Tak hanya Ayah, Ibu pun begitu. Begitu lembut dan selalu memberikan pelukan hangat untukku. Karena dukungan lembutnya, aku bisa menjadi gadis yang dikatakan kebanggaan keluarga, lingkungan rumah, teman, maupun lingkungan sekolah. Aku dikenal sebagai gadis normal yang bisa bergaul dengan baik, tetapi semuanya berubah ketika mereka pergi.
Aku mengatakan, sebelum mereka pergi, aku begitu berprestasi, karena aku tahu, seorang gadis kecil harus bisa membuat orang tuanya bangga. Bergaul pun penting, karena jika kau tak bisa bergaul, kau akan dianggap sulit untuk mengenal lingkungan baru yang ramai.
Aku hidup dalam kesenangan. Orang tuaku, yang masih terlihat dewasa, mengerti bagaimana perasaan gadis kecil mereka. Tetanggaku selalu membicarakan hal baik tentangku, dan aku bersyukur orang tuaku tidak memiliki mulut sombong. Itulah yang disebut kehidupan baik dalam keluarga maupun lingkungan sekitar.
Itu hanya saat umurku mencapai 10 tahun saja. Hingga seterusnya, semuanya mulai berubah. Tak ada yang tersisa. Semuanya bisa dibilang berubah—kesenangan dan bunga mekar telah berhenti tersenyum padaku.
Aroma harum yang terpancar tak akan pernah ada lagi. Wajah cantik dan manis menjadi wajah layu dan penuh dengan kesedihan.
Itu aku. Semuanya benar-benar berubah dan tak tersisa di dunia ini, termasuk kesenanganku, yang tak akan bisa terulang lagi selamanya.
Biar aku beritahu, selama 7 tahun setelah kepergian kedua orang tuaku, banyak orang yang ingin sekali merawatku. Mereka bahkan berasal dari yang sedarah maupun tidak sedarah. Orang asing pun ingin merawatku. Tak hanya karena aku adalah putri tunggal dari keluarga muda nan dewasa, tetapi juga karena aku adalah gadis berprestasi saat itu—gadis normal yang disebut luar biasa. Aku membanggakan kedua orang tua karena aku selalu berinteraksi dengan bunga-bunga yang selalu kutemui di jalanan, termasuk dandelion sekalipun.
Aku tahu maksud mereka yang ingin merawat dan mendapatkan aku. Mereka mengadopsiku, lalu mengaku bahwa aku adalah gadis mereka. Dengan begitu, aliran darah dan yang lainnya akan mengaku bahwa gadis berprestasi seperti aku adalah milik salah satu dari mereka.
Jika itu memang niat buruk mereka, aku lebih memilih tidak menjadi gadis siapapun.
Aku tak mau berpihak pada mereka. Saat itu juga, aku mengubah hidupku sepenuhnya. Semuanya.
Aku memaksa diriku mengubah segalanya. Aku mengubah pola makan, tidur, dan pemikiran hingga aku kacau, khawatir, juga depresi.
Bunga tak lagi menghiasi rumah. Tembok-tembok yang kami buat penuh kebahagiaan kini sudah kurusak. Aku tak bisa lagi membuat sinar lampu untuk mereka. Tak peduli apa yang bunga-bunga di lukisan katakan padaku, tapi ini semua sudah berakhir. Aku tertelan dalam kesedihan.
Hal itu juga mengubah segalanya. Nilai-nilaiku menurun. Aku tak bisa lagi bergaul. Aku sudah lelah berusaha menjadi "sok asik", terutama di umurku yang remaja dan gampang tertutup.
Selama 7 tahun, aku mandiri. Semuanya kulakukan sendiri. Tidur, makan, memasak, dan lainnya. Bahkan pekerjaan rumah kulakukan setiap hari.
Hal itu membuatku belajar bahwa kesenangan memang tidak bisa bertahan lama. Hanya perlu menemukan orang yang pandai menjaga kebahagiaanmu, maka kau akan selalu semangat menjalani hari-harimu. Tapi tidak denganku.
Semuanya mulai menganggapku aneh dan lain sebagainya. Bahkan ada yang merendahkanku. Perusahaan milik Ayahku, yang seharusnya diwariskan padaku, malah diambil orang lain yang tidak jelas—kehidupan yang bahkan sama sekali tak kupahami.
Awalnya mawar putih, lalu abu-abu, hingga menjadi hitam tanpa adanya merah cinta dalam warnanya.
Hingga saat ini, umurku memang 18 tahun, dan aku bisa katakan sesuatu. Satu bulan lagi adalah kelulusanku. Aku mencoba mencari ketenangan. Selama ini biaya hidupku berasal dari warisan orang tuaku yang ada di bank. Hanya aku yang tahu pinnya. Tapi aku berpikir aku harus berhenti mendapatkan makanan maupun barang dari manusia yang dikenal sebagai makhluk penafsu tinggi.
Aku hanya mengharapkan sebuah hal baik dan menjauhkan diriku dari sana. Pada saat ini, aku menemukan jalan hidupku, yakni melakukan petualangan ke hutan di Eropa Selatan dan menemukan kode 112806. Ini kisahku untuk menjadi lebih tenang tanpa ada rasa yang mengganjal.
Ini semua dimulai ketika aku beranjak umur 18 tahun. Di Eropa, 18 tahun adalah umur legal, di mana kita bisa menikmati dunia dengan umur itu. Karena umur 18 tahun adalah pertengahan antara kebebasan dan kesibukan.
Sedikit cerita, ini saat aku masih sekolah, bisa dibilang satu tahun lalu sebelum aku lulus. Aku selalu berjalan sendirian. Yang sebelumnya diantar maupun dijemput orang tua, kini menjadi pulang dan berangkat sendiri. Hanya bus yang selalu menjadi kendaraanku. Egois dan pergaulan yang sebelumnya kumiliki kini telah hilang, menjadi milikku seutuhnya.
Setiap kali pulang sekolah, adalah waktu sore yang sangat berwarna. Warna jingga yang dapat membuat hati tenang dan bibir tersenyum sendiri.
Mau bagaimana lagi, orang sepertiku lebih menyukai pemandangan alam yang seperti ini pastinya.
Ketika pulang sekolah itu, apa yang aku lihat adalah hal yang sungguh sangat cantik, yakni sebuah bunga yang tumbuh di sepanjang sungai yang sangat besar. Di sana banyak sekali kawanan mereka yang siap menyebarkan banyak benih yang bisa tumbuh di mana saja.
Setiap kali aku melihatnya, rasanya ingin sekali memetik satu, lalu menebarkan benih mereka melalui tiupan lembut yang aku buat. Terkadang, benih-benih itu jatuh di tanah, rumput, bahkan air yang ada di sungai itu.
Aku berpikir bahwa benih-benih yang mendarat di sungai pastinya akan tenggelam dan masa depan mereka hancur. Bunga dandelion, peri pada fantasi bunga biji sihir, merupakan cerminan bulan kecerahan, bak tanaman yang memiliki kasih sayang. Mereka benar-benar bunga yang bisa menghasilkan keturunan dalam jumlah yang sangat banyak.
Mereka menyebarkan anak-anak yang akan meneruskan jenis mereka sendiri. Benar-benar sangat cantik sekali. Kenapa seorang manusia tidak sesayang bunga dandelion yang bahkan tak ragu-ragu mengorbankan dirinya demi menyebarkan benih yang sangat banyak? Tapi mungkin ini bukan tentang bunga dandelion.
Dalam perjalanan pulang ke rumah, aku juga menemukan bunga lain, yaitu bunga yang dikenal sebagai jasmine. Kalian bisa menyebutnya bunga melati. Dari yang aku pelajari dalam ilmu pengetahuan tentang flora, buku tersebut menjelaskan bahwa bunga melati tidak hanya berwarna putih saja, melainkan memiliki banyak warna. Tak hanya itu, di balik warna-warnanya yang begitu beragam, bunga melati juga memiliki filosofinya masing-masing.
Arti bunga melati juga bisa melambangkan rasa hormat. Jadi, jika memberikan seseorang buket melati putih, itu menunjukkan bahwa kita sedang sangat memikirkannya.
Selain putih, ada juga bunga melati berwarna biru. Makna bunga melati biru ini melambangkan simbol kejujuran dan kepercayaan yang tinggi. Dalam hal ini, jika memberikan seseorang bunga melati biru, itu mungkin berarti kita mempercayainya sepenuhnya.
Ada pula bunga melati berwarna kuning yang menjadi simbol kebahagiaan dan persahabatan. Melati kuning juga bisa dipandang sebagai simbol optimisme atau semangat yang membara. Untuk warna-warna lainnya, aku tak bisa menjelaskan semuanya. Intinya, bunga ini adalah bunga yang berguna, seperti pengharum teh.
Tak hanya itu, bunga melati termasuk bunga yang begitu harum. Bisa dikatakan bahwa bunga ini memang istimewa dalam hal aroma. Bisakah aku menjadi seperti melati, atau bunga yang disebut jasmine ini? Pastinya, sangat harum.
Namun, kebaikan tidak diukur dari seberapa harum dan wanginya bunga, melainkan dari perilaku yang baik, lembut, dan luar biasa. Terkadang, aku juga bertanya-tanya pada diriku sendiri. Sebenarnya, apa yang dilakukan orang-orang ketika mereka menggunakan parfum untuk diri mereka sendiri? Apakah tubuh mereka berbau tidak sedap, atau apa? Tapi, seumur hidupku, aku tak pernah merasa memiliki aroma yang aneh. Setiap kali aku berkeringat atau apa pun itu, tak ada aroma buruk, melainkan aroma yang wangi. Teman-temanku dulu bahkan mengira aku adalah "gadis bunga." Jadi, aku percaya diri saja bahwa aku adalah gadis bunga yang sedang mekar.
Tapi sekarang, pastinya tidak. Karena semua ini sudah berakhir. Aku menjadi bunga yang layu tanpa apa pun. Bahkan matahari maupun hujan tak mau memberiku makan. Siapa pun itu, aku mungkin tak bisa diselamatkan. Aku merasa terperangkap dalam kesendirianku, tak ada yang peduli, tak ada yang datang memberi kekuatan. Di mana aku harus mencari orang tua sebaik Ayah dan Ibuku? Mereka adalah pelindungku, tempatku bernaung, dan satu-satunya yang bisa membuatku tersenyum dan tertawa. Tanpa mereka, dunia ini terasa begitu hampa. Aku pun begitu, selalu membuat mereka tersenyum dan tertawa, selalu berusaha menjadi kebanggaan mereka. Tapi sekarang, aku hanya bisa berharap mereka ada di sini untuk membimbingku, untuk memberi kekuatan, seperti dulu.
Saat ini, kamu bisa melihatku berjalan di jalanan yang sangat ramai dengan orang-orang berlalu-lalang. Kendaraan berdesakan, suara mesin bercampur dengan hiruk-pikuk orang yang sibuk, seakan tak ada ruang untuk diriku. Semua berjalan begitu cepat, seperti mereka tidak punya waktu untuk melihat apa yang terjadi di sekitarnya. Segalanya berpadu di tempatku ini, sesak, hiruk-pikuk, dan bising. Aku hanya berjalan dengan sepatuku, yang kini terasa berat dan menyesakkan. Napasku tercampur dengan asap kendaraan dan suhu tubuh yang tak pernah lagi terasa nyaman. Kain tebal yang aku kenakan seakan menekan dadaku, membuatku merasa terperangkap lebih dalam.
Di tangan kiriku, aku memegang selembar kertas yang ternyata membawa beban lebih dari yang aku bayangkan. Di sana tertulis sesuatu yang sangat harus aku teliti lebih banyak lagi. Sesuatu yang akan mengubah semuanya jika aku bisa memahami dan menemukan jawabannya. Tapi, bagaimana aku bisa menemukan jawaban jika aku tak tahu harus memulai dari mana? Semuanya tidaklah mudah untuk dilakukan. Pikiran-pikiranku kacau, seperti sebuah benang kusut yang sulit untuk diurai. Aku merasa seperti berada di persimpangan jalan, bingung memilih arah yang benar.
Aku harus mencari tahu jawaban yang sebenarnya. Mau bagaimana lagi, aku harus bisa menggunakan otakku ini untuk mencari tahu jawaban itu. Setiap langkahku terasa seperti beban yang semakin berat, namun aku tak bisa berhenti. Aku tahu, jika aku tidak menemukannya, aku tak akan bisa mencapai tempat yang kutuju. Aku tak bisa terus terjebak dalam ketidakpastian ini. Aku harus bisa menemukan jawabannya!
Share this novel