Bab Dua Puluh Empat

Romance Completed 43167

“AKU tidak tahu ternyata kau bisa berbahasa Korea, Naomi.”

Naomi tersenyum mendengar komentar Anna Jo. “Hanya sedikit-sedikit,” katanya merendah.

Ketika Naomi pertama kali tiba di lokasi pemotretan, ia harus mengakui bahwa perutnya terasa mual karena sangat gugup. Sejuta pertanyaan berkelebat dalam benaknya. Apa yang diketahui kakak perempuan Danny itu tentang Naomi? Seperti apa Anna Jo? Apakah Naomi bisa bertanya tentang Danny Jo? Dan kalau bisa, apa yang harus ditanyakannya?

Namun ketika ia akhirnya bertemu dengan Anna Jo, Naomi merasa kegugupannya menguap sedikit. Anna Jo menatapnya dengan mata berkilat-kilat senang dan Naomi yakin wanita itu tidak tahu apa-apa tentang masa lalunya.

Wajah Anna Jo sama sekali tidak mirip Danny Jo, tetapi ada beberapa kemiripan yang jelas di antara kedua kakak-beradik itu. Misalnya senyum mereka, sikap mereka yang ceria dan gaya bicara mereka yang bersahabat.

Anna Jo memiringkan kepalanya sedikit. “Kudengar kau pernah berpasangan dengan adikku dalam video musik Tae-Woo dua tahun lalu,” katanya. “Kau masih ingat Danny? Dia adikku.”

Seperti biasa, setiap kali nama Danny disebut-sebut napas Naomi langsung tercekat dan jantungnya mengentak-entak dadanya. Ini dia kesempatan yang ditunggu-tunggunya. Sekarang saat yang tepat untuk bertanya tentang Danny. Naomi membuka mulut untuk bertanya, tetapi sebelum ia sempat bersuara, ia mendengar seseorang memanggil namanya dengan penuh semangat. Ia menoleh dan langsung mengenali Yoon, penata rias yang bekerja sama dengannya pada pembuatan video musik di London tahun lalu.

Yoon berlari kecil menghampirinya sambil melambai-lambaikan tangan. “Halo, halo, halo,” katanya dengan wajah berseri-seri. “Senang bertemu denganmu lagi.

Kau masih ingat padaku, bukan?”

“Oh, Onni1,” kata Naomi dalam bahasa Korea. “Apa kabar?”

Senyum Yoon melebar. “Astaga! Rupanya kau sudah belajar bahasa Korea.” “Kalian berdua sudah saling kenal? Baguslah,” tanya Anna Jo sambil memandang Naomi dan Yoon bergantian. “Sekarang sebaiknya kalian bersiap-siap.

Aku harus menelepon seseorang.”

Dan hilanglah kesempatannya untuk bertanya tentang Danny, pikir Naomi sambil menatap Anna yang berbalik dan mengeluarkan ponsel dari tas tangannya.

Lalu Naomi menoleh ke arah Yoon yang menggandeng lengannya dengan gembira.

Ah, benar juga. Ia bisa bertanya pada Yoon. Yoon pasti tahu tentang Danny. “Onni,” panggil Naomi agak ragu. “Ngomong-ngomong, kau tahu kabar Dan...” “Jo In-Ho! Kau tahu sekarang sudah jam berapa? Kenapa kau belum datang? Datang ke sini sekarang juga atau aku yang akan pergi ke sana dan menyeretmu kemari.”

Suara Anna yang galak membuat Naomi dan Yoon serentak menoleh ke arahnya. Tanpa berkata apa-apa lagi dan tanpa menunggu jawaban dari orang yang diteleponnya, Anna langsung menutup ponselnya dengan kasar. Menyadari Naomi sedang menatapnya dengan heran, Anna menyunggingkan senyum manis dan berkata, “Pasanganmu untuk pemotretan ini akan segera datang. Tenang saja.” Setelah berkata seperti itu, ia pun pergi.

Naomi tertegun. Matanya melebar kaget. Lalu perlahan-lahan ia menoleh menatap Yoon. “Jo... In-Ho?”

Yoon mengangguk. “Danny yang akan menjadi pasanganmu dalam pemotretan ini,” katanya sambil menarik Naomi ke ruang rias, sama sekali tidak menyadari Naomi yang tiba-tiba berubah kaku. “Bukankah ini menyenangkan sekali? Seperti reuni saja.”

Oh, dear. Naomi mulai panik. Bagaimana sekarang? Ia akan segera berhadapan kembali dengan Danny Jo dan ia sama sekali tidak tahu apa yang harus dikatakannya kepada laki-laki itu.

Bagaimana ini?

* * *

Danny mencengkeram kepala dengan satu tangan dan meringis. Ini benar-benar seperti mimpi buruk. Kepalanya sudah berdenyut-denyut seperti ini sejak beberapa hari terakhir—tepatnya setelah ia kembali dari Tokyo—dan pagi ini rasanya sakitnya semakin parah. Pertama-tama ia terbangun karena telepon dari ibunya yang menanyakan hal-hal yang tidak penting, lalu tidurnya terganggu lagi karena telepon dari kakaknya yang langsung mengomelinya dan langsung menutup tele-

1 Panggilan wanita untuk wanita yang lebih tua/kakak. pon tanpa memberinya kesempatan untuk berbicara.

Danny ingat ada jadwal pemotretan iklan kakaknya pagi ini, tetapi ia lebih suka kalau ia tidak mengingatnya. Entah apa yang terjadi pada dirinya, tapi ia merasa tidak bersemangat dan suasana hatinya selalu muram. Tidak ada yang baik di matanya, tidak ada yang membuatnya senang, tidak ada yang bisa mengangkat beban berat yang mengimpit dadanya.

Sambil mendesah berat, ia memaksa diri bangkit dari ranjang dan bersiap-siap.

Tadi kakaknya mengancam akan datang dan menyeretnya ke tempat pemotretan. Danny yakin kakaknya pasti akan melaksanakan ancaman itu apabila memang diperlukan. Danny jadi bertanya-tanya apa yang akan dikatakan kakaknya apabila melihat Danny dalam keadaan kacau seperti ini.

Satu jam kemudian Danny tiba di lokasi pemotretan. Begitu ia masuk, kakaknya langsung menghampirinya dengan raut wajah khawatir. “In-Ho, ada apa denganmu akhir-akhir ini? Kenapa kau selalu terlihat berantakan dan pucat seperti ini?” tanyanya dengan alis berkerut.

Danny memaksakan seulas senyum muram dan berkata, “Aku tidak apa-apa,

Nuna. Ayo kita mulai bekerja saja.”

“Kita harus bicara nanti,” kata Anna tegas. “Sekarang kita tidak punya waktu lagi. Sebaiknya kautemui dulu pasanganmu dalam pemotretan ini. Dia ada di ruang rias.” Anna masih menatap Danny dengan khawatir, tetapi kemudian ia pergi memastikan semuanya sudah dipersiapkan dengan baik.

Pasangannya? Danny menghela napas dan mengembuskannya dengan keras.

Dengan enggan ia berbalik dan berjalan ke ruang rias. Ia tidak tahu apakah ia bisa memaksa dirinya bersikap ramah atau tidak karena suasana hatinya benar-benar buruk.

Di ambang pintu ruang rias, langkah kakinya tiba-tiba terhenti. Matanya terpaku pada wanita yang sedang berdiri di depan cermin tinggi dan menertawakan ucapan Yoon.

Naomi.

Otak Danny berputar-putar dan ia hampir tidak memercayai matanya sendiri. Naomi ada di sini? Di sini? Tapi itu tidak mungkin. Apakah salah satu mimpinya selama seminggu terakhir ini berhasil menyelinap ke dunia nyata? Apakah...?

Tetapi yang berdiri di sana itu memang Naomi. Tidak salah lagi.

Saat itu Naomi menyadari kehadiran Danny dan menoleh. Matanya yang hitam menatap lurus ke mata Danny dan Danny bisa melihat kekagetan dalam mata itu. Lalu bibir Naomi terbuka dan ia bergumam pelan, “Danny.” Mendadak hati Danny terasa nyeri.

Nyeri karena merindukan Naomi.

Nyeri karena akhirnya Naomi berdiri di depannya, memandangnya dan memanggil namanya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience