Bolos

Family Series 4281

Pagi itu, aku tengah menyiapkan sarapan saat Kenzi turun seraya menenteng tas sekolahnya.

"Pagi,  Kak Andin," sapa bocah gembul itu.

"Pagi, Ken. Dah rapi aja lo." Aku meletakkan sepiring nasi goreng di depannya.

"Iya, dong. Dedek kan harus rapi ke sekolah."

Aku memutar bola mata. "Iya, dah. Serah lo. Ya udah makan tuh nasi gorengnya. Gue mau mandi dulu."

"Lah? Kak Andin belum mandi?" tanya Kenzip, fokus menatapku.

"Jangan bawel deh," omelku. "Pokoknya selesai gue mandi, lo udah harus ngabisin nasi goreng lo."

Tanpa menunggu jawaban Kenzi, aku segera berlari ke atas.

Sebenarnya, setelah mimpi buruk tadi malam, aku tak dapat lagi memejamkan mata. Aku akan menangis ketakutan hingga mataku bengkak dan hal itu selalu menjadi alasanku untuk tak pergi ke sekolah. Biasanya, kakek akan memaklumi dan mengizinkanku membolos. Namun hari ini aku terlalu lelah bahkan untuk menangis. Jadi aku memutuskan untuk merilekskan badan dan jogging sebentar seraya menunggu matahari terbit. Setelah itu, aku langsung ke dapur untuk membuat sarapan.

Saat memasak tadi, aku tiba-tiba teringat ucapan bunda Kenzi kemarin. Tentang apa saja yang boleh dimakan bocah itu dan apa saja yang dilarang. Kakek juga menyuruhku membersihkan rumah sebelum pergi ke sekolah. Sebenarnya, tuan Brata yang terhormat itu maunya apa, sih? Menyekolahkanku atau menjadikanku pembantu?

"Cih, tuh bocah banyak juga, ya pantangannya. Padahal, badannya gembul kek gitu. Aneh!" sungutku.

"Nggak boleh makan mie, makan pedes-pedes, minum manis dan bersoda. Makannya harus teratur, harus selalu sarapan dan bawa bekal, nggak boleh jajan di luar, juga nggak boleh makan kacang karena alergi. Duh, banyak banget astaga!" Aku mengerang frustasi.

Sepertinya, kehidupanku mulai saat ini akan berubah sangat drastis.

Selesai mandi, aku segera berpakaian. Tak lupa kumasukkan beberapa buku ke dalam tas. Setelah memasang sepatu, aku segera melesat turun ke bawah.

"Kak Andin, dedek udah selesai makan," lapor Kenzi saat melihatku turun.

"Bagus, deh. Sekarang ayo kita pergi. Nunggu mang Adi-nya di depan aja. Tuh bawa bekal lo, jangan sampe ketinggalan."

Kenzi meraih kotak bekal di dekat tasnya. "Makasih, Kak Andin."

"Hm."

Kemudian, saat aku tengah sibuk membereskan meja makan, terdengar suara klakson mobil di halaman.

"Mang Adi udah dateng, Kak. Ayo kita berangkat." Kenzi berlari ke arah pintu.

Aku menyambar tas, lalu berlari mengejar Kenzi.

"Non Andin, Den Kenzi, saya mang Adi yang akan nganter Aden dan Non mulai sekarang. Saya juga yang akan bertanggung jawab membersihkan halaman, kebun, dan kolam renang."

Mang Adi keluar dari mobil. Perawakannya sedang, berambut sebahu yang disisir rapi, dan berkulit sawo matang. Usianya sekitar 30-an.

"Iya, Mang. Ayo kita berangkat."

Aku masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelah Kenzi. Pukul setengah tujuh, mobil kami berangkat meninggalkan rumah.

"Kita ke sekolah Den Kenzi dulu, ya. Soalnya, kan sekolah Den Kenzi lebih dekat," ujar mang Adi dari balik kemudi.

Mendengar itu, aku melirik Kenzi dan bertanya. "Oh, iya. Lo sekolah di SDN Pertiwi, kan?"

Kenzi mengangguk. "Kak Andin di SMA Veteran, kan?"

Aku menggeleng, lalu berteriak ke mang Adi. "Mang, aku di SMA Gajah Mada."

"Siap, Non."

Sementara itu, Kenzi menatapku bingung. "Bukannya kata kakek kemarin, Kak Andin sekolah di Veteran?"

Aku kembali menggeleng dengan cepat. "Nggak, kok. Gue udah pindah. Kakek mungkin lupa nama sekolah baru gue."

"Oh, gitu," sahut Kenzi pendek.

Selama sisa perjalanan, aku memilih diam menikmati pemandangan. Sementara Kenzi terus mengobrol dengan mang Adi tentang apa saja. Anak itu, sepertinya memang tipe anak yang mudah dekat dengan siapa saja. Belum ada setengah jam mereka bertemu, Kenzi sudah terbahak-bahak mendengar lelucon mang Adi.

"Nah, Den Kenzi udah sampai, nih." Mang Adi menghentikan mobilnya di pinggir jalan.

"Makasih, Mang. Kak Andin, dedek pergi dulu, ya. Bye." Kenzi membuka pintu mobil dan segera berlari saat dilihatnya seseorang melambai padanya di depan gerbang.

"Wih, hari pertama sekolah den Kenzi udah dapet temen aja," gumam mang Adi sebelum menjalankan mobilnya.

Aku menoleh, menatap punggung Kenzi yang semakin jauh. "Iya, Mang. Tuh anak emang banyak temennya."

"Terus Non Andin gimana?"

"Hah? Maksud Mamang?" Aku mengerutkan kening, tak mengerti.

"Kalo Non Andin, temennya banyak juga nggak?" tanya mang Adi sekali lagi.

Aku terdiam, tak tahu harus menjawab apa.

"Non ..." panggilnya.

"Eh, iya, Mang?"

Mang Adi menatapku sendu dari kaca spion. "Maaf, ya Non kalo pertanyaan mamang teh nggak sopan."

Aku tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, Mang. Temenku juga lumayan banyak. Tapi masih banyakan yang jadi musuh, sih." Aku tertawa pelan.

"Non Andin teh baik, kenapa banyak musuh?"

"Ya, nggak tahulah, Mang. Aku juga nggak peduli."

Aku menatap jalanan. Menerawang jauh tahun-tahun sebelum masa SMA-ku. Sejak SMP, aku selalu bolos dan tak pernah mengerjakan PR. Nilaiku anjlok, dan hobiku berkelahi dengan anak-anak kelas lain. Ada saja yang membuatku marah. Emosiku meledak-ledak. Aku bahkan melawan beberapa orang guru hingga aku diskors selama sebulan. Meski begitu, aku selalu naik kelas. Siapa lagi kalau bukan kakek yang menyelesaikan semuanya.

"Neng, kita sudah sampai, nih."

Aku tersentak dari lamunanku. Mobil kami ternyata sudah berhenti di depan gerbang.

"Oh, oke, Mang. Aku berangkat, ya. Nanti jemput aku jam dua belas." Aku mengenakan kaca mata hitam yang kusimpan di dalam tas sebelum turun dari mobil.

Mang Adi menatapku heran. "Non kok pake kacamata hitam?"

"Aku, kan anak gaul, Mang. Nggak apa-apalah, asalkan nggak ketemu guru," kilahku lalu bergegas menutup pintu.

Mang Adi tertawa. "Oke, Non. Yang semangat ya belajarnya."

Aku mengangguk lalu berjalan ke arah gerbang.

Setelah memastikan mobil mang Adi tak lagi terlihat, langkahku berbelok ke arah halte yang tak jauh dari sekolah. Hari ini, aku akan membolos. Aku malas melihat wajah teman-teman, apa lagi guru-guru yang biasa menghukumku. Lagi pula, aku sekarang berada sangat jauh dari sekolah.

Aku tersenyum penuh kemenangan, seraya memasang name tag di seragamku.

Andin Saviera Tamrin. Kelas 12 SMA VETERAN.

To Be Continued

Halo, sorry lama update lagi. Semoga suka. Sila tinggalkan jejak di story ini. Tq. Ciao

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience