“Eh ada apa beibh Irvan ?”
“Seenaknya aja manggil aku beibh. Emang aku siapa mu, Sulastri ?”
“Kekasih kamu lah!”
“What?! kekasih?! Ogah ya kekasiha sama kamu. Aku cuma mau ngasih tau ke kamu kalau Sinar sekarang ada di hospital dia sakit kanker otak stadium akhir.”
“Masak bodoh ya! Aku dah ga ada hubungan persahabatan lagi sama dia. Dah ya aku mau pulang dulu beibh.”
Irvan menaiki motor ninjanya dan menuju ke hospital .
Di hospital ia langsung ke bilik rawat ku. Disana ia tak mendapatiku di dalam bilik dan pada saat itu seorang jururawat melintas didepannya.
“Sus… pasien yang di rawat di bilik ini kemana ya?”
“Oh nona Sinar ia sedang di taman.”
“Makasih sus.”
Irvan bergegas menghampiriku di taman. ia mendekatiku yang sedang duduk memandang alam yang mungkin ini yang terakhir kali aku melihatnya. Secara perlahan mamaku meninggalkanku dan Irvan sendiri di taman. Irvan membawa sekuntum bunga mawar yang semerbak baunya. Irvan bertekuk lutut di depan ku sambil menyodorkan bunga mawar.
“Sinar saat kita petama bertemu aku sudah merasakan ada chamistry di antara kita dan aku sekarang akan mengatakannya
I LOVE YOU SINAR”
Aku terdiam tak berkata apa apa. Suasana menjadi hening tanpa ada suara apapun hanya suara cicit burung yang terdengar.
Aku terdiam dan tak berkata apa-apa. Kini aku sadar yang membuat persahabatanku dengan yang membiarkan Irvan mendekatiku dan sekarang aku tau Sulastri merasa cemburu padaku. Kutuliskan sebuah kata-kata di sebuah buku yang biasa aku bawa dan Irvan membacanya.
“Maaf Irvan , Aku tak bisa menerima cintamu, ada yang lebih layak mendapatkanmu dari pada aku. Aku ini tak pantas menjadikekasihmu, Aku ini tidak sempurna takut nanti cuma membebankan kau.’’
“Kamu gak nyusahin aku. Aku mau menerimamu apa adanya. Siapa orang yang lebih pantas mendapatkan cintaku dari pada kamu?”
Aku tak bisa menjelaskannya sekarang padanya mungkin harus kusimpan dulu siapa orangnya. Tiba-tiba kepalaku terasa pusing dan akhirnya aku pingsan. Irvan membawaku ke bilik rawatku dan segera memanggil dokter. Orang tuaku panik melihatku pingsan.
“Apa yang terjadi Irvan ?”
“Maaf Om, saya gak tau apa-apa dia tiba-tiba pingsan.”
”Pa bagaimana dengan anak perempuan kita?” seraya menitikkan air mata.
Doktor memeriksaku secara teliti. Dan setelah itu doktor keluar dari ruang rawatku.
“Dok, gimana anak perempuan saya?”
“Maaf anak perempuan ibu kritis, denyut jantungnya melemah mungkin sebentar lagi…”
Sebelum doktor menyelesaikan perkataannya, Mama ku langsung masuk ke bilikku dengan wajah di banjiri air mata. Aku perlahan-lahan membuka mataku ini dan aku langsung menuliskan nama di buku yang selalu aku bawa, Mama langsung memanggil orang yang aku maksud.
“Ada apa, Sinar?”
Goresan pena membuat kata-kata di buku itu dan ini adalah permintaan terakhirku kepada Irvan. Kuserahkan buku bersampul ungu yang menjadi saksi bisu perjalanan setelah persahabatannya hancur.
To : Irvan
Irvan please! Serahkan buku ini pada Sulastri . Aku mohon dan aku minta sesuatu sama kamu. Aku mohon, Belajarlah mencintai Sulastri kerana ia cinta sama kamu aku mohon!
“Baik, Sinar apapun yang kamu mau akan aku turuti walau rasanya itu sangat berat.”
Dadaku terasa sesak aku merasa kalau nyawaku sedang di ambil oleh malaikat maut. Doktor langsung memasangiku oksigen dan alat pendeteksi denyut jantung. Tapi, hal itu tidak berhasil. Alat pendeteksi denyut jantung itu berhenti bergerak dan suaranya menjadi….
TUUUTTT
Semua orang yang ada di sekitarku menangis tanpa henti. Aku tau pasti kalian tak rela kalau aku pergi secepat ini. Sebenarnya aku juga tak ingin meninggalkan kalian, tapi aku tak bisa menghindari maut. Aku berharap semoga kepergianku adalah hal yang terbaik untuk kalian semua.
Keesokan harinya aku dimakamkan di tempat pemakaman umum di dekat rumahku. Aku tak melihat batang hidung Ayu di tempat pemakaman itu. Kini Irvan menangis tak henti di atas gundukan tanah yang masih basah. Ingin sekali aku memeluknya dan menghiburnya tapi aku dan dia sudah beda dunia.
Sehari setelah pemakamanku, Irvan menjalankan amanatku yang pertama yaitu memberikan buku bersampul ungu kepaada Sulastri . Dihatinya masih bertanya-tanya apakah Sulastri mau menerimanya? Dengan tekad yang kuat ia memilih untuk memberikannya.
“Sulastri , ini ada titipan buat kamu.” Seraya memberikan buku bersampul ungu itu.
“Dari siapa, beibh?”
“Dari seseorang. baca aja buku itu.”
Irvan meninggalkan Sulastri dan bergegas pergi agar tidak ditanyai macam-macam. Sulastri mulai membuka dan membaca buku itu. Halaman demi halaman dibacanya, setiap halaman yang dia baca pasti menitikkan air mata. Sampai di suatu halaman yang membuatnya kecewa atas keputusannya dulu.
Dear, Diary
Sulastri , seandainya kamu tau hatiku sakit banget ketika kau bilang padaku bahwa persahabatan ini sudah berhenti disini. Hatiku lebih sakit lagi ketika kau selalu menjauhiku. Aku tau kamu cemburu saat aku di gendong dengan pujaan hatimu, Irvan . Aku gak bermaksud mengambil pujaan hatimu. Saat ia menyatakan cintanya padaku, aku menolaknya dan lebih baik aku mengalah untukmu. Kerana aku yakin kaulah yang terbaik untuknya. Jagalah Irvan baik-baik ya, Sulastri !
Sulastri menangis sambil berlari ke tempat aku dimakamkan. Disana terlihat gundukan tanah yang masih basah dan ditaburi oleh bunga dan dibatu nisan itu tertuliskan namaku Sinar. Ia langsung jongkok di samping makamku
“Sinar, maafkan aku aku telah membuatmu sakit hati dan tersiksa. Aku tak pernah meyemangatimu saat kamu sakit dan sampai ajal menjemputmu pun aku tak peduli. Kau juga rela mengalah demiku. Maafkanlah aku Sinar!” sembari menangis dan mengelus-elus batu nisanku.
Share this novel