Bab 15

Romance Completed 25593

BAB 15

Vian POV

Cantik. Satu kata itu yang aku luncurkan saat pertama kali melihatnya. Wajah mungilnya yang menggemaskan itu, dipadu dengan bibir tipisnya dan juga hidung mancungnya serta matanya yang bulat penuh menambah kecantikannya. Tubuhnya memang mungil, aku sendiri tak menyangka kalau wanita yang berdiri di depanku ini adalah kakak Evan, sahabatku.

“Apa? Dia kakakmu?” pekikku kala itu saat Evan memberitahuku kalau wanita cantik yang ada di dalam rumahnya itu adalah mbaknya yang berjarak 5 tahun lebih tua dariku dan Evan.

Tadinya pupus sudah harapanku, tapi Evan menceritakan kalau mbaknya itu patah hati selama ini dan belum ada seorang pun yang bisa mencairkan kebekuan hatinya itu.

Dari situ aku bertekad akan mengejarnya dan memilikinya. Bahkan saat mama bertanya tentang siapa wanita yang sedang aku kejar, mama bijak sekali saat aku menceritakan tentang dia yang terpaut usia lumayan jauh denganku, justru mendukungku. Lengkap sudah tekadku.

Mulai dari situ aku melancarkan aksi. Mencoba menjemputnya di tempat kerja, selalu menggodanya, melihatnya selalu kesal dengan kehadiranku membuatku makin bersemangat mengejarnya. Katakan aku gila, tapi hatiku memang sudah dimilikinya sejak pertama.

Pembawaannya yang selalu tenang, kasih sayangnya dengan bunda dan tanggung jawabnya kepada Evan benarbenar membuatku makin mencintainya.

Aku sampai rela melepaskan beasiswa dari Harvard University karena takut mbak Mawar-ku itu akan pergi dari jangkauanku. Apalagi temannya yang bernama Christian yang notabene bosnya di hotel tempat dia bekerja selalu menempel terus. Walaupun aku tahu mbak Mawar cuma menganggapnya sahabat tapi aku tahu pasti itu bule suka dengan mbak Mawar-ku.

Tapi akhirnya penantianku bersambut, saat mengetahui siapa sebenarnya yang dicintainya selama ini dan tak lain adalah masku. Masku yang selalu menjaga dan melindungiku itu ternyata orang yang dicintai mbak Mawar-ku. Aku pun mengerti kenapa masku juga selama ini hampir seperti orang gila kalau menceritakan tentang cinta pertamanya dulu saat di bangku sekolah.

Tapi aku mendapat beasiswa lagi dari kampusku. Awalnya aku tak akan mengambilnya. Papa mendorongku untuk maju kalau aku ingin mendapatkan cintaku. Papa bilang, “Kalau kau ingin dianggap orang, terimalah beasiswa ini, Dek, yakin sama Papa, mbak Mawar-mu yang cantik itu pasti mau kau nikahi,” ucapan papa kala itu memberiku ide, aku bisa mendapatkan beasiswaku juga mendapatkan cintaku.

Papa dan mama pun mendukungku 100% saat aku bilang akan langsung menikahinya. Sungguh beruntungnya aku mempunyai orang tua seperti mereka.

Dan benar kan, mba Mawarku mau menerimaku, mau menikahiku, sungguh senangnya hatiku, dia adalah duniaku, penyemangat hidupku. Aku berjanji Mbak, kepadamu aku tak akan pernah menyakitimu selamanya.

“Sekarang jelaskan apa yang terjadi,” suara merdu itu menyeruak menyadarkanku dari lamunanku.

Kulihat istriku yang cantik ini tampak duduk manis di depanku. Tak ada emosi di sana, padahal aku yakin kalau wanita lain yang melihat kejadian baru saja pasti akan langsung marah -marah ataupun menangis. Tapi istriku tercinta masih tenang-tenang saja, membuatku ingin mengecup bibirnya yang ranum itu .

Berbeda dengan wanita centil di sebelahku yang kini menangis meraung-raung. Wanita centil yang menggodaku, Sonia. Ckckckck aku sampai pusing dengan tingkahnya. Ku pikir, aku cuma iba dengannya karena dia masih berkabung atas meninggalnya Fadli. Tapi kelakuannya pagi tadi, saat aku ingin mengambil air wudhu untuk sholat Tahajud membuatku membencinya.

“Sayang, apa yang kau lihat tak seperti yang kau pikirkan, dia mendorongku dan membuatku terjatuh di sofa, dan saat kau keluar dia langsung menciumku,” jawabku lalu menatap istriku yang sedari tadi hanya menatap tanpa ekspresi.

Dia melirik ke arah Sonia yang masih menangis itu.

“Dan kau kenapa menangis?” Suara istriku tampak mengintimidasi.

“Kak, Vian mau memperkosaku,” ucapnya tiba-tiba membuatku mengernyit.

Dasar ular, bisa-bisanya dia berkata seperti itu, tadi siapa yang memelukku dan tak mau melepaskannya.

“Bohong, kau pikir aku tertarik dengan tubuhmu itu?” Kali ini aku benar-benar tak bisa menahan emosi.

Mbak Mawar menghela napasnya dan memijat pelipisnya.

“Mbak, percaya sama Vian,” rajukku saat mbak Mawar menatapku tajam.

Aku tak mau membuatnya kembali berpikir kalau aku dan Sonia ada apa-apa.

Terdengar adzan subuh dari aplikasi jam digitalku membuat mbak Mawar akhirnya beranjak dari sofa.

“Kita sholat subuh dulu, dan aku harap, Sonia, setelah matahari terbit kau angkat kaki dari sini, masalah Vian aku akan menyelesaikannya berdua,” ucapnya membuatku tersenyum puas.

That my girl, aku makin cinta melihat sikapnya ini.

“Kak, aku tak mau pergi dari sini!!!” Sonia berteriak

Pusing aku dengan sikapnya itu. Kulihat mbak Mawar sudah masuk ke dalam kamar mandi, tak mengacuhkan Sonia yang masih meraung-raung itu. Aku pun ikut beranjak berdiri. Tapi Sonia mencekal tanganku.

“Vi, aku mencintaimu jangan usir aku,” ratapnya membuatku muak.

Kukibaskan tanganku.

“Nia, aku selama ini sudah berbaik hati, tapi kelakuanmu tadi aku tak bisa menerimanya lagi kau sudah gila.” Aku segera melangkah meninggalkannya yang masih menangis itu.

*****

Damai, saat istriku mencium telapak tanganku sesaat setelah selesai sholat berjamaah ini. Kutepuk kepalanya lembut merasa beruntung memiliki istri yang begitu arif.

“Makasih Mbak, sudah memepercayaiku,” ucapku ke arahnya yang kini telah melepas mukenanya.

Kulihat dia mengerjapkan matanya, duh jantungku benar-benar berdegup kencang. Efeknya sangat luar biasa. Hatiku menghangat hanya dengan melihatnya saja.

“Wanita macam Sonia itu aku sudah hafal, Yan, jadi yah buat apa aku percaya,” jawabnya.

Aku makin mencintai istriku ini. Sikapnya yang

dewasa seperti ini yang membuatku kecanduan dengannya.

Tiba-tiba mbak Mawar memajukan tubuhnya ke arahku. Eh, mau apa dia??

Cup!

Dan kurasakan sapuan lembut di bibirku, hah!!! Istriku menciumku? Meski hanya kecupan sekilas tapi ini benar-benar membuatku membeku. Kukerjapkan sekali lagi mataku tak percaya.

Tapi kulihat dia tersenyum dengan sangat manis.

“Jangan berpikiran macam-macam itu untuk menghapus bibir Sonia tadi,“ ucapnya kembali ketus.

Tapi sumpah aku sudah melayang dibuatnya. Tak

makan nasi selama satu bulan pun aku rela asal sudah mendapatkan ciumannya ini. Ahhhhh mbak Mawarku yang cantik aku makin dan makin mencintaimu.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience