13. New Life ( The End )

Horror & Thriller Completed 8081

Hari ini adalah hari dimana ibuku akan dimakamkan. Banyak orang berdatangan ke rumah hanya untuk melihat tempat kejadian peristiwa yang beritanya sudah tersebar keseluruh media. Semenjak peristiwa itu, para wartawan tidak henti-hentinya berdatangan untuk meminta jawaban dari pertanyaan yang mereka berikan padaku. Aku mencoba menghindar, namun mereka sudah ada di halaman depan rumah secara bergantian.

Paman Sam terlihat begitu terpukul atas kejadian yang menimpa ibu. Dia merasa bersalah pada malam itu tidak ikut menemani ibu. Padahal pada malam itu, paman mendapatkan banyak panggilan dari ibu dan mendapatkan satu pesan yang mengatakan bahwa ibu akan pergi sendirian mengunjungi ku jika paman tidak bisa menemaninya. Paman merasa bahwa ibu sudah tahu kalau sedang terjadi sesuatu padaku dan Brayden di rumah.

"Jika saja malam itu bisa diulang, aku akan mengangkat teleponnya dan menemaninya berkendara menuju rumahmu" ucap paman merangkulku yang sedang menatap makam ibu."Tidak ada yang bisa disalahkan saat ibu dibunuh malam itu paman" balasku.

"Aku yang akan menjaga kalian mulai sekarang" jelasnya. Aku tidak menjawab ucapannya, aku hanya balik merangkulnya.

Selesainya proses pemakaman ibu, kami kembali kerumah. Selama perjalanan pulang, tidak ada satupun kata terlontar untuk mencairkan keheningan. Brayden hanya menatapi pemandangan luar dari jendela dalam mobil sambil menyandarkan kepalanya ke kaca, sedangkan paman hanya termenung dengan tatapan kosong di sampingku.

"Hey jagoan, kita sudah sampai di rumah" ucapku. "Aku takut yah, aku tidak akan masuk kerumah itu tanpamu".

"Itu hanyalah rumah sekarang, tidak ada lagi yang mengganggumu" balasku."Paman punya kabar baik dan kabar buruk Brayden. Kau ingin memulai darimana?" tanya paman.

"Paman bisa mulai dari kabar baik" jelasnya."Baiklah, kabar baiknya adalah bahwa ayahmu akan menjual rumah ini. Dan kabar buruknya, untuk malam ini kita harus tidur di rumah ini" jelas paman.

"Kita akan pindah secepatnya yah?".

"Iya, secepatnya".

"Baik yah, aku akan menunggu sampai hari itu tiba" ucap Brayden.

Saat paman dan Brayden berjalan masuk kedalam rumah, aku termenung dimana rumah yang dulu menjadi tempat kenanganku dengan Sarah dan Luis kini harus kujual demi memulai kehidupanku dari awal lagi. Aku tidak mengira bahwa semua ini akan terjadi di keluargaku, terkhusus aku tidak menyangka bahwa pada saat kecelakaan itu anakku Luis yang menjadi tumbal dari perjanjian Emma dengan iblis itu. Dan orang yang menabrak anakku jugalah yang membunuh ibuku.

"Paman yang akan menemanimu malam ini. Sekarang kau bisa tidur dengan tenang tanpa ada rasa takut" ucap paman sambil berbaring disampingnya Brayden."Aku senang paman ada disini bersama kami".

Aku memandang mereka berdua dari pintu kamar. Aku bisa merasakan kasih sayang paman pada Brayden menggantikan kasih sayang seorang kakek pada cucunya. Aku menghampiri Brayden untuk memberinya ucapan selamat malam dan kecupan sebelum tidur di keningnya.

"Selamat tidur jagoan, semoga mimpi indah" ucapku."Selamat malam juga yah" balasnya.

"Kau baik-baik saja kan tidur sendirian di kamar?" tanya paman."Aku bukan anak kecil lagi paman" ucapku tersenyum.

"Baiklah, lampu mati atau pintu terbuka?" tanyaku."Pintu terbuka" ucap paman dan Brayden serentak.

Aku meninggalkan mereka berdua dengan pintu terbuka dan menuju ke kamar. Aku menarik selimut hingga menutupi bagian dadaku saja. Aku menatap ke langit-langit kamar dan mencoba untuk tertidur. Namun pikiranku seakan menyuruhku untuk masuk dan memeriksa kamarnya Emma. Walaupun sebenarnya aku tidak ingin melakukannya, karena aku tidak mau berurusan dengan hal seperti itu lagi.

Pada akhirnya, pikiranku berhasil mengalahkan keraguanku. Aku beranjak turun dari ranjang, dan berjalan menuju kamar Emma. Aku membuka pintu kamarku perlahan, agar paman dan Brayden tidak mendengar apa yang sedang aku lakukan. Aku memandang lorong itu dimana pintu basemen sudah disegel oleh polisi semenjak kejadian itu terjadi. Namun aku mengalihkan pandanganku kearah kamar Emma yang tepat disamping kamarku.

Aku membuka pintu kamarnya perlahan, dan mencoba masuk kedalam. Aku mendapati banyak barang-barang tajam seperti paku, gunting, dan benda tajam lainnya di setiap sudut kamar. Aku tidak tahu mengapa Emma meletakkan benda-benda itu disana. Dimana lingkaran ritual itu juga masih berada di lantai, ditambah barang-barang lainnya yang berserakan.

"Kenapa lantai itu kelihatan berbeda?" tanyaku dalam hati. Aku mencoba mendekatinya dan memecahkan lantai itu sampai aku mendapatkan sebuah buku yang terlihat berdebu didalamnya yang sengaja disimpan.

Aku membuka buku itu dan saat aku membuka lembaran pertama, aku betul-betul terkejut dengan apa yang aku lihat. Dimana ada sebuah foto yang sengaja diambil yang menggambarkan seorang wanita dan anak kecil sedang berdiri di atas rumput halaman sambil melihat kearah rumah besar yang sedang terbakar. Aku membuka lembaran kedua, dan aku menemukan beberapa gambar anak kecil yang sedang terbakar didalam ruangan. Aku mencoba membuka lembaran-lembaran berikutnya dan aku melihat kejadian yang sama yaitu seorang anak kecil yang sedang terbakar hidup-hidup dan gambar bagaimana mereka membakar rumah itu. Namun pada lembar terakhir, aku langsung terduduk di atas ranjang. Aku menemukan foto Emma dan Brayden sedang bergandengan tangan tersenyum membelakangi rumah yang sedang terbakar itu.

"Plaaaaaakkk" pintu tertutup."Sial, seseorang buka pintu ini" teriakku sambil menggedor-gedor pintu.

Aku terus menggedor-gedor pintu itu berupaya dapat membangunkan paman dan Brayden. Namun, tidak ada sahutan dari paman sama sekali. Tiba-tiba saja ada suara berbisik di telingaku yang mirip sekali seperti suara Emma mengatakan keluar atau mati disini. Aku langsung mendobrak pintu itu dengan sikutku, aku tetap tidak bisa membuka pintu itu.

"Keluar atau mati disini bersamaku" bisik suara itu di telingaku."Diam!, semua sudah berakhir" ucapku.

"Brayden?, jangan sampai dia menyakiti anakku" pikirku dalam hati.

Aku berusaha terus menerus mendobrak pintu itu dengan sikutku berulang kali, namun pintu itu tetap tidak bisa terbuka. Aku bisa mendengar seseorang sedang berjalan ke arahku dari belakang. Aku tidak berani untuk melihat kebelakang, rasanya seseorang itu semakin lama semakin mendekat. Sampai pada akhirnya dia berhenti tepat di belakangku dan nafasnya berhembus di leherku.

"Apa yang kau inginkan lagi dariku?" tanyaku tanpa tahu siapa yang dibelakang ku."Aku menginginkan jiwamu" bisik suara seseorang yang terdengar menyeramkan di telingaku.

"Aku sudah memberikan jiwanya yang sudah melakukan perjanjian denganmu" ucapku."Kau tidak akan pernah bisa menahanku untuk mendapatkan jiwa anak itu" ucapnya di telingaku.

"Dia anakku dan sampai aku matipun, aku tidak akan pernah membiarkanmu menyakitinya bahkan sampai mengambil jiwanya" tegasku."Kalau begitu, aku akan mengambil kedua jiwa yang sedang terlelap disana" ucapnya mengancam.

Suara pintu tertutup keras dari luar."Brayden?, paman?. Apakah itu kalian?" teriakku memanggil.

"Aaaaaaaaahhhhh" suara teriakan Brayden."Kau tidak akan bisa mengambil jiwa anakku" teriakku sambil menendang keras pintu.

Aku membuka semua isi lemari Emma dan berharap menemukan sesuatu yang bisa membuka pintu itu. Saat aku sedang menggeledah lemari Emma, terdengar suara teriakan Brayden dibarengi suara paman yang sedang memanggilku. Aku tetap mencari sampai pada akhirnya aku menemukan linggis di balik tumpukan baju Emma. Aku langsung mengambil linggis itu dan membuka paksa pintu itu.

"Paman, aku disini" teriakku sambil berusaha membuka pintu."Steveen, dimana kau?" teriak paman dari luar.

Bunyi pintu terbuka."Paman, Brayden dimana kalian?" teriakku sambil mencari."Brayden dimana kau anakku?, paman dimana kau?" teriakku lagi.

Aku tidak menemukan mereka berdua dikamarnya Brayden, aku mencoba mencari kedalam basemen namun pintu itu masih tersegel bagus. Aku berpaling berlari kearah dapur, dan aku sangat terkejut melihat paman sedang menusukkan pisau dapur tepat ke jantung Brayden berkali-kali.

"Paman, apa yang kau lakukan?. Itu Brayden, sadarlah!" teriakku."Diam!, aku menginginkan jiwanya" teriak paman kearah ku dimana mukanya sudah berlumuran darah.

"Tidak, Brayden anakku" teriakku menangis."Hahaha, aku sudah katakan padamu bahwa kau tidak bisa menghentikan ku" ucap paman tertawa menghentikan tusukannya yang masih tertancap di dada Brayden lalu menariknya keluar.

Aku melangkah mundur kebelakang dimana mulutku seakan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dimana aku melihat Brayden sudah mati di tangan pamannya sendiri yang dirasuki. Aku melangkah mundur sampai menabrak dan menjatuhkan tumpukan kaleng.

"Sekarang giliran mu!" ucap paman menatapku tajam."Paman Sam sadarlah!".

Aku berlari menuju kamarku dan mengambil senapan dari dalam lemari pakaianku, dimana paman mengejar ku dari belakang. Sesampainya aku di kamar, aku langsung mengunci pintu dan mengambil senapan itu. Paman Sam menusukkan pisaunya berulang kali ke pintu berusaha masuk. Sampai pada akhirnya, paman Sam berhasil menjebol pintu kamarku dan masuk.

"Apa yang kau inginkan lagi!, kau sudah mendapatkan jiwa anakku" ucapku ketakutan sambil memegang senapan."Aku menginginkan jiwamu juga".

"Mundur!, aku tidak ingin menyakiti pamanku".

"Coba saja" ucapnya.

"Jika kau menarik pelatuk itu, kau akan memberiku dua nyawa" ucap paman melangkah semakin mendekatiku."Kumohon, hanya pamanku saja yang kumiliki sekarang" ucapku tertunduk menangis.

"Ikutlah terbakar denganku di neraka" ucapnya berlari mengarahkan pisau itu kearah ku."Maafkan aku paman" ucapku pelan.

"Daaarrrr" bunyi suara tembakan.

"Steven, kenapa kau menembakku?" ucap paman sambil menekan perutnya sebelah kanan."Paman, maafkan aku" ucapku sambil menangkap paman yang hampir terjatuh.

"Kumohon paman, jangan tinggalkan aku" ucapku menangis menatap paman yang terbaring lemah di lantai."Apa yang sedang terjadi Steve?, dimana Brayden?" tanya paman mengerahkan sisa tenaganya.

"Kau membunuhnya paman. Kau menusukkan pisau yang ada di tanganmu tepat di dadanya" ucapku terisak-isak."Aku minta maaf Steve. Iblis itu berhasil merenggut semuanya Steve" ucap paman menangis terakhir kalinya.

Aku menangis sambil memeluk erat paman Sam. Aku tidak tahu harus berbuat apalagi. Semua serasa sudah berakhir, dimana Brayden sudah meninggal begitu juga dengan paman. Tidak ada lagi yang kumiliki di dunia ini, seakan tiada lagi arti untuk bertahan hidup.

"Kau tidak akan berhenti, aku tahu itu!. Kau berhasil merenggut semua orang yang ku sayangi. Dan aku tahu sekarang bagaimana mengakhirinya" ucapku seorang diri.

Aku mengambil senapan yang terjatuh di lantai. Aku meninggalkan paman di dalam kamar dan beranjak ke dapur. Aku mengangkat tubuh Brayden yang sudah tak berdaya di lantai ke pangkuanku. Aku mengecup rambutnya dan mengelus-elus rambutnya berulang kali.

"Ayah akan bersamamu sayang. Kita akan bersama selalu, sekarang sampai selamanya" ucapku sambil mengelus rambutnya dan menangis.

"Semua ini akan terhenti sudah. Iya, semua ini akan ayah akhiri" ucapku sambil mengambil senapan.

Aku mengarahkan senapan itu masuk kedalam mulutku, dan aku menarik perlahan pelatuknya. Aku memejamkan mataku, mencoba memikirkan kenangan-kenangan indah yang dulu pernah aku lalui bersama Luis, Sarah, ibu, paman, dan juga Brayden sambil tetap menarik pelatuk itu.

"Daaarrrr" bunyi suara tembakan.

"Braydennn" teriakku.

"Ayah, ada apa?. Kau mengalami mimpi buruk?" tanya Brayden berbaring di sebelahku. Aku menatapnya dan memeluk Brayden erat."Ayah pikir, ayah sudah kehilanganmu" ucapku sambil mengecup keningnya.

"Aku baik-baik saja yah, bahkan untuk pertama kalinya aku bisa tidur dengan lelap semalam" jelas Brayden."Berarti itu semua mimpi?, syukurlah".

"Hey Steven, mobil pengangkut barang sudah tiba. Sudah saatnya kita bergegas" ucap paman Sam memotong pembicaraan dari luar kamar."Hore, akhirnya kita akan pindah" teriak Brayden.

"Sudah siap pindah ke rumah barumu?" tanyaku."Aku sangat menunggu momen itu yah. Dan hari itu tiba, ayo kita bergegas".

Pada hari itu juga, kami bertiga meninggalkan rumah yang sudah aku bangun saat aku menikahi Sarah. Dan rumah ini sudah dibeli oleh keluarga yang penasaran dengan hal yang pernah terjadi di rumah ini dalam jumlah yang besar. Brayden didaftarkan oleh paman ke sekolah barunya dan dia sering bercerita bahwa dia mendapatkan teman-teman yang baik padanya di sekolah. Dan aku tetap bekerja di kantorku, dan semenjak kejadian itu paman Sam selalu menghampiri kami berdua.

Kini kehidupanku sudah lebih baik, walaupun aku harus memulai dari awal lagi. Sampai selamanya aku akan tetap menyimpan semua rasa penasaran ku tentang foto Brayden dan Emma yang sedang bergandengan tangan dimana dibelakangnya terdapat rumah sedang terbakar hebat. Apakah itu ada hubungannya atau tidak dengan kebakaran di panti asuhan itu pikirku termenung sendiri.

T A M A T

~~

Hallo...  Halloo Hai pembaca Dad Who Is He??? ??. Wahhhhh, sudah sampai di akhir part cerita nih. Bagaimana, permasalahan sudah terungkap bukan?. Yap, itu menandakan cerita ini sudah berakhir. Eitsss, tapi cerita ini dalam penerbitan yang sebentar lagi akan diterbitkan.?? YUHUUUY..

Berita bagus nih dari mimin hehe, mimin sudah membuat cerita terbaru yang sudah publish yang berjudul "The Wizard and His Rival".. bisa dipantau ya dari novel terbaru Mimin di profil.. stay tune terus yee.

Note : Thank you so much buat kalian yang senang membaca novel "Dad Who Is He ??" ini dan sudah menambahkan cerita ini ke reading list kalian di .

#salamhangat

support Mimin selalu?? tumpahkan di kolom komentar ya. *Comment Down Bellow*??. 

Dukungan kalian sangat berarti buat Mimin^^/

Love y All
Bye guysss ????????

#TheEnd

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience