Maaf kalau bab ini sedikit panjang dan mungkin membosankan....happy reading
-----------------------------------------------------------------
Rasanya agak aneh ketika Diandra berdiri disebelah pagar sekolah Anjani. Lebih kaget lagi saat Dian membaca nama sekolah sang putri pewaris perusahaan.
Jadi dia berkebutuhan khusus, pikir Dian.
Dian mengambil napas panjang dengan memejamkan mata. Pantas saja Anjani jarang berkomunikasi dengannya saat di kantor. Ia terlihat pendiam. Dian mengamati area sekolah dengan perasaan kacau balau, ia tak tahu jika anak sang bos tuli. Itupun ia tahu setelah bicara lebih pada seorang guru.
Dian tersenyum pada salah satu guru disana. Kakinya melangkah menuju bangku dan menunggu kedatangan Anjani.
"Selamat siang, saya kepala sekolah disini. Nama saya Widya", seorang wanita cantik menghampiri Dian. Mereka berdua bersalaman tetapi Dian merasakan genggaman tangan kepala sekolah sedikit kuat.
Ada apa gerangan, batin Dian.
Dian mencoba bersikap sewajarnya. Dian kembali tersenyum saat Widya bercerita betapa hebatnya dia bisa mengembangkan sekolah luar biasa tersebut.
Anjani berjalan tenang menuju Dian, sambil melambaikan tangan kirinya. Dian membalasnya dengan senyuman.
"Belum pernah ada wanita selain saya yang mengantar Anjani pulang", ujar Widya sombong.
"Oh ya?. Bukannya Pak Yanto sering menjemputnya?", tanya Dian. Widya gelagapan mendengar pertanyaan Dian.
"Baiklah saya permisi dulu", Widya tersenyum miring dan melenggang meninggalkan Dian dan Anjani.
Kenapa lagi orang itu, erang Dian dalam hati.
Dari jauh terdengar orang memanggilnya. "Ibu Dian!', dengan kepala tertunduk perempuan itu memegang dadanya seraya mengambil napas panjang.
"Maaf kenapa harus berlari?. Saya tidak kemana-kemana", ujar Dian sambil membantu perempuan itu duduk di bangku.
"Maaf seharusnya saya yang mengantar Anjani pada Ibu, tadi suami saya menelpon kadi saya...", ucapannya terpotong oleh Dian.
"Tidak apa tadi salah satu guru bilang kalau ibu masih sibuk, ibu Fani betulkan?', ujar Dian kalem.
"Benar itu nama saya. Saya guru kelas Anjani. Pak Rendra mengirim pesan kalau Pak Yanto sedang sakit akan ada orang lain yang menjemput Anjani", terang Fani. Fani menggunakan bahasa isyarat saat berkomunikasi dengan Anjani, Dian memperhatikan dengan seksama. Ia tempak antusias dengan percakapan antara guru dan murid tersebut.
Dian membonceng Anjani didepan motor. Ia tahu hal itu berbahaya tapi mau bagaimana lagi Anjani terlihat lelah dan mengantuk. Dengan susah payah ia mendekap Anjani dan mengendarai motor lebih pelan.
Dan terkutuklah bos besar karena menyuruh Diandra menjemput menggunakan motor matic.
**
Share this novel