Rate

BAB 2

Mystery & Detective Completed 485

Keadaan di dalam rumah itu jauh lebih mengerikan dari penampilan luarnya. Keadaan gelap, berdebu, dan letak perabotan di dalam rumah tua itu sudah tidak beraturan, seolah ada perampok yang mengacak-acak tempat itu. Sofa yang ada di ruang tamu terbalik, begitu juga dengan mejanya. Lalu barang-barang yang ada di kabinet berhamburan di lantai. “Cukup nyaman.” Ucap Nick sambil terkikik geli. Ia meletakkan barang-barang yang ia bawa, lalu berlari di sepanjang koridor, yang ternyata menghubungkan ruang depan dan dapur.

Panci-panci terlihat masih ada di atas kompor, dan ada beberapa piring yang tertata di atas meja. Semuanya terlihat sudah tertutup dengan debu. Pemandangan yang ganjil itu tak ayal membuat bulu kuduk Nick berdiri. Melihat situasi di depan matanya, ia hanya dapat membayangkan apa yang sebenarnya terjadi pada pemilik rumah itu. Ia melihat sebuah bekas menghitam di lantai, yang berlanjut pada salah satu dinding di dapur itu. Bekas hangus. Api? Mungkin pernah terjadi insiden di dapur itu. Namun Nick tidak menemukan adanya kerusakan lain. Jendela-jendela masih terkunci dengan rapat. Sebuah pintu yang mengarah ke bagian belakang rumah pun masih terkunci dengan rapat. Nick kembali bergabung bersama ketiga temannya beberapa menit kemudian. Sofa yang terbalik di ruang depan sudah dibenarkan ke posisi semula, dan kini dua gadis duduk di atasnya.

“Di mana Nick ?” tanya Nick saat ia tidak melihat kawan baiknya itu. Suzan menggunakan jarinya untuk mengatakan bahwa Nick ada di tingkat dua.
“Nick! Kemarilah!” teriak Nick dari arah tingkat dua . Nick, tanpa membuang waktu langsung berlari menghampiri temannya itu. Ia mendapati Nick di dalam sebuah ruangan yang dipenuhi dengan boneka-boneka tua dan usang. Semuanya sudah dalam keadaan buruk dan tak terawat.
“Astaga! Ini bilik seorang gadis.” Ucapnya kemudian.

“Gadis kecil.” Tambah Nick . Ia mengangkat sebuah boneka yang terletak di sebuah keranjang. Namun ia segera melempar boneka itu saat tiba-tiba saja ada seekor laba-laba besar merayap ke luar dari lubang pada boneka tua itu. Nick yang melihat tingkat ketakutan Nick malah menertawainya.
“Kau takut pada serangga, Nick ? Konyol sekali.”
“Sudahlah!” ucap Nick seraya mendorong temannya itu ke luar dari bilik . “Kita kembali ke bawah. Gadis-gadis itu tidak boleh dibiarkan sendirian.”

Saat malam tiba, kengerian yang sebenarnya dari rumah tua itu mulai terasa. Lorong-lorong gelap yang ada di dalam rumah itu seakan mengundang maut bagi siapa saja yang berani berjalan melewatinya. Tak diduga, hujan deras turun mengguyur kawasan itu. Suara gemuruh dipenuhi dengan kilatan petir terlihat menghiasi langit yang terlihat begitu gelap, hitam pekat. Keempat remaja itu duduk di depan perapian yang menyala. Untung saja Nick dan Nick berhasil mengumpulkan kayu bakar sebelum hujan datang. Dengan adanya api, keadaan menjadi sedikit hangat.

Namun bayang-bayang hitam bergoyang yang diciptakan oleh lidah-lidah api dari perapian itu menciptakan kengerian lain. Keempat remaja itu tanpa sadar terlelap. Rasa lelah setelah menempuh perjalanan belasan kilometer dari rumah mereka meruntuhkan kekuatan tubuh mereka. Keempat remaja itu meringkuk, di depan sofa, mencoba untuk menahan rasa dingin. Tepat tengah malam, Suzan tiba-tiba saja terbangun setelah mengalami mimpi buruk. Ia terengah-engah, seolah baru saja berlari. Ruby yang tidur di sebelahnya ikut bangun. Begitu juga dengan kedua lelaki itu.

“Oh! Ini benar-benar menyebalkan.” Keluh Ruby . Kedua matanya terlihat bergerak tak tenang, mengamati setiap sudut ruangan yang seolah memiliki mata, dan mengawasinya dengan nafsu membunuh.
“Baru jam satu.” Ucap Suzan sesaat setelah memeriksa jam di pergelangan tangannya.
“Rumah ini benar-benar membuatku takut.” Keluh Ruby lagi. Suara bergetar, seolah ingin menangis.
“Kami ada di sini untuk melindungimu.” Ucap Suzan , sambil mencoba menenangkan temannya itu.
Keempat remaja itu terlonjak kaget saat tiba-tiba saja sebuah suara keras terdengar. Suara ‘BRAK!’ yang sepertinya berasal dari tingkat dua.

“Apa itu?” Ruby menggeser posisi duduknya merapat pada Suzan . Suzan merasakan ketakutan yang sama dengan gadis itu. Setiap benda di dalam rumah tua itu seolah memiliki kekuatan jahat.
“Mungkin tikus.” Ucap Nick .
“Tikus? Tidak mungkin tikus boleh menimbulkan suara seperti itu. Ada sesuatu di dalam rumah ini. Kita harus ke luar!”
“Tenang, Ruby !” ucap Suzan . Gadis itu melirik ke arah Nick , mencoba meminta pendapat. Namun lelaki itu hanya mengangkat kedua pundaknya.
“Oke!” ucap Nick. Sedetik kemudian ia sudah berdiri dari tempatnya berbaring dan merapatkan kerah jaketnya.
“Aku akan memeriksanya.”

“Oh! Kau gila?”
“Tidak ada yang perlu ditakuti.” Ucap Nick. Ia bergerak ke arah meja, meraih lilin yang sore tadi mereka temukan, dan menyalakannya. Nick bertanya apakah ia perlu teman, tapi Nick menolak. “Tidak ada hantu.” Ucapnya dengan sikap congkak. Beberapa detik kemudian, Nick telah menghilang dari pandangan. Nick n mencoba menangkan kedua gadis di sampingnya itu. Ia sadar dengan benar, bahwa ia semua adalah kesalahannya. Jika saja ia tidak memilih jalan pintas itu, mungkin ia dan ketiga temannya tidak harus berlindung di dalam rumah tua yang mengerikan seperti ini.

“Aku merasakan hal yang aneh dari rumah ini.” Ucap Suzan . “Entahlah. Aku boleh merasakannya. Seperti ada sesuatu yang jahat..”
“Sam benar.” Tambah Ruby yang masih merapat pada tubuh Suzan .
“Tinggal beberapa jam lagi.” Ucap Nick . “Kita akan pergi saat matahari terbit. Kita hanya perlu bertahan…”
“AHHHHH!!!” Ucapan Nick terpotong saat suara itu terdengar. Sebuah jeritan yang berasal dari arah tingkat dua. Dan ia tahu benar, bahwa suara barusan adalah suara Nick.

“NICK!” teriak Nick . Tanpa sadar ia telah berdiri pada kedua kakinya dan berniat untuk berlari menghampiri Nick. Tetapi, ia kemudian ingat dengan dua gadis itu.
“Kalian di sini saja, oke?”
“Tidak!” bantah Suzan . Gadis itu kemudian berdiri, diikuti oleh Ruby . “Kami tidak mau ditinggal sendi..”
“Ahhh!!! TOLONG!!” Suara itu terdengar lagi. Lebih keras, diselingi dengan suara berdebum seperti ada barang yang jatuh berkali-kali ke lantai. Nick dan kedua temannya tiada masa untuk berfikir panjang. Tanpa sadar mereka telah berjalan pantas menuju ke tingkat dua dengan Nick memimpin. Lilin yang ada di tangannya bergoyang, hampir terpadam ketika dia berjalan dengan laju.

“NICK! NICK! DI MANA KAU?” Tidak ada jawaban meski Nick telah berteriak beberapa kali. Saat ia mencapai koridor tingkat dua , instingnya mengatakan bahwa Nick berada di ruang gadis kecil yang sore tadi ia masuki.
“Oh, astaga! NICK!” Suzan dan Ruby menjerit ngeri melihat tubuh Nick yang tergeletak di atas lantai dengan darah memenuhi wajah lelaki itu. Wajah Nick terlihat polos, pucat di balik darah merah itu, dan kedua matanya memutih, seolah ada yang merampas napas kehidupan dari kedua mata itu.
“Oh! Apa yang terjadi? Tidak!!”

Ruby mulai menangis tak terkontrol. Tubuhnya bergetar, saat ia tak sanggup melihat apa yang terjadi pada temannya itu. Nick berdiri kaku di tempatnya. Pikirannya kosong selama beberapa detik, saat ia tak tahu dengan apa yang baru saja terjadi pada temannya itu. Namun ia sadar, bahwa temannya itu sudah tak bernyawa lagi. Ketiga remaja itu kembali berjingkat saat sebuah fenomena tak terjelaskan terjadi di depan kedua mata mereka. Lemari pakaian tua yang berada di sisi ruangan itu tiba-tiba saja bergetar dengan hebat, seolah ada seseorang di bagian dalam lemari itu yang mencoba untuk ke luar. Keadaan yang benar-benar ganjil, yang membuat ketiga remaja itu bergerak mundur dengan cepat. Dan tiba-tiba saja.. “ARHHHHH!!!”

Suara menjerit terdengar dari dalam lemari tua itu. Lemari itu bergoyang lebih cepat, lebih cepat, semakin cepat, menimbulkan suara-suara berteriak yang menyayat hati. “KELUAR!” teriak Nick sedetik kemudian. Hal yang paling rasional untuk menghadapi situasi tak natural seperti itu adalah melarikan diri. Ketiga remaja itu berlari cepat menuruni tangga, tak peduli lagi bahwa lilin yang Nick bawa telah mati, dan kini mereka berada dalam kegelapan total. Namun entah mengapa, mata mereka seolah dapat melihat dalam gelap. Dan beberapa detik mereka sudah mencapai pintu depan, memutar kenop pintunya, tapi..

“TIDAK!!”

Nick mengguncang-guncang pintu itu namun pintu itu tak bergeming. Terkunci. Dan sama sekali tidak dapat ia buka. Hal aneh lainnya terjadi beberapa detik kemudian. Ruang tamu mulai bergetar seolah ada gempa bumi. Lukisan-lukisan yang ada di dinding bergetar hebat, lalu berjatuhan. Lampu yang ada di rumah itu, yang seharusnya sudah tidak bekerja lagi, mulai berkedip hidup mati. “Lewat dapur! Cepat!”

Ketiga sampai di dapur dalam beberapa detik. Namun hal aneh yang terjadi di ruang depan pun terjadi pula dengan perabotan yang ada di dapur. Perabot-perabot mulai bergoyang, berguncang, menciptakan bebunyian yang aneh dan mengerikan. Kompor tua dengan dua panci di atasnya itu mulai menyemburkan api besar. Ruby menjerit-jerit ketakutan. Air mata membasahi pipinya yang memerah karena darah terlalu cepat terpompa ke kepalanya. Namun sedetik kemudian. Suzan menjerit sekuat yang ia boleh saat ia dengan jelas, dengan kedua matanya sendiri melihat sebuah pisau dapur melayang, menggorok leher temannya itu. Menyebabkan darah memancar ke luar dari arterinya yang terpotong. Ruby dengan jerit yang mulai tenggelam oleh darahnya sendiri mengapai-gapai ke arah Suzan , seolah meminta pertolongan terakhir. Namun…, gadis itu kemudian terkulai lemah dan tewas seketika.

“TIDAK!!” Jeritan kedua remaja yang tersisa kalah oleh suara ribut yang ditimbulkan oleh rumah tua itu. Perabotan yang berdenting, lantai kayu yang berderak, kaca jendela yang bergetar hebat, semua hal aneh terjadi dalam hitungan detik. “KELUAR, SAM! CEPAT!” Pintu dapur, dengan anehnya, terbuka dengan sendirinya seolah membiarkan kedua remaja itu untuk melarikan diri. Sam berhasil ke luar, akan tetapi ia tidak dapat menemukan Nick di sebelahnya. Ketika ia menoleh ke belakang, pintu dapur telah tertutup kembali dan Nick terjebak di dalamnya.

“ NICK N!! TIDAK!!”

Suzan berlari ke arah jendela, dan hanya dapat melihat Nick yang menggedor-gedor jendela itu. Nick mengangkat sebuah kursi untuk memecahkan kaca jendela itu, namun kaca itu seolah terbuat dari kaca anti peluru, dan sama sekali tak tergores. Rasa putus asa mulai muncul di dalam hati seorang gadis, Suzan , yang hanya boleh melihat kekasihnya terjebak dalam rumah maut itu. Air mata tak terbendung lagi, dan ia hanya boleh menjeritkan nama lelaki itu.

“ NICK N!!”

Nick berdiri tenang di balik kaca di mana Suzan dengan kekuatan penuh menggedor kaca jendela itu. Nick hanya tersenyum, telah menyerah dengan keadaan, dan meminta kekasihnya itu untuk lari.

“Lari, Sam! Ku mohon! Tinggalkan aku!”
“Tidak.., tidak.., Nick n…”
“Lari! LARI!!”

Dengan kekuatan terakhir, Suzan bergerak meninggalkan tempat itu. Dengan tangisan yang tak henti, ia mencoba menguatkan kedua kakinya untuk terus berlari, berlari, dan berlari tanpa henti. Dengan rasa sakit di dalam hati karena telah meninggalkan kekasihnya tanpa dapat berbuat apa-apa, ia menjeritkan nama Nick n di dalam hatinya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience