Di suatu kawasan rumah, di atas bukit. Kelihatan seorang lelaki tua yang berumur 60an itu sedang sebok menghisap rokok daunnya sambil memandang ke arah kawasan jalan kampung yang terlihat dengan jelas dari atas bukit. Lelaki tua itu tersenyum sinis memandang ke arah jalan kampung itu.
"Akhirnya kau balik jugak!." Gumamnya sambil tertawa kecil, dia menghembuskan asap rokok daunnya itu.
"Wak Kardus!?...Wak!?..
Kesunyian tadi terus hilang dengan satu suara panggilan dari seorang lelaki yang sedang berlari ke arah lelaki berumur 60an itu.
Teenyata Itulah nama panggilan lelaki tua itu, Wak kardus.
"Kenapa dengan kau ni Alan?!." Ujar Wak Kardus sedikit berasa jengkel memandang Wajah Alan yang berusia sekitar 17 tahun itu.
"Wak..hmmp..hhmp.." Ujar Alan masih lagi tercungap - cungap.
"Kenapa kau ni?!." Soal Wak Kardus kurang sabar, suaranya sedikit tinggi dan matanya melotot memandang ke arah Alan.
"Maaf wak, ampun!." Ujar Alan sambil berlutut menundukkan pandangannya pada tanah manakalau kedua tangannya di di angkatnya ke atas sambil memohon maaf.
"Hmmp!, apa yang kau buat kali ini Alan?!." Teriak Wak Kardus lagi marah.
"Maaf Wak, Aku ndakk sengaja terbuang botol yang Wak suruh aku buang di sungai. Botol tu terjatuh di gaung lereng bukit, ampunkan Alan Wak." Ujar Alan masih dalam posisi yang sama, suaranya gementaran kerana takut.
"Ha!!! Ha!! Ha!!." Tiba - tiba Wak kardus tertawa dengan kuat sekali, Alan berasa terkejut mendengar suara tertawa Wak kardus itu. "Bagus Alan!!, kau buat kerja bagus!." Puji Wak kardus sambil memandang wajah Alan. "Berdiri, kau ndak payah berlutut." Arah Wak kardus dengan senang hati.
"Terima kasi wak." Ucap Alan seorag remaja yang berperangai lurus bendul, berkulit putih dan tidak kurang tampannya.
"Sudah, sekarang aku mau kau pergi ke kedai belikan aku barang - barang yang aku tulis di dalam kertas ni." Arah Wak kardus sambil mengunjukkan kertas yang sudah dilipat kepada Alan bersama duit yang bernilai seratus lima puluh ringgit.
"Baik Wak." Ujar Alan patuh sambil tersenyum memandang wajah Wak kardus, seseorang yang telah menjaganya selepas ibunya meninggal semasa melahirkannya. Wak kardus adalah ayah kepada ibunya.
"Bakinya, kau beli apa saja barang yang kau suka!. Jangan lupa belikan makan malam sana dekat warung si Metot." Arah Wak kardus lagi.
Melihat Alan yang berlari menyelusuri jalan bukit itu dengan riang, Wak kardus terus teringat akan wajah anaknya Delima. Alan persis seperti anak kesayangannya itu, cuma Delima tidak lurus bendul seperti Alan. Tiba - tiba air mata Wak kardus jatuh bercucuran di pipi bila teringat akan peristiwa yang menyakitkan menimpa anak kesayangannya itu.
"Fatima, aku janji!!.. Aku janji akan balaskan hati kau yang tersakiti itu!!. Darah harus di balas darah, air mata harus di balas air mata!!." Ujar Wak kardus dengan penuh dendam matanya sedikit berair menahan tangis.
Es Coffee Espresso
Share this novel