Suara teriakan Kelvin membangunkan Hanna dari sebuah mimpi yang menurutnya sangatlah nyata, sangking nyatanya Hanna merasa takut jika mimpi itu berubah menjadi kenyataan.
Nafas berat dan tidak teratur, serta Keringat dingin mulai mengucur dari pelipis dan kening Hanna, dengan langkah kaki yang tergesah - gesah. Hanna berjalan menyusuri rumah yang cukup besar sangking takutnya Hanna jika mimpi itu akan menjadi kenyataan, Hanna sampai terjatuh dari tangga dan membuat kaki, tanggan serta wajahnya lecet akibat tergores dengan lantai.
Mendengar suara brisik, membuat beberapa penghuni rumah yang tadinya sedang mengobrol santai, sekarang mulai mencari tau asal suara yang membuat pagi mereka menjadi sedikit tidak tenang.
"Hanna"
Suara wanita parubaya membuat Hanna menoleh padanya, dengan mata yang membulat Hanna menatap lekat - lekat wajah wanita parubaya yang sangat dia rindukan dalam mimpinya, rasanya seperti sudah lama sekali tidak bertemu dengan wanita parubaya itu.
"Hanna... Kau baik-baik saja?"
Suara khawatir yang membuat Hanna membendung tangis pada matanya akhirnya pecah.
"Mama"
"Kau baik-baik saja?"
Ny. Carolin melihat sekeliling tubuh Hanna yang lecet akibat membentur lantai. Matanya mulai terlihat cemas, tanpa berniat memalingkan wajah serta matanya dari setiap luka yang terdapat di tubuh Hanna.
"Apa yang kau lakukan...? Apa kau baik-baik saja..? Dasar ceroboh"
Terdengar Suara seorang pria yang tengah berjalan menghampiri mereka membuat Hanna menatap lekat - lekat wajah pria itu.
"Kak Ray"
"Kenapa kau harus berlarian... Memang benar, apa yang dikatakan mama saat kau kecil,tidak peduli apapun yang terjadi kau selalu membuat orang di sekelilingmu khawatir dengan keadaanmu"
Kata kak Ray sambil melihat luka di tanggan, kaki dan wajah Hanna.
Dengan sigap kak Ray membawa Hanna menuju ke kamarnya. Hanna tidak sekalipun memejamkan matanya, dia terus menatap lekat-lekat wajah kakak yang saat ini sedang mengendongnya.
Sesampainya di kamar, Kak Ray meletakan adiknya secara perlahan di atas kasur. Sambil melihat luka lecet pada tubuh adiknya, Ray menghela nafas.
"Berhentilah berbuat ceroboh...dan berhentilah membuat orang disekelilingmu khawatir"
Kata Kak Ray sambil mengobati setiap luka pada tubuh Hanna dengan pelan, takut jika adiknya akan merintih kesakitan karena obat yang diletakan Ray pada luka Hanna.
'Khawatir'
Hanna terus menggulang perkataan itu, didalam hatinya. Apa benar saat ini dia tidak bermimpi? Kenapa rasanya sedih mendengar perkataan 'Khawatir' dari mulut kak Ray.
"Apa sakit? "
Hanna tidak menjawab pertanyaan Kakaknya, yang Hanna lakukakan hanyalah menatap wajah kak Ray dengan lekat.berusaha untuk melihat apa ini nyata atau bukan, karena Hanna merasa takut jika ini hanyalah sebuah mimpi .
"Ada apa....? Berhenti melihatku seperti itu, aku tau jika aku tampan jadi jangan melihatku seperti itu"
Ucapan Ray membuat Hanna sadar, dengan cepat Hanna memalingkan wajahnya dan hanya melihat luka pada tubuhnya. Melihat luka yang ada di tubuh Hanna, membuat Hanna teringat akan mimpinya.
"Kak Ray"
"Apa? "
Ray hanya fokus mengobati luka Hanna, tanpa berniat untuk menatap mata Hanna, karena takut akan membuat Hanna kesakitan, jika saja Ray tidak berhati - hati, lebih baik untuk tidak melihat wajah adiknya di bandingkan dengan membuat adiknya menangis karena kesakitan akibat kecerobahan Ray.
"Apa jika aku mati, atau terluka kau akan melakukan hal yang sama seperti ini padaku"
Mendengar ucapan Hanna, membuat Ray yang tadinya fokus mengobati luka Hanna, seketika itu berhenti. Nafas berat terlontarkan dari mulut Ray, dengan tatapan senduh Ray menatap lekat -lekat kedua bola mata hitam
milik Hanna.
"Kau pikir, aku hanya akan mengobatimu saat kau terluka seperti ini, tertu saja jawabannya tidak, aku akan
melindungimu dan juga menjagamu sampai kapanpun"
"Dan kau, jangan mengatakan hal seperti itu lagi di depan ku, kau mengerti"
Mendengar ucapan Kak Ray membuat Hanna tercengang diam seribu bahasa. Apa yang di lihat Hanna dalam mimpinya berbeda, Kak Ray sangat baik bahkan dia berjanji akan menjaga dan melindungi Hanna.
"Sudah.. Istirahtlah, aku akan meminta bi tuti untuk mengantarkan makanan padamu"
Kak Ray meninggalkan Hanna sendirian, mata Hanna terlihat cemas , dia tidak tau apa yang dimimpikannya semalam, tapi yang jelas Hana takut bahwa mimpi itu akan menjadi kenyataan. Dan Hanna tidak ingin hal itu terjadi.
****
Sore harinya, Hanna melakukan kegiataan seperti biasa, Dia menyiapkan diri untuk pergi menemui Aldo, tapi langkah kaki wanita itu terhenti karena sebuah tanda tanya besar sedang membebadi pikiran Hanna.
"Kenapa tidak ada?"
Hanna terus mencari tanpa henti, tapi hasilnya tetap nihil, tidak ada nama Aldo di kontak Hpnya. Hal ini membuat Hanna binggung.
"Ada apa sayang ?"
Kata Ny. Carolin sambil menghampiri putrinya yang terlihat gelisah, sambil menghelus lembut kepala Hanna, Ny. Carolin mencoba mencari tau alasan kenapa putri kesayangannya binggung.
"Aldo... Kontak nama Aldo hilang"
Ucapan Hanna membuat Ny. Carolin binggung, siapa yang di bicarakan oleh Hanna saat ini 'Aldo' , nama yang terdengar asing di telingah Ny.Carolin.
"Memang siapa Aldo? "
Tanya Ny. Carolin karena penasaran, sambil menunggu jawaban dari Hanna, Ny. Carolin terus memandang wajah Hanna yang kebinggungan, bukan menjawab pertayaan mamanya, Hanna malah baling bertanya.
"mama tidak kenal Aldo, Aldo pacarnya Hanna, masa mama lupa? "
"Pacar ?"
"Iya... Pacar Hanna"
Melihat ekspresi binggung Ny. Carolin membuat Hanna bertanya-tanya pada dirinya sendiri, tidak mungkin jika
mamanya lupa pada Aldo.
"Sejak kapan Hanna pacaran, bukanya Hanna bilang pada mama akan berpacaran setelah Hanna lulus kuliah"
Pertanyaan yang di lontarkan oleh Ny. Carolin membuat Hanna diam seribu bahasa 'lulus kuliah' kata-kata itu terus terulang dan tergiang-giang di kepala Hanna.
"Lulus kuliah...? "
"Tapi, Hanna sungguh sudah punya pacar ma, bukannya Hanna selalu menceritakan pada mama siapa Aldo"
Kata Hanna dengan keyakinan 100%, bahkan dengan wajah yang sangat serius sekaligus binggung.
Suara tawa Ny. Carolin mengisi kekosongan ruang keluarga yang cukup besar. Tawa itu kemudian terhenti. seketika wajah Ny. Carolin berubah menjadi cemas,
"Apa kau baik-baik saja sayang ?, mama sangat kahwatir padamu"
Tangan lembut Ny. Carolin mulai menghelus wajah cantik Hanna, dengan tatapan sedih Ny. Carolin tidak berhenti menatap Hanna. Sesekali Ny. Carolin melihat luka pada wajah Hana.
"Aku baik-baik saja, mama tidak perluh kahwatir padaku"
Kata Hanna sambil berjalan gontai menuju kamarnya, berusaha untuk memahami situasi saat ini. Situasi yang membuat otak Hanna berhenti berkerja.
****
Di ruangan yang seharusnya sangat familier bagi pemiliki kamar, tapi bagi Hanna ruangan ini tidak tanpa familier Hanna seperti sudah lupa dan bahkan Hanna merasa asing dengan kamarnya sendiri, dekorasi dan tata letak serta perabotan yang ada di kamar Hanna berbeda dari terakhir kali dia melihatnya. Hanna belum bisa menyadari apapun hanya saja Hanna merasa ada yang janggal dari semua ini.
'Apa Hanna tertidur cukup lama, sehingga ingatannya tentang hidup yang di jalaninya berlalu dengan sangat cepat'
Atau
'Apa Hanna menjadi lupa akibat kepalanya membentur lantai'
Hanna terus memikirkan hal itu, sampai membuat kepalanya sakit. Tidak mau ambil pusing, Hanna memutuskan untuk mengistirahatkan dirinya.
****
Sinar matahari memasuki celah-celah kecil jendela kamar Hanna, membuat Hanna sesekali mengerakan matanya. Tanpa, Berniat untuk bangun Hanna membirkan sinar matahari itu menusuk masuk kedalam matanya.
Suara ketukan pintu membuat Hanna terpaksa harus bangun dari tidurnya. Dengan kaki lemah Hanna berjalan mendekati pintu kamarnya.
"Sayang... Kau tidak mau siap-siap ke kampus ?"
Pertanyaan Ny. Carolin membuat Hanna kembali terpaku, diam membisu karena sejujurnya Hanna tidak tau harus menjawab pertayaan Ny. Carolin seperti apa karena jujur Hanna merasa bahwa dirinya sudah lulus dari kuliah, 3thn yang lalu.
Melihat putrinya yang binggung, membuat Ny. Carolin menjadi cemas, tanpa menjawab pertanyaan Ny. Carolin Hanna bergegas ke meja belajarnya dan betapa binggung serta kagetnya Hanna saat melihat bahwa di meja belajarnya memang benar terdapat buku-buku pelajaran, masih merasa binggung Hanna membuka beberapa lembar catatannya dan yang benar saja tanggal serta tahun pada lembar catatannya membuat Hanna tidak dapat menutup mulutnya.
Dengan wajah binggung serta mata yang bergerak ke kanan dan kekiri, Hanna mencoba untuk menenangkan dirinya dari apa yang saat ini terjadi.
"Ma... Ini... Tahun berapa? "
"Ini Tahun 2014 sayang"
'2014'apa mamanya baru saja mengatakan tahun 2014,itu artinya Hanna masih berusia 20 thn dan berarti memang benar jika Hanna masih berkuliah di tahun ini dan sekarang Hanna sedang semester 6.
Kaki Hanna lemas dia tidak dapat menahan keterkejutan serta kebinggungannya. Melihat putrinya yang tiba-tiba terduduk lemas membuat raut wajah Ny. Carolin bertambah cemas.
Apa yang terjadi?
Apa aku kembali ke masa sebelum kecelakaan?
Atau
Tuhan memberikanku, kesempatan untuk mengubah segalanya?
Dan
Mencari tau, penyebab dari semua yang kualami selama
4 thn kedepan?
***
Bau obat rumah sakit dan suara mesin medis membuat Hanna perlahan membuka matanya, sesekali Hanna melihat kesekeliling, dinding putih polos menghiasi tempatnya saat ini terbaring. Hanna mencoba meluaskan pandangannya untuk melihat lebih jauh lagi, tidak ada siapapun disini, tidak ada seorang pun bahkan keluarganya.
Mata Hanna membesar, dengan cepat Hanna berusaha untuk bangun, dan benar memang tidak ada siapapun di sini, apa mimpinya menjadi kenyataan, apa Hanna tidak akan memiliki siapapun disisinya.
Air mata Hanna tumpah, wajahnya pucat karena takut menyadari kebenaran yang menyakitkan, Hanna benar- benar takut. Lalu terlintas dipikiran Hanna jika yang baru saja terjadi, bahwa dirinya bertemu dengan mama serta kakaknya adalah mimpi. Membuat Hanna kembali menangis meratapi nasibnya.
'Ada apa denganku.. Kenapa aku kembali lagi kesini... Jika ini memang benar, aku lebih baik hidup dalam
mimpiku'
Suara langkah kaki membuat Hanna membulatkan matanya sosok yang dipikirnya telah menghilang bahkan yang tidak akan pernah bersamanya lagi muncul dengan seulas senyum sambil membawa kantung belanjaan. Dengan tangis yang masih mengenang di mata Hanna, membuat wanita 20 thn itu berlari bagaikan anak kecil yang ditinggal oleh orang tuanya.
Pelukan yang sangat erat membuat Ny. Carolin sedikit kesulitan untuk bernafas, tapi Ny. Carolin tetap membiarkan putrinya memeluknya seperti itu. Ny. Carolin berusaha membuat Hanna tidak menangis lagi sambil mengelus puncak kepala Hanna dengan sangat lembut, untuk membuat putrinya merasa tenang. Setelah tangis putrinya redah, Ny. Carolin mencoba untuk bertanya pada Hanna, apa yang membuat Hanna merasa seperti ini.
"Ada apa sayang ?"
"Hanna takut.... Hanna sangat takut"
Mendengar ucapan Hanna membuat Ny. Carolin sedikit tercengang, dengan tenang Ny. Carolin membawa Hanna untuk duduk tenang, sambil memberikan segelas air mineral, Ny. Carolin berusaha kembali untuk bertanya dan benar-benar memastikan kenapa dan hal apa yang membuat putrinya menajadi seperti ini.
"Hanna".
Panggilan lembut Ny. Carolin membuat Hanna, menoleh padanya. Tatapan kedua orang itu bertemu, Ny. Carolin dapat melihat kekahwatiran Hanna hanya dengan melalui matanya. Takut membuat putrinya kembali sedih, Ny. Carolin lebih memilih untuk menenangkan Hanna.
****
Mata tegas milik seorang pria parubaya itu sekarang berubah menjadi tatapan sendu, dia tidak tau apa yang terjadi pada putri tercintanya. Dengan tangannya, pria parubaya itu menggengam erat kedua tanggan Hanna.
"Hanna,.... Apa kau baik-baik saja ?"
Pertanyaan yang dilontarkan oleh pria parubaya itu, tidak mendapat respon dari Hanna, Hanna tengah sibuk memikirkan hal lain, hal yang membutnya merasa janggal.
'Kenapa aku berada di waktu ini'
'Apa itu artinya aku terlempar ke masa lalu'
'Apa yang harus aku lakukan... Hidup yang sudah pernah ku lalui kini harus terulang kembali'
"Hanna"
Panggil pria parubaya itu sekali lagi, kini wajahnya tidak lagi menunjukan ekspresi cemas melainkan ekspresi binggung yang di tunjukan pria parubaya itu, pria itu binggung dengan perubahan sikap putrinya.
Kini Hanna menoleh saat suara serak itu kembali memanggilnya . Air mata Hanna mengalir saat melihat wajah papanya. Tangan Hanna mulai menyentuh wajah papanya dengan lembut.
Melihat putrinya seperti ini tambah membuat Pak Sanjaya khawatir, beliau tidak tau apa yang terjadi pada putri kesayangannya. Padahal baru 2 hari yang lalu beliau melihat senyum ceria putrinya sebelum keberangkatanya ke luar kota untuk menggurus pekerjaannya. Namun hari ini, senyum ceria itu tidak terpancarkan lagi pada wajah putrinya.
"Apa kau baik-baik saja.... Hanna ?"
Pertanyaaan yang sama kembali di lontarkan oleh Pak Sanjaya. Tapi hasilnya tetap nihil, Pak Sanjaya tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Dengan tenang Pak Sanjaya membawa putrinya menuju ke kamar.
"Jika kau sudah merasa tenang, dan kau ingin membicarakan masalahmu pada papa, jangan ragu untuk mengatakannya"
Suara derik pintu yang tertutup membuat Hanna tersadar dari lamunannya yang begitu sulit untuk di terima.
"Apa yang harus kulakukan"
***
Suasana sarapan pagi di rumah keluarga Sanjaya sedikit hening, tidak apa pembicaraan yang terlontar dari semua penghuni rumah saat ini, mereka tengah sibuk meniknati sarapan pagi mereka dengan pikiran mereka masing -
masing.
Tapi tidak dengan Hanna, Hanna tidak tau harus melakukan apa dan bagaimana cara Hanna memberi tau keluarganya tentang apa yang dialami Hanna saat ini.
"Jika kau merasa tidak sehat, tidak perlu pergi kuliah"
Suara serak Pak Sanjaya, membuat keheningan di meja makan menjadi pecah. Hanna mengelengkan kepalanya sabagai jawaban 'tidak' atas pertayaan yang dilontarkan oleh papanya.
"Hanna akan tentap kuliah"
"Papa tidak perlu khawatir, Ray.. Akan nenjaga Hanna"
Ucapa Kak Ray, membuat sebuah ulasan senyum muncul di wajah cantik Hanna.
Hanna tidak peduli, jika ini adalah mimpi atau memang sebuah kenyataan, bahwa tuhan mengembalikan Hanna ke waktu sebelum Hanna mengalami kecelakaan. Hanna akan menerimahnya, karena Hanna benar-benar merindukan keluarganya.
***
Share this novel