Pernahkah kamu berpikir bahwa bunga cantik ada di mana-mana? Kita dapat melihat keindahan bunga melalui berbagai aspek: bentuknya yang memikat, ciri-cirinya yang khas, aromanya yang menenangkan, hingga warnanya yang begitu memukau. Warna-warna itu, seperti pelangi yang tersembunyi di kelopak, memiliki banyak arti. Setiap warna mampu menyampaikan pesan yang tak terucap, sebuah bahasa yang hanya dimengerti oleh hati yang mau memperhatikan. Bukankah itu luar biasa? Kebanyakan orang memuja keindahan bunga mawar, bunga yang menjadi simbol cinta, dengan warna merahnya yang berani, putihnya yang murni, bahkan hitamnya yang misterius. Belum lagi perpaduan warna yang dihasilkan dari percampuran genetiknya, seolah bunga itu adalah kanvas kehidupan.
Namun, mawar hanyalah permulaan. Ada bunga lain yang tak kalah menawan: bunga lily. Lily, dengan keanggunannya, seperti balerina yang menari di atas angin. Aromanya lembut, namun memikat, seperti bisikan yang hanya bisa dirasakan oleh jiwa. Aku sering membayangkan, andai saja aku bisa mengenal lebih banyak jenis bunga—bukan hanya bunga yang tumbuh di negeri ini, tetapi juga di seluruh dunia, bahkan di luar angkasa. Apakah ada bunga yang bisa tumbuh di planet lain, dalam kondisi yang asing bagi kehidupan kita? Jika ada, seperti apa bentuk dan warnanya? Fantasi ini membuatku penasaran: apakah keajaiban bunga hanya terbatas pada hutan, taman, atau ladang-ladang di bumi? Atau mungkinkah keindahan itu melampaui batas imajinasi kita? Aku terus memikirkannya, seolah ada sesuatu yang ingin kucari.
Tetapi, ada hal yang menyimpang dalam cerita ini. Waktu aku kecil, aku pernah diberitahu oleh ibuku bahwa tak perlu menjadi cantik, harum, dan juga menarik seperti bunga, karena bunga hanya akan diam di tempatnya. Tangan manusia yang melihatnya menarik akan langsung mencabutnya dari batangnya, membuat bunga itu kesakitan.
Namun, tak hanya itu. Ketika aku bertanya sesuatu pada ayahku, dia mengatakan bahwa pertanyaanku menarik karena aku bertanya sesuatu yang bahkan tak pernah dipikirkan anak kecil seusia aku, apalagi gadis seperti aku yang tertutup pada lingkungan sekitar.
"Ayah, jika bunga diciptakan berbeda-beda melalui bentuk, warna, dan yang lainnya, apakah ada putri bunga yang senantiasa bersahabat dengan mereka?"
Ya, pertanyaanku memang terdengar lucu karena aku sering mendengar cerita sebelum tidur. Orang tuaku selalu bercerita soal putri yang hidup bahagia setelah terjadinya masalah dalam hidupnya. Jika di dunia dongeng saja sudah mendukung keberadaan putri, bagaimana dengan kehidupan dunia nyata ataupun dunia fantasi yang tak pernah ada di dunia ini? Pastinya hanya akan ada sebagian orang yang percaya dengan hal itu.
Karena itulah aku membagikan kisahku di sini, hanya untuk kali ini saja. Semoga aku bisa memberitahu lebih lanjut bahwa putri bunga yang menciptakan ataupun bersahabat dengan bunga itu memang ada.
Tapi aku masih bertanya-tanya, bagaimana cara putri bunga melihat ekspresi bunga lain, maupun bunga yang sedang menangis, sedih, dan yang lainnya? Dia pasti menyampaikan itu lewat ekspresi yang akan ditirukan oleh putri bunga.
Bagaimana jika putri bunga itu adalah seorang dewi kuno yang tak pernah ada? Dewi yang hanya bisa ditemukan melalui kepercayaan orang-orang zaman dahulu. Pastinya akan menyenangkan jika bisa meyakini bahwa ada dewi yang bisa dipercaya mewakili penderitaan, kesenangan, maupun kesedihan dari makhluk hidup yang sangat dikagumi oleh beberapa orang yang bahagia. Kenapa orang bahagia?
Karena mereka cenderung berbunga-bunga, mewakili bahwa bunga menunjukkan sifat bahagia dan senang.
Tersenyum senang ke atas, dan mata yang melambangkan bahagia ataupun menangis haru, bunga akan muncul pada aroma tangismu. Bibirmu akan berwarna merah cantik jika kau bahagia. Karena itulah, wanita cantik selalu disebut gadis bunga karena dia selalu bahagia seumur hidupnya.
Bagaimana jika aku mengatakan bahwa dewi dan dewa sangat berbeda? Maksudku, bagaimana jika itu dewa, bukan dewi? Mungkin akan sulit berpikir lagi.
Karena sebagian orang percaya bahwa yang melakukannya adalah dewi, mereka pasti berpikir bahwa dewi cantik, harum, dan juga menawan adalah yang mereka bayangkan. Tak hanya itu, gaun yang dia gunakan adalah gaun yang begitu indah, rambut dengan hiasan bunga, dan juga kecantikan tiada tara.
Ketika aku pertama kali mendengar anggapan bahwa dewilah yang menciptakan bunga, aku berpikir seperti apa dewi itu? Apakah itu sama seperti putri yang selalu aku bayangkan sebagai putri bunga?
Sepertinya itu sama saja, hanya saja sebutannya berbeda. Dewi adalah pengawal dari Tuhan yang menciptakan semuanya. Mereka adalah seorang bidadari yang bisa disimpulkan sebagai wanita cantik dan menawan.
Di dunia ini memang dipenuhi hal-hal yang biasa, membuat mereka yang tak pernah melihat sesuatu di dunia secara langsung berpikir bahwa itu akan luar biasa. Sama seperti apa yang kukatakan, manusia akan berpikir bahwa itu luar biasa karena mereka memang tak pernah bertemu hal semacam itu dan terus membayangkan apa adanya sesuai keinginan mereka.
Tapi pastinya akan ada anggapan bahwa seorang putrilah yang bisa berinteraksi dengan bunga-bunga yang tak terbatas jenisnya.
Ini kisahku, Clarabell. Panggil saja Bell. Tahun ini aku berumur 17 tahun, dan aku masih bersekolah. Aku saat ini tinggal di Eropa, tempat yang bisa dibilang negara yang sangat asing untuk kalian. Negara yang begitu berbeda dan sangat jarang didengar.
Kedua orang tuaku pergi meninggalkanku di langit. Mereka pergi ketika aku berumur 10 tahun.
Kecelakaan mobil membuat mereka tak sempat memberikan kata terakhir padaku. Buat apa mengharapkan kata terakhir? Mereka sudah banyak dan sering, bahkan setiap hari, mengatakan kalimat yang bisa dibilang sebagai kata terakhir.
"Kami sayang padamu..."
Yah, begitulah. Pastinya itu adalah kalimat yang akan diucapkan kepada orang yang tersayang ketika ajal sudah dekat. Tapi orang tuaku benar-benar hebat; mereka sudah mempersiapkan diri dengan mengatakan itu bahkan sebelum kematian mereka yang tiba-tiba.
Karena aku suka bunga, aku ingin semua yang ada di lingkungan sekitarku dipenuhi bunga yang cantik—kamar, rumah, semuanya harus cantik. Bahkan pemakaman kedua orang tuaku harus ada bunga yang sangat cantik.
Ketika aku ditinggalkan kedua orang tuaku, seseorang yang mengaku kerabat dekat ayahku bicara padaku soal kesukaanku.
"Gadis bunga, kau diberi titipan warisan yang pastinya akan membuatmu senang. Semasa kamu masih kecil, beliau memutuskan untuk membuat rumah di tengah lingkungan yang membuatmu senang dan bisa berinteraksi. Tetapi saat itu terjadi, kau hanya harus datang ke tempat ini."
Kerabat itu memberikanku sebuah kertas kecil yang bertuliskan nama sebuah tempat:
Hutan Selatan, Eropa 112806.
Hal itu membuatku bingung. Apa maksud dari angka-angka itu? Hutan Selatan itu di mana? Kenapa semuanya terasa begitu aneh?
Aku benar-benar bertanya-tanya, bahkan aku malah bertanya-tanya kapan ayahku membuat kertas itu. Apakah dia memang sudah mempersiapkannya sejak lama, sebelum ajalnya dekat? Itu seperti dia menyiapkannya sebelum waktunya tiba, meskipun semua orang percaya bahwa manusia akan mati pada waktunya.
Hingga aku menemukan tulisan kecil di bawah kertas itu, yang berbunyi sebagai petunjuk:
"Gadis bunga akan tahu di mana dapat menemukan teman-temannya."
Itu semakin membuatku tidak mengerti. Aku harus berpikir beberapa kali untuk mencernanya, apalagi ada kata "teman". Kata itu mengarah pada teman bermain. Meskipun aku ingat bahwa ketika aku masih kecil dan orang tuaku hidup, mereka suka bermain denganku.
Ayahku adalah yang paling senang aku lahir di dunia. Tidak seperti ayah-ayah di luar sana yang hanya menerima jika bayinya perempuan, padahal mereka mengharapkan bayi laki-laki.
Tetapi ayahku berbeda. Dia suka pada bayi perempuan, dan aku adalah darah dagingnya. Pria itu dikenal sebagai seorang yang bisa bekerja keras dalam situasi apa pun.
Dia bekerja sebagai direktur perusahaan yang tidak cukup terkenal, tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan dan kesenangan hidup keluarga, termasuk aku. Dia melakukan apa saja untukku. Membelikan apa pun, bahkan menjadi apa pun—termasuk pangeran dalam dunia dongeng yang selalu diceritakan orang tuaku.
Aku adalah putri, dan Ayah adalah pangeran. Itu adalah saat-saat yang luar biasa. Kami selalu membangun cerita yang indah. Dia juga bisa menjadi naga yang mengantarkanku ke kastil dengan meletakkanku di bahunya.
Dengan kekuatan kuat, dia membawa gadis kecilnya. Kami bisa tertawa bersama. Setelah lelah bermain, Ibu datang membawa camilan yang enak.
Aku selalu ingat apa yang dia katakan. "Ayo makan camilan dulu. Putri kecil harus menjaga kesehatannya."
Aku makan dengan lahap, dan mereka selalu tersenyum lembut. Bahkan, aku menyuapi ayahku yang terbaring di dekatku.
Ketika aku mengulurkan camilan, dia berkata sesuatu yang sama. "Oh, putri kecil membagi makanannya. Itu sangat baik." Kemudian dia membuka mulutnya dan langsung memakannya.
Tak lupa, aku juga melakukannya pada Ibu. Tanpa sadar, aku tahu mereka sedang membangun proyek kehidupan yang baik.
Mereka menganggap seorang bayi yang lahir dan tumbuh di samping mereka sebagai sesuatu yang harus dijaga, sesuatu yang amanah, dan mereka ikhlas menjagaku.
Jika Ayah tidak ada, Ibu selalu menemaniku karena Ayah bekerja dari pagi hingga sore.
Ibu bisa meluangkan waktunya untuk bermain denganku setiap hari. Ketika sore tiba, waktunya Ayah pulang.
Biasanya, suami yang bekerja keras akan mengeluh lelah, melepas dasi maupun jas, membiarkan istri mereka mengambil dan merapikan, kemudian langsung beristirahat tanpa mempedulikan lelahnya sang istri.
Tetapi ayahku berbeda.
Meskipun lelah, ketika keluar dari mobil wajahnya terlihat penat. Tapi begitu masuk ke dalam rumah, aku selalu menyambutnya dengan kalimat yang sama.
"Ayah!!"
"Hei!" Ayah juga membalas dengan senang, seolah-olah lelahnya hilang begitu melihatku. Bahkan, dia langsung menggendongku dan bicara pada Ibu seperti yang biasa aku dengar.
"Kamu bisa istirahat. Terima kasih sudah menjaganya." Dia adalah tipe suami yang sangat baik.
"Iya, terima kasih," Ibu membalas. Tapi Ibu bukan tipe yang "enakan".
Dia tetap mengerjakan pekerjaan rumah yang belum selesai, seperti memasak dan menyiapkan air mandi untuk Ayah ketika semua pekerjaan rumah selesai.
Itu adalah sesuatu yang tak pernah aku lupakan. Tapi sekarang, aku harus melupakannya... karena semua itu sudah tidak mungkin terjadi lagi. Selamanya.
Share this novel