekatinya dan menyodorkan satu benda pada Darko.

"Hei! Apa-apaan ini! Lepaskan aku BRENGSEK!!!" umpat Amanda ketika kedua lengannya dicekal oleh pegawai Darko lalu mengikatnya dan Darko melakban mulut Amanda dengan plester hitam.

"Kau terlalu berisik, sayang! Kita sudahi permainan berteriak dan bertindak bar-barnya, saatnya untuk bersenang-senang," Darko tersenyum penuh kemenangan.

Amanda terus meronta ketika Darko membopong tubuhnya berjalan meninggalkan restoran menuju lift. Beberapa orang menatap mereka namun, Darko tidak memperdulikannya.

Langkah kaki besar pria itu menuju salah satu kamar hotel yang sudah ia pesan sebelumnya. Amanda terus saja meronta minta untuk diturunkan dari gendongan tapi percuma, Darko menulikan telinganya.

"Sudah aku katakan bukan? Aku tidak suka dibantah dan selalu mendapatkan apa yang aku mau. Jadi, berhentilah memberontak dan menyerahlah padaku," ucap Darko dengan tersenyum kecil dan menepuk bokong seksi Amanda.

Pria itu menempelkan kartu untuk bisa masuk ke dalam kamar. Secara mencengangkan, kamar yang mereka datangi adalah kamar termewah dan termahal di hotel itu. Darko menurunkan Amanda dan mendudukan wanita itu ke atas kasur.

Amanda memicingkan mata menatap Darko dengan kesal. Pria itu terlihat menyugar rambutnya yang masih basah akibat guyuran wine yang secara spesial diberikan Amanda.

'Kenapa begitu saja dia terlihat begitu seksi dan tampan! Huh- aku benci sekali dengan diriku yang menjadi lemah karena begitu mudah terpesona dengan ketampanannya!' batin Amanda.

Darko membuka kancing kemejanya dengan perlahan tepat di depan Amanda. Baru dua kancing yang ia buka lalu pria itu berjalan menuju Amanda dan membuka lakban di mulut Amanda.

"Dasar BASTARD!!! Kau bisa aku laporkan ke polisi karena telah menculikku dan mengintimidasiku. Kenapa kau mengikat tanganku, sialan! Aku ingin mencakarmu. Lepaskan ikatan ini! Cepat!" Amanda berteriak dengan lantang ketika lakbannya dibuka.

"Kau seperti petasan. Tapi aku suka. Semakin terlihat seksi," ucap Darko.

"Hah-," Amanda speechless mendengar tanggapan Darko.

Darko menatap lurus intens ke arah Amanda. Sedangkan wanita itu membuang muka ke arah samping. Amanda takut tergoda dan terbuai lalu kecewa lagi karena ditinggalkan.

"Aku minta maaf karena sudah mengecewakanmu dipertemuan terakhir kita beberapa waktu yang lalu," ucap Darko di samping telinga Amanda sambil merapikan rambut wanita itu.

"Ada sesuatu yang jauh lebih penting yang harus aku lakukan. Kau prioritasku, tapi saat itu prioritasku berubah. Aku benar-benar minta maaf," Darko berjongkok di depan Amanda.

Amanda menatap kedua bola mata pria itu dan mencari-cari sinyal kebohongan namun, nihil. Sepertinya apa yang dikatakan pria itu adalah sebuah kejujuran yang tulus.

"Kau tahu? Aku hampir gila beberapa waktu ke belakang ini. Jika kau tidak memaafkanku, maka aku bisa saja benar-benar jadi gila," kata Darko pelan.

Darko membuka simpul ikatan di tangan Amanda. Ia sudah sangat siap jika wanita itu akan menamparnya atau mencakar wajah tampannya. Tapi Amanda hanya diam menatap mata Darko lekat saat ikatan tangannya terlepas.

Pria itu menundukkan kepalanya dalam kurun waktu mungkin 30 detik sebelum menegakkan kembali kepalanya dan kembali menatap Amanda.

"Apa kau mau memaafkanku?" tanya Darko penuh harapan.

"Tidak semudah itu aku memaafkanmu," jawab Amanda tegas.

Darko tercengang atas jawaban yang diberikan Amanda padanya. Namun, bukan Darko namanya jika menyerah begitu saja.

"Lalu, apa yang harus aku lakukan agar kau mau memaafkanku?" tanya Darko lagi.

"Jawab semua pertanyaanku dengan jujur dan tegas!" kata Amanda cepat.

"Baiklah," jawab Darko tanpa mengubah posisinya yang masih jongkok di depan Amanda.

"Berapa banyak mantan kekasihmu?" Amanda memulai pertanyaannya.

"Tidak ada!" jawab Darko cepat.

"WHAT!!! Tidak ada? Kau bohong!" tuding Amanda.

Darko menaikkan bahunya, "Bukankah kau memintaku menjawab semua pertanyaanmu dengan cepat, tegas dan jujur. Aku melakukannya. Aku tidak memiliki mantan kekasih, itu fakta yang ada." jelas Darko.

"Wanita yang sering bersamamu itu apa namanya jika bukan kekasih? Aku juga pernah melihatmu bersama wanita di sebuah wawancara media?" cecar Amanda.

"Mereka hanya dekat. Tapi bukan kekasihku. Aku tidak pernah berkencan dengan wanita dan membuat status sebagai pasangan kekasih. Yah, anggap saja wanita itu hanya pemuas kebutuhanku," jelas Darko dan Amanda menggelengkan kepala terkejut.

"Kau gila dan juga menyeramkan," umpat Amanda.

"Tapi aku tampan dan kau tergoda!" goda Darko.

Amanda mengibaskan telapak tangannya ke depan wajah. "Lupakan! Lanjut ke pertanyaan berikutnya. Siapa wanita yang dekat denganmu yang tidak bisa kau lupakan sampai detik ini?"

"Amanda Altakendra!" jawab Darko lantang dan sangat cepat.

"Jangan bercanda, brengsek!" kesal arsitek cantik itu.

"Tidak! Aku tidak bercanda. Jika aku bisa melupakanmu, aku tidak akan melakukan hal-hal yang kau anggap memalukan itu. Buktinya, aku sampai detik ini masih berlutut di hadapanmu demi sebuah kata maaf. Kau menghantui pikiranku dari awal bertemu sampai detik ini,"

"Klimaksnya adalah saat aku tidak bisa bertemu denganmu dalam kurun waktu beberapa minggu. Aku tersiksa dan hampir gila karena menahan rindu yang begitu besar," jelas Darko.

'Sialan! Kenapa ucapannya romantis sekali membuatku ingin segera menerkamnya!' batin Amanda.

"Apa kau psikopat? Kenapa kau begitu terobsesi padaku di saat di luar sana banyak wanita cantik yang bersedia secara sukarela untuk menjadi boneka atau siap menjadi pendampingmu? Kenapa harus aku?" Pertanyaan serius keluar dari mulut Amanda.

Darko mengambil kedua telapak tangan Amanda dan menggenggamnya erat.

"Wanita di luar sana mungkin hanya diciptakan Tuhan untuk menjadi bonekaku yang bisa aku mainkan kapanpun aku mau. Tapi wanita yang Tuhan ciptakan untuk menjadi pendamping hidupku, tempat menabur bibit-bibit unggul masa depanku dan menjadi ibu dari anak-anakku kelak itu hanya kau,"

"Pertanyaan kenapa harus kau, aku bahkan tidak tahu jawaban pastinya. Semua perasaan ini hadir secara mendadak dan membabi buta. Mungkin ini suratan takdir Tuhan dan aku menyukainya." Penjelasan Darko membuat Amanda tertegun namun, wanita itu tetap harus mengontrol emosinya sampai jawaban pertanyaan terakhirnya dijawab Darko.

"Last question ( Pertanyaan terakhir ), kenapa kau pergi tiba-tiba meninggalkanku dan tanpa pemberitahuan kau datang lagi seenakmu?" tanya Amanda.

Darko melepas genggaman tangan Amanda dan mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan lebarnya. Rahangnya mengeras dan wajahnya semakin datar tanpa ekspresi.

Darko menghela napas beratnya berkali-kali, ia juga tampak gusar untuk menjawab pertanyaan terakhir yang ia tahu pasti akan dipertanyakan Amanda padanya.

"Ibuku sakit. Ia terkena penyakit komplikasi serius dan saat itu, saat yang mungkin begitu mengecewakanmu akan tindakanku pergi tanpa menjelaskan apapun. Aku begitu mencintainya, karena aku hanya memiliki ibuku disisiku. Aku bahkan tidak bisa berpikir jernih ketika mendapat telepon yang mengabarkan ibuku masuk rumah sakit karena penyakitnya kambuh." jelas Darko.

"Bukankah kau banyak waktu untuk memberiku kabar setelahnya. Kau kaya, bukan? Kau tidak membeli ponsel baru?" kesal Amanda.

"Ibuku meninggal setelah satu hari di rawat di rumah sakit,"

Rentetan kalimat singkat yang diucapkan Darko dengan penuh emosional membuat bibir Amanda terbungkam. Ujung sudut mata pria tanpa ekspresi itu berair dan Amanda menggigit bibirnya.

"Yah, ibuku meninggal setelah satu hari, ia dirawat di rumah sakit. Aku harus mengurus semua keperluan untuk membawanya kembali ke New York untuk di makamkan di sebelah makam ayahku. Aku terpukul, aku sudah tidak bisa berpikir tentang apapun termasuk itu tentangmu. Aku menghabiskan waktu untuk mengurung diri berhari-hari,"

"Penyesalan terbesarku karena aku belum sempat membawamu kehadapannya dan memperkenalkanmu sebagai calon istriku. Aku hampir gila kerena kehilangan ibuku. Tapi, sisi lain otakku yang mungkin masih bisa bekerja dengan baik mengatakan jika aku tidak boleh gila terlebih dahulu karena aku tidak boleh menyesal untuk kedua kalinya karena tidak berhasil mendapatkan maafmu dan berusaha menjadikanmu pendamping hidupku,"

"Aku menghabiskan waktu berjam-jam untuk kembali menjalani pekerjaanku. Aku secara gila-gilaan bekerja demi menyelesaikan semua hal yang aku abaikan selama aku depresi ringan. Banyak manusia yang bergantung hidup pada seluruh perusahaanku. Setelah semuanya bisa aku selesaikan, aku baru berani datang menemuimu,"

"Aku tidak mengharapkan rasa kasihan atau simpati darimu. Aku hanya berusaha untuk jujur atas alasan mengapa aku pergi begitu saja dan kembali lagi secara tiba-tiba,"

Darko menyeka sudut matanya dan menatap Amanda yang tertunduk sambil menangis dalam diam. Darko mengangkat dagu Amanda dan menyeka airmatanya.

"Apa kau bersedia untuk menjadi pelengkap kehidupanku? Menjadi penyempurna diriku yang terlihat kuat tapi rapuh ini? Aku mencintaimu... sangat!" ucap Darko.

??????????

Bersambung

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience