Bab 48

Romance Completed 25593

BAB 48

RYAN POV

Remuk, luluh lantak, otakku membeku, hatiku teriris. Kehidupanku hancur entah akan jadi apa.

Setelah malam itu adikku satu-satunya yang selama ini aku sayangi dan aku jaga, berani memukulku. Seumur hidupnya dia tak pernah melawanku, seumur hidupnya dia selalu jadi adik yang manis dan penurut. Tapi malam itu dia benar-benar bukan Vian yang selama ini kujaga, dan kusayang. Ini memang salahku, semua salahku. Katakanlah aku ini egois.

Semua kacau seperti ini karena aku. Obsesiku terhadap wanita yang selama ini kucintai. Aku melukainya bahkan membuatnya ketakutan kepadaku.

Detik ini, aku sudah tidak punya kekuatan lagi. Semuanya pergi, berlari meninggalkanku bahkan Sisca yang selama ini bertahan di sisiku pun memilih untuk pergi ke Paris setelah kukatakan masih akan tetap mencintai Aline sampai kapanpun.

Adikku hilang, Aline hilang semuanya lenyap. Menghilang tanpa meninggalkan jejak. Aku tahu Bunda dan Evan tahu ke mana Vian dan Aline pergi, tapi mereka pasti tak mau mengatakannya kepadaku.

Tadinya aku sempat marah dengan Vian yang berani kurang ajar kepadaku melawanku, harga diriku sebagai kakak terinjak-injak saat dia memarahiku.

Dua hari aku tak keluar dari kamar, aku mengamuk semua barang di rumahku hancur lebur. Sisca pun lari menjauh dariku. Kesehatan papa memburuk lagi saat mengetahui putra kesayangannya dan yang dibanggakannya itu pergi tanpa pamit. Mama berhari-hari menangis, dan egoku akhirnya luruh saat melihat mama menangis dengan begitu sedihnya. Ini semua salah salahku.

Siang itu, seminggu setelah kepergian Vian dan Aline, aku berkunjung ke rumah Aline, bertemu dengan bunda yang akhirnya menyadarkanku.

“Nak Ryan, Bunda tahu, dulu Aline sangat mencintai nak Ryan ... sangat bahkan. Bunda khawatir di usianya yang ke-29 tahun dia belum mau melirik siapa pun yang mendekatinya dan itu karena nak Ryan, sejak menikah dengan Vian Bunda melihat binar cinta di wajahnya. Hanya Vian yang bisa meluruhkan hatinya. Bunda senang sangat senang dan sekarang bunda minta nak Ryan ikhlaskan

Aline, ya, demi semuanya kebahagiaan semuanya.” Ucapan bunda saat itu benar-benar menyadarkanku. Hatiku terasa sakit mendengar kenyataan itu. Benarkah aku di sini yang berperan sebagai penjahat tokoh yang dibenci semua orang?

Dan di saat kalutku, aku mendapat pencerahan. Alya yang selama ini masih menghubungiku. Kami bertemu di acara reuni 5 tahun lalu dan akhirnya bertukar nomor ponsel. Aku tahu dia dulu mencintaiku tapi tak pernah kupedulikan. Dan kemarin tiba-tiba dia mengirimiku foto Vian dan juga Aline.

Tanpa menunggu aku akhirnya terbang ke Bandung, di mana Alya akan memberitahu tentang keberadaan adikku dan Aline, entahlah saat itu aku cuma ingin bertemu kedua orang yang sangat kusayangi itu. Aku ingin memperbaiki semuanya.

Dan ketika akhirnya aku sampai di Bandung, tiba-tiba Alya mengajakku ke hotel, dia bilang akan memberitahukan keberadaan Vian. Tapi saat sampai di dalam kamar dia ternyata menjebakku. Dia masih terobsesi denganku. Dia menawarkan dirinya kepadaku. Meski egois tapi aku masih orang yang mempunyai agama. Kutolak dia dan saat itu juga aku langsung pulang ke Yogya. Sia-sia aku ke Bandung kalau akhirnya hanya akan terperangkap dengan kelicikan Alya, orang jahat memang selamanya tetap jahat. Alya itu dulu sempat menjauhi Aline yang notabene sahabatnya sendiri karena dia mencintaiku.

Dari kejadian itu, aku berpikir ulang, ternyata menjadi orang yang masih terobsesi memang akan menyusahkan orang lain. Ini pelajaran buatku, gara-gara Alya, mata hatiku terbuka.

Aku sudah pasrah, aku sudah ikhlas dengan semuanya.Ingin memperbaiki semuanya. Aku ingin meminta maaf dengan Aline dan Vian, meski hati ini harus merasakan sakit .

Saat kemarin bertemu Evan, aku jadi teringat dulu dia sering main ke rumah dengan putri dan Vian merengekrengek minta dibelikan pizza.

Aku merindukan saat-saat itu. Tapi jejak Vian seakan menghilang, membuat mama makin hari terlihat muram dan papa, meski sudah sembuh tapi tak ada lagi kehangatan darinya. Papa menyibukkan diri dengan pekerjaannya.

Siang ini aku kembali menapakkan diriku di kota Bandung. Alya akhirnya meminta maaf akan sikapnya dan memberikan tempat Vian dan Aline tinggal.

*****

Aku berdiri di ambang pintu, café ini ... café yang kemarin baru saja aku datangi. Ternyata ini café milik Vian. Bodohnya aku saat kemarin tak mengenali tanda-tandanya.

Hatiku menghangat melihat wanita yang selama ini masih kucintai tampak tertawa bahagia di ujung sana. Tubuhnya terlihat berisi dan perutnya kelihatan membuncit. Wajahnya tampak sangat bahagia, sebahagia itukah kau, Line, hidup dengan adikku?

Tanpa terasa air mata menetes di pipiku, melihatnya membuatku ingin memeluknya dan berlutut di depannya. Aku bersalah dengannya dulu, kemarin bahkan hari ini. Cinta ini membunuhku perlahan. Menyisakan hati yang menjadi egois dan menyakiti semuanya.

Hatiku teriris kembali saat melihat Aline tiba-tiba di peluk oleh Vian dengan mesra dan mereka tertawa bahagia. Tampaknya aku salah telah datang kemari. Aku takut kehadiranku merusak kebahagiaan mereka.

Kuputar tubuhku untuk berbalik mengurungkan niat untuk menemui mereka. Tapi langkahku tertahan saat di depanku kini berdiri Rasya yang tampak menatapku terkejut.

“Kak Ryan,” pekiknya ke arahku membuat suara pekikan ketakutan di belakangku.

Dan ketika aku menoleh, Aline di sana tampak ketakutan dan bersembunyi di belakang Vian. Vian menatapku nanar, sungguh membuatku sakit.

“Kak, jangan sakiti mereka, harus berhadapan dulu denganku,“ ucap Rasya yang tengah berdiri di depanku dengan posisi ingin menyerangku.

“Mas Ryan jangan sakiti mbakku, aku yang akan melindunginya,” ucap Evan yang tiba-tiba telah berada di depanku juga.

Jadi mereka berkumpul di sini?? Mereka sudah tahu keberadaan Vian. Lidahku kelu, tapi langkahku mantap menuju Vian dan Aline. Kulihat Vian memberi perlindungan kepada Aline.

“Jangan macam-macam, Mas,” teriak Vian tajam ke arahku, kulihat Aline bersembunyi di balik punggung Vian.

Sementara itu tubuhku tiba-tiba sudah ditarik Evan dan Rasya. Dan ketika kurasakan pukulan telak di wajahku, aku tahu aku telah kalah. Kalah dalam artian semuanya.

Kubiarkan tubuhku di hajar oleh dua orang ini, Rasya dan Evan. Aku tak peduli, rasa sakit tak lagi kupedulikan dan saat itulah teriakan Aline membuat pukulan yang menghajar tubuhku berhenti.

Dan hatiku menghangat, ketika melihatnya berlutut di depanku dan menangis sebelum akhirnya, semuanya terlihat gelap.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience