BAB 2

Drama Completed 383

“Ayah tidak bilang kepadaku, apakah kami akan tinggal selamanya di sana atau tidak. Aku dan ibu hanya ikut bersamanya. Jadi, kalau aku jawab iya, tapi kenyataanya tidak? dan kalau aku jawab tidak, tapi kenyataannya iya? berarti, aku juga memberimu jawaban yang tidak pasti. Dan kamu tidak mau itu,kan?” Kata-kataku dengan nada sedikit tinggi. Seolah-olah, kita sedang beradu mulut memperebutka sesuatu. ”Ya, sudah! aku tak ingin berdebat denganmu” Kata Leon menenangkan suasana. ”Hafiza , aku tak ingin kau pergi menunggalkanku. Siapa yang akan mendengarkan ceritaku” Kata Leon dengan nafas mendesah dan wajahnya menjadi sayup.

“Aki juga sama, Leon . Siapa yang akan mendengarkan ceritaku?” Kataku lirih. ”Oh, iya. Aku punya sesuatu untuk kita” Kataku teringat oleh sesuatu yang ada di tasku. ”Untuk kita?! Apa itu?” Tanya Leon penasaran. ”Dua buku diary ini, satu untuk aku, dan satu untuk kamu” Aku memberikan salah satu diaryku yang aku bawa untuk Leon . ”Apa maksudnya?” Leon tak mengerti. ”Selama kau pergi dan selama kamu aku tinggalkan. Kita akan tetap dapat bercerita tentang apa yang terjadi dengan kita masing-masing. Kamu dapat menulis apa yang ingin kamu bicarakan kepada aku, begitu juga sebaliknya. Aku dapat menulis apa yang ingin aku bicarakan sama kamu. Kamu faham kan?” Tanya Hafiza . ”Iya. aku mengerti”. Leon dan aku tersenyum bersama. Pertemuan terakhir ini akan menjadi kenangan yang indah ketika aku sudah pergi meninggalkan sahabatku. Leon tersenyum dan Ia memelukku. ”Semoga, kita dapat bertemu kembali Hafiza ” Kata Leon yang aku dengar dari telinga kananku. Aku juga berbisik di telinganya. ”Aku harap juga begitu Leon ”.

Setiba dirumah baruku, tiba-tiba aku mendapatkan musibah. Aku mengalami kecelakaan, dan aku harus merelakan kehilangan ingatanku. Dan aku bersyukur, sekarang ingatanku sudah kembali. Dan satu hal Iagi yang harus aku relakan, aku kehilangan penglihatanku. Aku buta! Ya, aku buta! Aku buta! Aku menitikkan air mata, air mata yang terus meluncur dari sudut mataku. Air mata yang seperti embun yang turun menyusuru dedaunan.

“Kemanakah aku harus mencarimu, Leon ” Kataku lirih saat aku duduk di bawah pohon, di taman kota. Tempat dimana aku pernah menanam pohon dalam acara tanam seribu pohon bersama pendengar setiaku di radio. Pohon yang aku tanam itu sudah tumbuh besar dan mampu menghalangi sinar matahari yang akan menyengat kulitku. ”Anda buta?” Tanya sesorang di dekatku yang mengagetkanku. ”Iya” jawabku yang langsung menghapus sisa-sisa air mata di pipiku. ”Apa yang anda lakukan di sini? Sendirian lagi!”. Aku hanya diam saat orang itu bertanya. ’Sepertinya, suara itu sudah tak asing lagi di telingaku?’ Kataku dalam hati.

“Apa benar ini rumahnya Leon ?” Tanya ayahku. ”Maaf, Leon siapa?” Jawab seorang satpam. ”Ini fotonya, pak” Aku menyerahkan fotoku bersama Leon . ”Oh, orang ini sudah pindah lima bulan nyang lalu” Jawab satpam itu yakin setelah melihat foto Leon . ”Bapak tahu pindah kemana” Tanya ayahku. ”Maaf, saya tidak tahu” Jawab satpam itu. ”Ayah…” Kataku pitus asa. ”Sabar ya, Hafiza !”

“Nona, apakah anda tersesat?” Tanya orang itu yang membuyarkan lamunanku. ”Maaf, saya tidak tersesat. Saya pernah tinggal di sini” Jawabku sedikit gelagapan. ”Apakah anda buta sejak kecil?” Tanya orang itu. ”Tidak. Saya pernah mengalami sebuah kecelakaan. Dan kecelakaan itu yang membuat saya menjadi buta” Kataku menjelaskannya. Aku senang dapat mengutarakan hal itu pada orang itu. Meskipun orang itu bukan Leon , seseorang yang selalu mendengarkan ceritaku. ”Apakah kamu masih memiliki harapan untuk dapat melihat lagi?” Tanyanya. ”Mungkin, jika ada seseorang yang mau mendonorkan matanya untukku. Oh,iya! apakah anda kenal dengan seseorang yang ada di foto ini?” Tanyaku pada orang itu, dan aku berharap akan ada titik terang tentang keberadaan Leon . ”Maaf, saya tidak pernah bertemu dengannya”

“Oh, begitu?” Kataku dengan nada kecewa. ”Bolehkah aku mendonorkan mataku untukmu?” Tanya orang itu. ”Jangan! itu terlalu berbahaya”. Kataku terkejut dengan perkataan orang itu.Alangkah baiknya orang itu. Aku tak mengenalnya dan ia juga tak mengenalku. Bagaimana mungkin ia ingin mendonorkan matanya untukku?

”Hafiza , kamu ngapain di sini sendirian?” Tanya ayahku.” Ayah! Ayah tak melihat ada seseorang ada di sini?” Tanyaku. ”Siapa? Ayah tak melihat ada seseorang ada di sini” Jawab ayahku dengan yakin. Kemana perginya orang itu? Ia begitu cepat pergi meninggalkanku.

Aku duduk disebuah bangku di taman kota. Aku biasanya datang dengan tongkat untuk membantuku berjalan. Dan sekarang, aku dapat berjalan sendiri tanpa tongkat itu. Sekarang, banyak kado-kado yang berdatangan ke rumah. Kado dan bunga itu datangnya dari seseorang yang mengagumiku. Tak urung juga, mereka menyatakan cinta dan kekagumannya terhadapku. Apa mereka benar-benar mencintaiku? Apa yang kualami sekarang, seperti apa yang diceritakan Leon padaku. Aku sudah tak melihat Leon ada di taman ini. Apakah ia sudah melupakanku?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience